Lihat ke Halaman Asli

Agustina Purwantini

TERVERIFIKASI

Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

"Phubbing" dalam Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5 Bikin Saya Merenung dan Mendapatkan Duit

Diperbarui: 31 Oktober 2023   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri Agustina

Sebuah karya seni tidak melulu hadir untuk dinikmati sebagai hiburan. Di balik keindahan yang disuguhkan kepada khalayak, tak jarang tersimpan sebuah teguran atau peringatan. Sebagaimana halnya yang terjadi pada perhelatan Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5.

Hari-hari belakangan ini jika Anda berjalan-jalan di sepanjang Jalan Malioboro Yogyakarta, pasti akan menjumpai pemandangan berbeda. Di titik-titik tertentu terdapat patung-patung unik dan menarik dalam rangka perhelatan Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5.

Mulai dari ujung utara. Dari plang nama Jalan Pasar Kembang (dekat Stasiun Tugu Yogyakarta) yang disulap menjadi tanda love berwarna merah muda, hingga bulatan-bulatan di sekitaran Titik Nol Yogyakarta yang dipermak menjadi permen-permen raksasa.

Total ada 30 macam karya yang dipajang di seantero kawasan terkenal itu. Terdiri atas karya seni rupa dari 22 seniman, 5 kelompok seniman, dan 3 seniman undangan. Seniman undangannya adalah Nasirun, Putu Sutawijaya, dan Ugo Untoro.

Terkait para seniman undangan tersebut, saya cukup antusias. Mengapa? Sebab sebagai orang awam, saya paham kebesaran nama Nasirun dan Putu Sutawijaya. Pernah pula berjumpa langsung dengan mereka.

Akan tetapi, rupanya dalam perhelatan Jogja Street Sculpture Project (JSSP) #5 yang bertema "Ruwat Gatra Rasa, Redefining Form and Space", saya justru jatuh cinta pada karya Hilman Syafriadi. Yang sesungguhnya, saya belum pernah tahu nama dan karya-karyanya.

Iya. Persisnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Begitu melihat karya Hilman Syafriadi yang memang mencolok mata, saya langsung terkesan. Seketika bergumam, "Wow!"

Maklumlah, ya. Secara kuantitas, karya tersebut bisa dibilang spektakuler. Jumlahnya kalau dibariskan bisa satu peleton. Didudukkan (diletakkan) berderet-deret di beberapa bangku yang ada di sepanjang trotoar. Bentuknya berupa figur manusia berwarna-warni. Ukurannya besar-besar pula.

Adapun di kuping masing-masing figur tertempel sebuah benda pipih. Berbentuk persegi panjang dan berwarna hitam. Iya, tak salah lagi. Benda pipih hitam itu merupakan penggambaran atau simbol dari gawai (HP).

Dokpri Agustina

Karya Hilman Syafriadi tersebut diberi judul "Phubbing/Gemawai". Yang berarti mabuk gawai. Mabuk gara-gara hobi mengonsumsi gawai secara berlebihan.

Yeah? Namanya juga mabuk. Berarti mempergunakan sesuatu di atas dosis. Berlebihan. Ujung-ujungnya pun kecanduan. Jadi, sangat susah lepas dari gawai. Sebentar-sebentar menengok notifikasi. Khawatir kalau sampai ketinggalan berita viral.

Begitulah adanya. "Phubbing/Gemawai" secara presisi menggambarkan fenomena zaman sekarang. Sebuah zaman yang orang-orangnya cenderung lebih mementingkan interaksi dalam dunia maya. Bahkan, saat mereka sedang berdekatan secara fisik dengan orang-orang di dunia nyata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline