Lihat ke Halaman Asli

Agustina Purwantini

TERVERIFIKASI

Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Ada 3 Hal yang Mesti Dilakukan agar Koperasi Tetap Eksis

Diperbarui: 25 Juli 2023   05:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi koperasi. (dinkominfo.demakkab.go.id via Kompas.com)

Semula saya tidak menyadari bahwa ada stigma terhadap koperasi. Sebab pengalaman saya selama menjadi anggota sebuah kopma (koperasi mahasiswa), tidak dilumuri rasa pahit sedikit pun.

Bagaimana bisa terasa pahit, kalau saya bahkan mendapatkan SHU (Sisa Hasil Usaha)? Sementara saya cuma berstatus sebagai anggota pasif. Meskipun jumlahnya lebih kecil daripada SHU yang diterima anggota aktif, jumlahnya tetap signifikan bagi saya yang anak kos berkantong pas-pasan.

Selain pengalaman pribadi itu, saya juga menjadi saksi berdirinya sebuah koperasi simpan pinjam yang ada di kampung halaman sana. Yang ternyata di kemudian hari (hingga sekarang), sukses meningkatkan kesejahteraan para anggota dan pengurusnya.

Berdasarkan kedua hal tersebut, wajarlah kalau kesan saya terhadap koperasi 100% positif. Koperasi di mata saya benar-benar merupakan soko guru perekonomian bangsa. Sesuai betul dengan cita-cita Bung Hatta.

Hingga akhirnya saat tinggal di sebuah kampung di pinggiran Kota Yogyakarta, saya terlibat percakapan terkait koperasi dengan tiga tetangga. Tatkala itu mereka usai melakukan pertemuan dengan seorang pegawai (baca: tukang tagih) rentenir.

Agenda utama pertemuan tersebut rupanya pelunasan sekaligus negosiasi jumlah utangan selanjutnya. Saat itulah saya baru paham mengapa si pegawai rentenir tadi rutin datang menagih. Tanpa jeda, tahun demi tahun.

Semula saya pikir masa cicilannya teramat panjang karena jumlah utang sangat banyak. Ternyata, o, rupanya. Jumlah utang tidak terlampau besar, tetapi tiap lunas langsung kembali ambil utang baru. Alhasil, utang mereka sambung-menyambung sehingga terkesan tak kunjung lunas.

Terus terang saya kaget mengetahui fakta tersebut. Serasa di luar nalar gitu, lho. Mengapa? Sebab mereka kerap berkeluh kesah mengenai nasib masing-masing yang terjerat rentenir.

Nah 'kan? Memang membingungkan. Kalau merasa terjerat bunga utang yang tinggi, mengapa tak jera-jera berutang ke rentenir?

Makin mengagetkan ketika saya bertanya, "Kenapa tak pinjam ke koperasi? Di sekitar sini ada koperasi enggak?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline