Semboyan kami angkasawan RRI
Sekali di udara tetap di udara
Semenjak empat lima
Tak pernah berhenti
Patuh dan setia berjiwa Pancasila
Tri Prasetia landasan kerjanya
Ampera tujuan utama
Penuh pengabdian pada revolusi
Demi Tuhan demi pertiwi
Sekali di udara tetap di udara
(Mars RRI)
Begitu memasuki September pada tiap tahunnya, Mars RRI (yang lirik kompletnya tercantum di atas itu) menjadi soundtrack hidup saya. Sekaligus sebagai pengingat bahwa tanggal 11 September merupakan Hari Radio Nasional dan HUT RRI.
Kok bisa menjadi soundtrack hidup? Bisa, dong. Hari-hari saya 'kan ditemani oleh radio. Terkhusus saluran RRI pro 3. Jadi mau tidak mau, dalam kurun waktu 24 jam X sebulan (selama September), di ruang pendengaran saya bergema lagu itu lagi, lagi, dan lagi.
Alhasil, walaupun bukan angkasawan RRI, saya piawai melantunkan mars tersebut. Hafal pula seluruh liriknya. Sayang sekali tak pernah ada RRI cabang mana pun yang mengajak saya untuk ikut menyanyikannya.
Duh, duh. Apa boleh RRI secuek itu kepada pendengar setianya? Bisa-bisa saya ngambek tak mau lagi mendengarkan siarannya, nih. Hehe ...
Baiklah. Soal ngambek itu just kidding, ya. Sekadar bercyaaandhaaa. Yang sungguhannya, mana mungkin hati ini ikhlas meninggalkan RRI pada khususnya dan radio pada umumnya?
Tentu ini bukan sekadar perkara bucin. Namun, mengapa harus ditinggalkan kalau sejauh ini, RRI bisa mendatangkan banyak manfaat bagi saya? Pun, bagi jutaan para pendengar setia lainnya.
Perlu diketahui, sejak dahulu RRI punya peran penting dalam menyebarkan informasi dan hiburan.
Ngomong-ngomong terkait kesetiaan para pendengar RRI, hari ini saya sempat ter-WOW-WOW ketika mendengar pengakuan dua di antara mereka.