Lihat ke Halaman Asli

Agus Suwanto

Engineer

Persepsi Kita adalah Realitas Kita

Diperbarui: 31 Desember 2018   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: www.oncnursingnews.com

Berikut adalah cerita yang pernah saya dengar.

Suatu ketika ada seseorang yang sedang berjalan di jalan setapak. Dilihatnya seekor ular kobra yang besar berjarak hanya tiga langkah di depannya. Si ular menegakkan hampir separo badannya, berdesis siap menyerang siapa saja yang dianggap akan mengganggu. Orang itu sangat kaget dan ketakutan. Secepat kilat balik arah dan lari sekencang mungkin. Dia menganggap atau berpersepsi bahwa ular kobra yang mematikan tersebut akan menyerang dan mengejarnya. Untuk itulah dia lari sekencang mungkin menghndar.

Ada orang kedua yang mengalami hal yang sama. Namun, begitu dilihatnya ular kobra yang yang menjulurkan kepalanya siap menyerang, maka alih-alih berbalik dan lari, dia hanya mundur selangkah dan berdiam di tempat. Ditunggunya sesaat hingga ular kobra tersebut merunduk dan pergi. Setelah itu dia melanjutkan perjalannya kembali. Orang ini berpersepsi bahwa ular kobra memang berbahaya, tapi tidak akan menyerang apabila tidak diganggu. Bahkan ular akan selalu menghindar bila mencium sesuatu yang mengancam, dalam hal ini manusia.

Ada lagi orang ketiga mengalami hal yang sama. Begitu dilihatnya ular kobra besar di depannya, dia berteriak senang. Sesaat kemudian, dengan peralatan seadanya, dia bergerak cepat untuk menangkap ular tersebut. Dalam bayangannya ular kobra besar tersebut adalah barang berharga yang bisa diuangkan. Dia tahu persis bagaimana cara menghadapi dan menangkap ular berbahaya tersebut.

Dari ketiga orang tersebut, masing masing memiliki persepsi dan kemudian bereaksi secara berbeda terhadap sesuatu kejadian yang sama. Masing-masing memandang bahwa persepsinyalah yang benar dan nyata.

Persepsi adalah Realitas

Kita semua telah mendengar, betapa pemikiran positif dapat membuat perasaan menjadi lebih baik. Tapi kenapa bisa? Itu hanya sebuah persepsi dan bukan sebuah konsep yang 'nyata'. Memang, pemikiran positif bisa membuat kita merasa lebih baik, tapi sebagai manusia kita malah sering memilih keadaan yang sedang dirasa, yang membuat kita merasa terpuruk. Seolah-olah itu sesuatu yang nyata yang harus diterima tanpa bisa ditolak.

Apakah perasaan bahagia atau sedih adalah realitas? Atau mereka hanyalah produk imaginer dari persepsi kita? Dan hanya persepsi kitalah yang nyata? Bagaimana persepsi bekerja dengan kehidupan kita sehari-hari?

Tanpa bisa dipungkiri, persepsi telah memberi kontribusi yang besar tentang cara memandang sekaligus mempengaruhi kehidupan kita. Persepsi dapat memberi dampak positif atau negatif atas situasi yang sedang kita hadapi, tergantung bagaimana kita bereaksi dan menyikapinya.

Sebagai manusia, kita tentunya akan selalu mencari kebahagiaan dan kesehatan dalam hidup ini, dimana kita percaya bahwa kedua hal tersebut adalah dasar bagi sebuah kehidupan mapan yang sukses. Ada penelitihan ilmiah yang mendasari hal tersebut.

Memang benar bahwa orang yang lebih bahagia akan hidup lebih lama. Mereka juga cenderung menjadi lebih sehat dan lebih sukses dalam hidup. Bagi orang-orang ini, persepsi adalah sesuatu yang nyata karena pandangan dan pemikiran positif telah berkontribusi pada kebahagiaan, kesehatan dan harapan hidup lebih panjang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline