Kampung Buni Pasar Mas, Desa Buni Bakti Kecamatan Babelan, Bekasi pada tahun 1960-an, mendadak menjadi perhatian ketika seorang warganya secara tidak sengaja menemukan emas ketika beraktivitas di sawah.
Kampung Buni kemudian menjadi titik awal dari serangkaian penelitian arkeologi terkait dengan nenek moyang kita yang pernah tinggal di sepanjang pantai utara Jawa Barat sampai wilayah Cilamaya, Karawang pada masa awal sejarah (paleometalik).
Mereka (nenek moyang) kemudian dikenal sebagai masyarakat pendukung budaya Tembikar Buni karena banyak meninggalkan jejak berupa fragmen tembikar yang beraneka ragam bentuk dan ukurannya.
Salah satu temuan menarik dari serangkaian penelitian yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di tahun 1960-an adalah temuan satu gigi geraham badak Jawa di Situs Buni X.
Temuan ini juga menunjukkan bahwa habitat badak Jawa pada masa itu ada di sepanjang pantai utara Jawa Barat. Menurut Wikipedia, habitat badak Jawa memang tersebar cukup luas sampai ke daratan Asia Tenggara.
Tahun 1833 satwa ini masih di temukan di Wonosobo, Nusakambangan (1834), Telaga Warna (1866), Gunung Slamet (1867), Tangkuban Perahu (1870), Gunung Gede dan Pangrango (1880), Gunung Papandayan (1881), Gunung Ceremai (1897), dan pada 1912 masih ditemukan di sekitar Karawang.
Badak Jawa terakhir di luar Ujung Kulon yang dibunuh tahun 1934 oleh Frank (zoologist Belanda) di Cipatujah, Tasikmalaya; spesimennya tersimpan di Museum Zoologi Bogor (Sadjudin, 2015).
Wilayah yang dulunya dihuni badak diabadikan menjadi nama tempat seperti Ranca Badak di Bandung, Rawa Badak di Jakarta Utara, Kandang Badak di Gunung Gede Pangrango, dan Cibadak di Sukabumi. Saat ini Badak Jawa hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon, Indonesia dan Cat Tien, Vietnam serta menjadi mamalia paling terancam punah di dunia.
Pada masa lalu, badak diburu untuk diambil culanya dan menjadi menjadi salah satu komoditas yang ditawarkan untuk perdagangan pada masa itu. Cula badak telah dijadikan bahan obat-obatan di Cina sejak 2000 tahun yang lalu. Secara historis kulitnya digunakan untuk membuat baju baja tentara Tiongkok dan suku lokal di Vietnam percaya bahwa kulitnya dapat digunakan sebagai penangkal racun untuk bisa ular.