Lihat ke Halaman Asli

Ironi Penggusuran PT. KAI, Wujud Perebutan Hak PKL Secara Paksa

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13572197371716889952

[caption id="attachment_233300" align="aligncenter" width="565" caption="Ilustrasi/ Admin (Tribunnews.com)"][/caption]

Perjalanan tadi siang saat saya mencari buku tertalogi-nya karangan Pramudya dan catatan seorang demonstran karya Soe Hok Gie yang sengaja saya sempatkan hari ini disambut dengan puluhan massa yang berdemonstrasi di sekitar Stasiun Pondok Cina. Entah apa alasannya saya juga sempat kaget karena kios pedangang penjual buku yang ada disekitar stasiun Pocin pada tutup bahkan yang sudah dibongkar.

Seketika itu saya langsung mencoba ingin tahu kenapa tutup. Dalam penglihatan sekilas saya melihat ada spanduk dan tulisan-tulisan yang ada dikios, ternyata pedagang berdemo bersama mahasiswa UI dll. Mereka menolak kebijakan tetang penggusuran sepihak oleh PT. KAI.

Dari salah satu pedagang mengatakan “kebijakan yang dibuat jelas semena-mena”, saya lantas mencoba bertanya kepada beberapa yang ada disekitar stasiun, untuk mendapatkan informasi lebih detail, dan bersamaan ada aksi puluhan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) bersama mahasiswa lain yang menolak rencana penggusuran pedagang kaki lima (PKL) yang berdagang di Stasiun Pondok Cina

Dalam aksinya, massa membentangkan spanduk yang bertuliskan, " Tolak Penggusuran Kios-Kios Pedagang Stasiun Pondok Cina. Ayo Kita Berunding- Paguyuban Pedagang ". dari informasi yang dapat dilapangan tidak ada upaya dialog dari PT KAI, bahkan tiba-tiba hanya diberi surat pemberitahuan untuk mengosongkan. Memang ada yang saya melihat ada yang aneh, sementara kios pedangang digusur tapi di depan pintu masuk ada mini market dibiarkan saja. Ini jelas bentuk ketidak adilan dan kesemena-menaan yang dilakukan oleh pihak PT KAI. Merekapun menilai kebijakan tersebut semena-mena dan melanggar HAM. Mereka menyatakan akan terus melawan selama tidak ada pemberian ganti rugi dan relokasi kios PKL.

Argumentasi yang di jadikan alas an oleh PT KAI menggusur kios-kios pedagang di sekitar Stasiun peron dengan dalih kenyamanan penumpang. Penggusuran ini dilakukan secara sepihak tanpa negosiasi terlebih dahulu dengan para pedagang. Bahkan diantara para pedagang mengaku dan menunjukkan kontrak yang masih berjalan dengan PT KAI sampai tahun 2013, akan tetapi PT KAI sama sekali tidak mau tahu akan hal itu dan bersikukuh menggusur semua kios saat itu juga, padahal prosedur yang harus ditempuh oleh PT KAI dalam kontrak mereka dengan pedagang adalah musyawarah mufakat harus menjadi langkah awal di setiap penggusuran.

Selain itu, para pedagang pun diberi waktu yang sangat singkat untuk mempersiapkan penggusuran dan mencari sendiri tempat baru mereka, yaitu sekitar satu bulan bahkan ada yang hanya diberi waktu 15 hari, Jelas ini tidak cukup. Tindakan sepihak yang semena-mena dari PT KAI juga terlihat dengan mengerahkan tentara dan aparat bersenjata dalam penggusuran tersebut yang seharusnya dikerahkan pemerintah untuk melindungi masyarakat dari ancaman perang.

Kadang saya merenungi kondisi tersebut, kenapa pemerintah tidak ada upaya pro-aktif untuk mengajak elemen masyarakat khususnya PKL yang ada disekitar stasiun JABODETABEK. Kalau dilakukan penggusuran harusnya ada dialog agar tidak sebatas penggusuran yang dilakukan dengan paksa, tapi juga ada solusi nyata dengan menyediakan tempat atau bahkan lapak untuk berdagang agar mereka dapat pindah tanpa harus mengesampingkan tugasnya mencari nafkah.

Jelas saja pedagang merasa rugi dan kehilangan lapangan pekerjaan, karena tidak ada solusi dari tindakan penggusuran tersebut. Dari penuturan pedagang mereka juga membayar sewa kontrak per tahunnya, sehingga mereka juga tidak rela ketika dipaksa pindah, bahkan ada yang membeli kios dengan harga 50 juta.

PT. KAI harusnya bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mengantisipasi selanjutnya ketika terjadi penggusuran, bukan hanya menggusur dan membiarkan warga Negara yang bekerja seketika kehilangan lapangan pekerjaan, dan mereka otomatis kehilangan penghasilan. Jelas ini mengesampingkan dari tugas pemerintah yang harusnya melindungi dan memfasilitasi warganya untuk bias mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak. Cukup sudah ratusan warga Negara kehilangan pekerjaan dan tidak jelas menjadi penganguran. Mari kita dukung PKL bersama untuk mendapatkan haknya yang hari ini tercederai akibat penggusuran paksa, jelas ini bentuk arogansi dan kriminalisasi terlegalkan yang dilakukan PT. KAI. Saya berharap PT. KAI bisa melakukan negosiasi dengan berdialog dan mencari titik tengah solusi bersama agar pedagang pun mendapat ganti rugi yang seharusnya didapatkan mereka secara layak dan tempat relokasi yang nyaman untuk berdagang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline