Lihat ke Halaman Asli

Agus Suwanto

Engineer

Tuhan, Dia yang Supernatural atau Supertechnological?

Diperbarui: 7 Februari 2018   09:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto:mestereink.network.hu

Sejak kecil saya diajarkan oleh orang tua dan guru agama bahwa Tuhan itu ada. Tuhan yang menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya, termasuk manusia dan mahkluk-mahluk lain. Tuhan ada, namun keberadaanNya berada di luar kemampuan akal manusia. Sejak kecil saya mendengar bahwa Tuhan cukup berkata 'jadilah', maka seketika terjadi apa yang diinginkanNya.

Guru agama saya menceritakan bahwa bumi ini diciptakanNya dalam kurun waktu 'tujuh hari', enam hari buat mencipta dan hari ke tujuh untuk Tuhan beristirahat setelah mencipta. Sebagai orang yang beragama, saya masih meyakini bahwa Tuhan itu ada, hanya saja keyakinan akan gambaran Tuhan yang sudah berubah. Saya menganggap Tuhan bukan lagi sosok gaib yang supernatural seperti masa kecil dulu.

Tuhan Bukan Tukang Sulap

Tuhan bukanlah seperti tukang sulap yang membuat sesuatu hanya dengan sekali mengucap 'mantra'. Sebab, faktanya alam semesta ini tercipta melalui proses yang sangat rumit dan butuh waktu yang sangat lama. Alam semesta bermula dari sebuah dentuman besar atau sering disebut big bang yang terjadi sekitar 13,7 Milyar tahun lalu. Galaksi Bima Sakti, tempat Matahari kita berada, awal terbentuk mulai sekitar 600 juta tahun setelah big bang. Sementara Matahari beserta planet-planetnya termasuk Bumi muncul sekitar 4,5 Milyar tahun lalu atau sekitar 9,2 milyar tahun setelah big bang.

Jadi, sangatlah tidak pantas,Tuhan pencipta alam semesta beserta segala kehidupan di dalamnya yang sangat kompleks ini, dipandang bagaikan seorang artis penghibur layaknya pesulap yang hanya berkata 'jadi' dan kemudian terjadi. Keyakinan 'Tuhan yang pesulap' memang mudah dan menyenangkan, namun sebenarnya keyakinan tersebut menipu, karena memasukan Tuhan hanya dalam candaan imajinasi kita saja. Hal ini justru mengurangi keagungan Tuhan itu sendiri beserta karya ciptaanNya.

Saya tidak lagi lagi menggambarkan Tuhan seperti masa kanak-kanak dulu, dan saya pun yakin ada banyak orang lain yang sependapat. Saya lebih suka mempercayai bahwa Tuhan adalah Dia yang maha cerdas melebihi siapapun juga. Dia selalu memberi nilai dan tujuan terhadap semua hal yang diciptakanNya, serta telah juga mempertimbangkan segala konsekwensinya.

Manusia adalah Gambaran Allah Sendiri

Tertulis dalam kitab Kejadian 1:27, 'Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya'. Ya benar, jika kita melihat ke cermin, maka ada rupa Allah dalam diri kita. Secara alamiah ,Tuhan ada dalam diri kita, sebagai inti jati diri diri kita, siapa kita dan kemampuan apa bisa kita miliki.

Selain itu Tuhan juga memberi kita kehendak bebas, yang dengan kemauan dan kekuatan bisa menentukan nasib kita sendiri. Kita bisa melakukan perbuatan baik atau jahat tanpa Tuhan campur tangan. Namun begitu, sejatinya Tuhan berkeinginan agar kita sebagai manusia terdorong untuk selalu hidup lebih baik di masa depan. Pertanyaannya adalah, apakah kita hanya akan melayani dan menyembah Dia, atau akan menjadikan dunia ini menjadi tempat yang lebih baik?

Kita diciptakan menurut gambarNya dan itu berarti mencangkup kemungkinan untuk berpikir seperti Dia, meski kita masih sangat-sangat jauh dari seperti Dia. Namun jangan lupa, Tuhan memberi alat kepada kita untuk bisa belajar dan akhirnya menemukan cara untuk menjadi seperti Dia. Alat tersebut adalah otak atau pikiran kita.

Dengan Teknologi, Manusia Berlaku Menjadi seperti Tuhan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline