Alhamdulillah. Ramadan telah terjalani 27 hari. Lebaran pun kian dekat. Indikasinya, shaf Shalat Tarawih makin berkemajuan.
Terutama fenomena tersebut terjadi di masjid/mushala yang berada di kota-kota, yang merupakan "markas" para perantau. Sementara di daerah-daerah yang warganya mudik dari perantauan, shaf Shalat Tarawih justru bertambah.
Bicara tentang fenomena shaf Shalat Tarawih yang berkemajuan, di mushala dekat rumah pun terjadi. Kemajuan itu bahkan tampak sangat nyata.
Dari yang semula tiga shaf lebih, kini jamaah Tarawihnya menyusut. Menjadi satu shaf saja. Bahkan tak jarang, satu shaf pun tak penuh.
Sepertinya orang-orang yang biasa memenuhi mushala kami sudah bergeser ke kota lain. Alhasil, yang tersisa hanyalah para "penjaga peradaban kampung". Terdiri atas warga asli yang seasli-aslinya dan asli KW semacam saya.
Yang tersisa itu pun sebagian (mungkin) sudah pecah konsentrasi. Bimbang untuk tetap konsisten ke mushala demi Tarawih berjamaah? Atau, bolos dulu untuk belanja baju Lebaran?
Begitulah tabiat Ramadan bila Lebaran telah kian dekat. Sungguh penuh ujian. Mau pilih hal-hal surgawi atau duniawi? Mau fokus mengejar malam seribu bulan atau serius mengejar diskon baju Lebaran?
Nah, nah. Apakah Anda juga begitu? Selain sibuk mengejar malam Lailatul Qadar, Anda juga tengah galau memikirkan baju Lebaran?
Duh! Jangan, dong. Baju untuk berlebaran itu memang penting. Akan tetapi, tingkat kepentingannya tetap jauh di bawah Lailatul Qadar.
Sudahlah. Tak usah bingung-bingung lagi. Cukup ingat 3 prinsip ini untuk menentukan baju Lebaran Anda. Mau baju baru, mau baju lama, yang paling penting bisa memenuhi 3 prinsip tersebut.