Lihat ke Halaman Asli

Intaglio: Batu Permata Semi Mulia yang Kecil nan Eksotis

Diperbarui: 24 Oktober 2023   21:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Intaglio dari Situs Air Sugihan, Palembang 

Kebutuhan untuk tampil menarik dengan barang-barang berkwalitas ekspor yang tidak semua orang bisa dengan mudah mendapatkannya atau membelinya tampaknya sudah menjadi watak manusia sejak dahulu sampai sekarang.  Kegemaran terhadap barang eksport yang memuaskan hasrat untuk tampil berbeda juga yang mendorong adanya perdagangan barang barang luxury. Hal itu sudah terjadi sejak terbukanya perdagangan melalui jalur laut yang membuat masyarakat di bagian barat Nusantara terlibat di dalam jaringan perdagangan internasional sejak awal sejarah.  Salah satu komoditas yang berharga dan cukup diminati oleh masyarakat Nusantara  kala itu, selain keramik China yang berkualitas dan kain sutra adalah Intaglio.  Intaglio adalah batuan permata semi mulia (semi presciuos stone) yang digores/ dihiasi dengan gambar tertentu dan kemudian digunakan sebagai mata kalung atau mata cincin. 

Teknik menghias batuan semi precious stone dengan gambar menarik sudah diketahui sejak  Peradaban Mesopotamia sekitar abad ke-5 SM dan  berlanjut pada masyarakat  Yunani dan Romawi  kuna.  Ada banyak contoh bagus dari cincin dan stempel intaglio carnelian yang diproduksi oleh pengrajin Romawi dan Yunani kuno yang masih  tersimpan di The Hermitage di St. Petersburg, Rusia.

Dalam teks kuno seperti Periplus (kronik tangan pertama pelaut) yang  ditulis sekitar abad ke-1 SM -1 M. menggambarkan rute perdagangan dari pelabuhan Laut Merah, menjelajahi pantai timur Afrika dan melintasi laut lepas ke Pantai Malabar di India dan, akhirnya, pulang kembali.   di dalam Periplus juga disinggung juga batu permata dalam inventaris barang-barang eksotik yang sebagai komoditas.

Referensi kuno dan arkeologi tidak memberikan rincian yang cukup untuk menyimpulkan dengan pasti identitas dari semua permata yang dikenal di zaman kuno dan  sumber bahannya.  Faktanya, sangat sedikit lokasi permata yang dieksploitasi pada zaman kuno yang diketahui saat ini dengan pasti.  Terkadang, bagaimanapun, batu permata itu sendiri dapat memberikan petunjuk tentang asal usulnya. Beberapa permata, seperti garnet, memiliki komposisi kimia dan struktur kristal yang berbeda yang memungkinkan dikaitkan dengan sumber bahannya. Permata lain mengandung ciri-ciri internal, atau inklusi, yang cenderung menghubungkannya dengan probabilitas tingkat tinggi ke wilayah penghasil permata tertentu.  Inklusi tiga fase bersudut karakteristik yang sering diamati pada Zamrud Kolombia, adalah contoh yang terdokumentasi dengan baik.

Mengukir batu semi precious untuk digunakan sebagai perhiasan telah menjadi seni yang sangat berharga di Asiria awal (salah satu kerajaan kuno terbesar di Asia Tenggara) dan budaya Mesir tetapi baru mulai dikembangkan di Yunani pada abad keenam SM.  Metode pengukiran pertama yang digunakan oleh orang Yunani dikenal sebagai intaglio. Intaglios terutama yang digunakan sebagai mata  cincin dan digunakan sebagai cap dengan cara membubuhkan cetakan desain ke dalam lilin atau zat lainnya. 

Orang Yunani mengukir desain di berbagai batu mulia, seperti onyx, sardonyx, agate, cornelian, sard, chalcedony, jasper, dan lapis lazuli, serta permata, seperti zamrud, sapphire, ruby, dan garnet. Setelah diukir, batu-batu ini dipasang di logam mulia (emas) sebagai mata cincin atau mata kalung. 

Tampaknya kegermaran terhadap Intaglio menyebar sampai ke India dan kemudian melalui jalur perdagangan internasional, Intaglio tersebar ke Asia Tenggara daratan dan kepulauan termasuk Nusantara.

Di Nusantara, sejumlah temuan intaglio ditemukan di Jawa dan Sumatra, Salah satunya di Situs Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Pantai Timur Sumatra.  Satu intaglio berbahan karnelian warna merah ditemukan  yang memiliki gambar kerbau dalam posisi duduk dimana kakinya dilipat di bawah tubuhnya dan dihiasi oleh bentuk bulan sabit di atas kerbau.  Intalio seperti ini ditemukan juga di situs pelabuhan kuna Oc Eo, Masa Kerajaan Funan (Vietnam) yang dipertanggalkan abad ke 3-4 Masehi (Malleret 1962: 301).  Temuan intaglio lainnya di Situs Air Sugihan terbuat dari batuan karnelian dan garnet yang bergambar angsa (hamsa) dan simbol a chakra (roda), mungkin representasi Vaisnawa atau Buddhistik. Intalio seperti ini sering ditemukan di situs  Air Sugihan. Sayangnya temuan seperti ini lebih sering jatuh ke tangan kolektor barang antik.  Tentu saja adanya kemiripan ragam hias intaglio antara Air Sugihan dan Oce-o menyiratkan adanya kontak di jalur perdagangan Air Sugihan (Pantai TImur Sumatra) - Oceo (Vietnam) pada sekitar abad ke-3-4 M, jauh sebelum Kerajaan Sriwijaya muncul di Palembang. 

Belakangan Intaglio berhias lembu dengan bulan sabit di atasnya yang  dihubungkan dengan simbol nandi di dalam agama Hindu ditemukan juga di Palembang dan Grobogan.  Bisa jadi sebenarnya intaglio ini banyak ditemukan di situs lainnya tetapi karena bentuknya yang kecil membuat intaglio kurang dikenal padahal Intaglio ini tetap popular sampai periode Islam.  Tampaknya Intaglio telah menjadi salah satu karya seni manusia yang tetap eksis melintasi ruang dan waktu yang sangat panjang bahkan sampai saat ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline