Lihat ke Halaman Asli

Agustanto Imam Suprayoghie

Konsultan Komunikasi di Republik Ini

Ekonomi Umat, Kebijakan Strategis atau Taktis?

Diperbarui: 13 Maret 2018   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Depositphotos.com

22 April 2017 silam,  Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menyelenggarakan Kongres Ekonomi Umat I. Pertemuan ini dinilai tepat dan sejalan dengan prioritas pemerintah untuk mewujudkan pemerataan ekonomi.

Menerjemahkan definisi Ekonomi Umat, secara empiris penulis belum menemukan definisi yang tepat. Beberapa laman yang memuat berita tentang ekonomi umat, hanya menjelaskan bagaimana inisiatif ini bekerja. Salah satu yang menurut penulis bisa dijadikan acuan adalah statemen dari Riza Damanik -Tenaga Ahli di Kantor Staff Presiden, yang menegaskan bahwa "Inisiatif Ekonomi Umat dimaksudkan untuk memperkuat kemitraan antara pesantren, UMKM, organisasi-organisasi kemasyarakatan dengan menggandeng pihak swasta nasional, BUMN dan Kementerian serta Lembaga, sehingga terjadi kerjasama saling-menguntungkan, meningkatkan skala ekonomi, memperbaiki daya beli masyarakat, serta dapat mengatasi kesenjangan."

Dari paparan diatas, nampak bahwa kebijakan Ekonomi Umat dapat menjadi dua mata pisau yang berbeda dalam implementasinya; Menjadi sebuah kebijakan strategis dimana ujungnya nanti adalah kesejahteraan bagi mereka para penerima program  atau hanya menjadi kebijakan taktis yang semata dijadikan rezim saat ini melakukan negosiasi buying vote menjelang Pemilu 2019.

Ekonomi Umat sebagai Kebijakan Strategis

Bicara tentang ekonomi umat sebenarnya tidak terbatas pada satu agama saja. Ekonomi umat ini bisa masuk ke rana-rana yang lebih dalam dimana salah satu indikator yang digunakan untuk memastikan apakah penerima program memang layak mendapatkan bantuan atau tidak dengan melibatkan lembaga-lembaga keagamaan sebagai sensorutama. 

Di atas itu semua, kemitraan yang dilakukan untuk menjadikan kebijakan Ekonomi Umat ini sangat operasional adalah bagaimana menerjemahkan semangat gotong-royong ke dalam bentuk kegiatan Ekonomi. Harapan idealnya, diharapkan ada sebuah transformasi aktifitas ekonomi, yang tadinya cenderung model dominasi (pemilik modal melakukan penetrasi pasar dan menggandeng masyarakat sebagai underbow-nya, dengan skema dan jenis kegiatan ekonomi yang sifatnya given dari pemilik modal) berubah menjadi  model inovasi (masyarakat mengajukan konsep pemberdayaan ekonomi kepada para pemilik modal, dan pemilik modal meminjamkan/memberikan modalnya dengan beberapa prasyarat yang harus disiapkan oleh pengusung konsep).

Operasionalisasi Ekonomi Umat ini akan menarik jika pada ujungnya nanti, yang diharapkan terjadi nanti adalah (1) Timbulnya hubungan saling menguntungkan antar golongan umat (Islam) dan hubungan ini mengarah pada hal yang konstruktif, tidak destruktif (2) Munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi baru yang dapat menjadi kekuatan ekonomi kerakyatan baru, dimana kegiatan ekonomi komunitas akan terbentuk dengan tidak mengandalkan supply yang selama ini ada. Umat (Islam) bukan hanya menjadi konsumen, tapi bertindak juga sebagai pengelola dan pemilik dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang terjadi. Hal ini kemudian diharapkan dapat menjadi inspirasi bahwasannya pembangunan ekonomi umat tidak sebatas untuk membangun ekonomi semata melainkan juga untuk memperkuat persaudaraan  diantara Umat (Islam).

Secara kasat mata, beberapa kegiatan ekonomi yang telah dihasilkan dalam rangka mengoperasionalkan Ekonomi Umat ini diantaranya kegiatan kemitraan usaha  yang telah dihasilkan di antaranya meliputi pengembangan usaha SPBU mini, retail, sengon, tembakau, kacang, karet, domba, Desa Makmur Peduli Api (DMPA) serta penguatan sumberdaya manusia dibidang otomotif. Berdasarkan data dari laman KSP, enam bulan sejak Kongres Ekonomi Umat I diselenggarakan  (April 2017) telah lahir inisiatif model kemitraan dengan melibatkan 11 pelaku usaha skala nasional, 181 pondok pesantren, 1.177 UMKM, 83 koperasi, dan 24 SMK. Saat ini mungkin sudah lebih banyak.

Kedepan, akan menjadi satu tantangan tersendiri untuk menyusun sebuah konsep implementasi kegiatan terintegrasi yang mampu mengakses ke seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang suku-golongan-agama dengan menggunakan pendekatan informal yang memberdayakan lembaga-lembaga umat terlibat langsung dalam penyaluran bantuan. Ini baru bicara satu komponen, belum komponen pengawasannya seperti apa? 

Penyusunan kriteria para penerima program, bentuk program tersebut dana bergulir atau pinjaman lunak? Bagaimana pola pembinaan yang nanti akan dilakukan? Sejauh mana pemerintah akan terlibat? Sejauh mana private sektor bisa terlibat? Sejauhmana kemungkinan publik untuk memberikan respon akan kegiatan dan sebagainya. Ini yang mungkin harus segera dilakukan oleh pemerintah; melakukan sindikasi pemetaan, kontrolling dengan indikator-indikator yang bisa memastikan bahwa kegiatan ini tidak hanya bersifat taktis. 

Ekonomi Umat sebagai Kebijakan Taktis

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline