Lihat ke Halaman Asli

AGRA JAYA

Suka Kanan daripada Kiri

Kemajuan Proses Pidana Reklamasi, dari Izin ke "HPL-nya" BPN?

Diperbarui: 17 November 2017   14:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri


JAKARTA, Penerbitan sertifikat HPL dan HGB atas pulau reklamasi C dan D disebut melanggar hukum demikian berita KOMPAS.ID tanggal 31 Agustus 2017. Lalu beberapa hari kemudian POLISI menyebutkan ada kejanggalan dalam proyek reklamasi dan KPK memanggil pihak-pihak terkait. KOMPAS.COM tanggal 8 November 2017 dan 16 November 2017.

Membaca berita KOMPAS di atas, timbul pemikiran kok sepertinya tidak lama lagi akan ada TERSANGKA? disangka karena soal perizinan ataukah soal SK HPL atau soal HGB?.

Kenapa TERSANGKA? apa kira-kira yang dilanggar? 

Setelah hunting beberapa saat, ketemulah aturannya didalam Pasal 73 UU Penataan Ruang (26/2007) yang intinya jika ada pejabat pemerintah memberikan izin tidak sesuai tata ruang maka perbuatan pejabat itu diancam dipenjarakan selama 5 tahun dan denda 500 juta. Menjadi bertambah akumulasi hukumannya ketika pejabat tersebut dikaitkan juga dengan UU Pengelolaan Lingkungan Hidup, apalagi kalau ditimpa UU TIPIKOR, dan/atau UU Pencucian Uang?. Ada banyak dasar hukum untuk menjerat pelaku! 

Aparat penegak hukum mulai dari mengendus ada/tiadanya tindak pidana penerbitan SK HPL dari Pejabat BPN Pusat, dan pengeluaran Sertipikat HPL dan Sertipkat HGB dari Pejabat BPN Jakarta Utara, atau pejabat-pejabat yang terkait dengan perizinan tanah reklamasi. Peran dan tugas Penyidik menjadi kunci mengawal negeri, dengan menggunakan hak diskresi dan subyektifitas yang diberikan undang-undang untuk menegakkan hukum, menangkap, menahan, dan  menyerahkan berkasnya ke Jaksa penuntut umum. Siapa saja yang menutup-nutupi dan/atau menghalangi penyelidikan dan penyidikan penegakan hukum pidana sama saja artinya yang bersangkutan dengan sadar akan berhadapan dengan Pasal 21 UU TIPIKOR, yang diancam penjara kurungan 6 tahun.

Kasusnya menjadi lebih terang jika dilanjutkan dengan pengendusan dan penyadapan dilakukan untuk mencari ada/tiadanya tindak kejahatan TIPIKOR yang dilakukan pejabat pemberi perizinan, SK HPL, HPL, dan HGB. Sehingga pejabat-pejabat yang bersangkutan bisa menjelaskan di depan majelis hakim mengenai kebenaran produk hukumnya, sebab orang tidak boleh dihukum jika tidak melakukan kesalahan. Sekaligus menerapkan pola follow the money yang diamanatkan UU Pencucian uang dan UU Tipikor kepada siapapun yang terlibat.

Bahwa penegakan hukum pidana umum dan penegakan pidana khusus (suap, gratifikasi, korupsi, dll) kedudukannya diatas soal administrasi, tata usaha negara, prosedural, dan SOP yang biasa didalilkan pejabat. Sebab, penegakan hukum pidana dan pidana TIPIKOR adalah hukum khusus atau leks spesialis karena bekerjanya untuk dan atas nama NEGARA dan demi KEADILAN Berdasarkan KETUHANAN YANG MAHA ESA.

SIDIK SAKTI PRAWIRA RAHARJA

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline