Tulisan ini saya buat untuk memberikan sedikit rasa tenang untuk masyarakat yang mungkin sedang parno dengan wabah Flu yang disebabkan oleh virus 2019 Novel-Coronaviorus (2019-nCoV). World Health Organisation (WHO) telah menyatakan bahwa wabah virus corona 2019 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
World Health Organisation juga pada tanggal 11 Februari 2020 telah mengumumkan bahwa "COVID-19" menjadi nama resmi dari penyakit ini, dimana "Co" merupakan singkatan dari "corona", "Vi" untuk "virus" dan "D" untuk "disease", sementara "19" adalah untuk tahun itu karena wabah pertama kali diidentifikasi pada 31 Desember 2019.2
Coronavirus itu ibaratnya kita anggap sebagai nama kelompok atau gengsternya virus, sedangkan 2019-nCoV merupakan salah satu anggotanya. Singkatnya penyakit ini disebabkan oleh virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang sebelumnya disebut 2019-nCoV.
Ibaratnya seperti penyakit Tuberkulosis (TBC), nama penyakitnya adalah TB Paru yang kita analogikan sebagai COVID-19, sedangkan nama agen penyebabnya adalah Mikobakterium Tuberkulosis sebagaimana SARS-CoV-2 sebagai penyebab COVID-19. Masa inkubasi virus antara 1-14 hari dengan perkiraan masa inkubasi rata-rata 5 hingga 6 hari menurut WHO.
Penyakit ini menyebar di melalui droplet pernapasan yang berasal dari batuk dan bersin, serta dari muntahan (referensi ini saya akses di who.int pada 27 Maret 2020), salah satunya adalah dari percikan ludah/liur saat batuk/bersin.
Hal ini membantah beberapa anggapan orang yang menyebutkan bahwa virus ini dapat menyebar melalui airborne atau menyebar melalui udara, seperti TB. Ingat, virus bukanlah benda hidup seperti bakteri TB, sehingga membutuhkan makhluk hidup untuk tetap membelah diri di luar tubuh manusia.
Virus ini masuk ke dalam sel manusia saat terhidup melalui enzim yang kita sebut sebagai angiotensin converting enzime-2 (ACE2). Angiotensin converting enzime-2 ditemukan di berbagai organ tubuh, tetapi paling banyak terdapat di sel alveolar tipe II paru. Hal ini menjelaskan mengapa paru-paru yang menjadi organ yang paling sering diserang. Bukan berarti seperti yang disebar di grup WA bahwa ketika ACE-2 meningkat seperti pada mereka yang mengkonsumsi curcuma, maka orang tersebut akan mengalami kondisi yang lebih berat.
ACE-II dalam kasus ini hanya sebagai kendaraan si Virus untuk sampai ke target sel, bukan sebagai alat yang membantu virus bereplikasi/membelah diri. Kita ibaratkan ada masa demo dari Bandung (luar sel) ke Jakarta (sel), kendaraan yang mereka pakai adalah bus (ACE-II).
Sebanyak apapun busnya, tidak akan memengaruhi kondisi virus. Kalau kita mau balikkan logikanya, kenapa tidak memberikan obat pemotong enzin ACE-II untuk menangani COVID-19 jika logika yang disebarkan di grup-grup WA itu benar.
Mereka yang terinfeksi dapat tidak menunjukkan gejala atau mengalami gejala termasuk demam, batuk dan sesak napas. Pasien yang terkena COVID-19 cenderung mengalami demam dan batuk kering. Kelelahan dan sesak napas juga merupakan indikator umum dari penyakit ini. Dahak produktif, sakit kepala, nyeri otot dan sakit tenggorokan merupakan gejala yang kurang umum terjadi pada pasien dengan COVID-19.7
Tanda dan gejala pasien yang sering dilaporkan yang dirawat di rumah sakit meliputi demam (77-98%), batuk (46% -82%), nyeri otot atau kelelahan (11-52%), dan sesak napas (3-31%) yang muncul di awal mula penyakit. Hidung tersumbat atau pilek jarang terjadi dan biasanya dikaitkan dengan hayfever atau pilek.