Lihat ke Halaman Asli

Agus Suwanto

Engineer

Pesawat Nirawak Sang Pembunuh Nurani

Diperbarui: 6 November 2017   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: scout.com

Saya termenung cukup lama sesaat setelah membaca berita tentang 'Drone AS Serang Militan ISIS di Somalia'. Termenung bukan hanya karena ISIS sudah merambah kuat di benua Afrika, namun saya lebih termenung, atau tepatnya tercenung dengan penggunaan drone sebagai alat pembunuh.

Sebenarnya sudah cukup sering mendengar dan membaca berita tentang penggunaan dronesebagai alat pembunuh, namun entah mengapa, rada pedih hati ini ketika membayangkan cara penggunaan drone dan akibat yang ditimbulkannya. Membayangkan hanya dengan sekali pencet pada tombol 'joystick', seseorang mampu membunuh orang lain bahkan meluluhlantakkan sebuah tempat yang ribuan kilometer jauhnya, sungguh mengusik hati nurani.

Apalagi yang dilihat oleh sang pilot drone akibat tindakannya hanyalah berupa munculnya sebuah gumpalan warna hitam di layar komputernya, kemudian diikuti gambar tempat yang terbakar dan porak poranda. Terlihat juga kemudian beberapa titik-titik seperti semut yang bergerak menjauh. Kenyataannya, yang terlihat seperti semut tersebut adalah orang-orang yang masih hidup dan berlari atau sekedar merangkak menjauh dengan ketakutan serta dengan tubuh yang penuh luka.

Perut ikutan mules ketika membayangkan ada dua-tiga orang sedang memainkan game 'perang-perangan' di depan komputer. Saat bersamaan di suatu tempat yang ribuan kilometer jauhnya, mengalami kejadian bencana yang mengerikan. Bangunan beserta orang-orang di dalamnya hancur, luluh lantak akibat jatuhnya bom atau misil dari permainan game tersebut.

Drone, Mesin Pembunuh

Seperti diketahui, drone adalah pesawat tanpa awak. Jadi, penggunaan drone untuk senjata berarti membuatnya seperti pesawat tempur, hanya saja tanpa pilot yang ikut terbang. Setelah drone diterbangkan dari tempat yang bisa menjangkau sasaran, kemudian kontrol diambil alih oleh tim pilot yang mengendalikan drone tersebut melalui jaringan satelit.

Dalam kasus pemboman di Somalia ini, pilot yang terdiri dari dua hingga tiga orang berada jauh dari daerah konflik, tepatnya di darerah gurun, Nevada, AS. Mereka duduk di sebuah ruangan khusus yang kecil dengan layar komputer di depannya. Satu orang menerbangkan drone, sedangkan yang lain bertugas untuk menembakan misil dengan memencet tombol joystick yang digenggamnya.

Melalui layar komputer, mereka menggerakan drone dan mengarahkan misil ke sasaran yang telah ditentukan. Ada juga orang ketiga yang bertugas untuk melakukan komunikasi dengan atasan dan petugas lapangan lainnya.

Drone, Membunuh Nurani sang Pilot

Menurut survey yang dilakukan oleh Angkatan Udara AS, menunjukan bahwa sekitar 46% dari pilot drone Reaper dan Predator menderita stres operasional yang tinggi. Meski begitu, dengan alasan efektifitas, pemerintah AS dan negara-negara maju lainnya akan terus mengembangkan drone sebagai senjata pembunuh yang efisien. Ini artinya, kedepan akan banyak orang-orang memainkan game 'perang-perangan' dengan target nyata.

Yang menggelisahkan penulis adalah, dengan drone terjadi dua pembunuhan sekaligus. Pertama adalah misil yang diluncurkan mampu membunuh secara fisik target sasaran. Yang kedua, drone juga akan membunuh secara perlahan 'nurani' dari para pilot yang menjalankannya. Suatu saat, sang pilot tidak akan merasa bersalah lagi dan menganggap hanya sebagai permainan video game biasa saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline