Lihat ke Halaman Asli

Agus Suwanto

Engineer

Dengan Membawa Prihatin, SBY Akan Turun Gunung

Diperbarui: 6 Februari 2017   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kompas.com

Sekali lagi, karena PRIHATIN, sesuatu yang sudah menjadi trademark dirinya, SBY memutuskan turun dari gunung ‘Cikeas’, untuk ikut terjun langsung dalam gelanggang perebutan kekuasaan di Jakarta.

"Saya ini sebetulnya seorang veteran. Saya dulu berdiri di panggung kampanye pada pemilihan presiden tahun 2004 dan 2009. Mestinya saya sudah pensiun. Tetapi mengapa kali ini saya turun gelanggang, karena saya melihat situasi yang memprihatinkan. Situasi Jakarta dan situasi Tanah Air kita," kata SBY pada apel siaga Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (4/2/2017).(Sumber: Kompas.com)

AHY Yang Membuat SBY Prihatin

Tentunya, alasan SBY turun gunung, karena merasa prihatin dan bertanggung jawab untuk merubah Jakarta menjadi lebih baik, makin maju, tidak terus goncang seperti sekarang ini. Menurutnya, pemimpin Jakarta sekarang tidak punya hati terhadap warganya sendiri. Pemimpin sekarang, hanya bisa membuat jarak antar sesama warga Jakarta.

Akibat  keprihatinan ini, maka SBY dengan sangat yakin menyodorkan putranya yang ganteng dan pasangannya yang mantan none Jakarta,  agar dipilih menjadi pemimpin yang akan merubah Jakarta ke arah yang lebih baik.

Namun penulis melihat, bahwa keprihatinan SBY yang sebenarnya adalah prihatin terhadap Agus, anaknya sendiri. Dia prihatin, bahwa Agus masih belum ‘mudeng’ terhadap konsep ‘rumah apungnya’, sehingga tidak bisa menjelaskan secara gamblang. Dia prihatin, Agus masih belum mampu menjelaskan perbedaan mendasar antara menggeser dan memindahkan penduduk dari bantaran sungai. Dia tambah prihatin, ketika Sylvi yang diharapkan membantu, malah tersandung hukum.

SBY semakin prihatin, ternyata ungkapan-ungkapan filosofis Agus, yang banyak di sisipi kata-kata asing, dalam setiap menjawab pertanyaan-pertanyaan teknis lapangan, tidak menarik lagi buat kalangan berakal. Padahal, sepuluh tahun lalu ungkapan-ungkapan itu selalu dapat membuai siapa saja yang mendengar. Sekarang, bukannya menarik, malah bully yang dipetik. “Sungguh memprihatinkan, perubahan nalar masyarakat sekarang ini”, mungkin begitu keluhnya.

Mantan Presiden ini semakin memuncak keprihatinannya sekaligus kekawatirannya, manakala elektabilitas Agus-Sylvi malah menurun. SBY sungguh prihatin, setelah debat KPU yang kedua, paslon nomor satu ini turun dan berada pada posisi buncit. Menurut Charta Politika elektabilitas AHY-Sylvi 25,9%, sementara menurut Poltracking Indonesia sebesar 25,75%.

Makanya, wajar saja bila sang Mantan Presiden selama 10 tahun ini, akan ikut terjun langsung dan blusukan kampanye ke sudut-sudut kota. Dipastikan, SBY akan mengeluarkan segala pengalaman dan taktiknya, terutama jurus ‘saya mengerti dan saya prihatin’, dalam meraih simpati warga untuk menaikan elektabilitas anaknya, sekaligus memenangi pertandingan Pilkada ini.

Keprihatinan SBY vs Fakta Lapangan

Saat SBY turun gunung untuk ‘blusukan’ berkampanye di seluruh pelosok kota Jakarta, bisa jadi akan heran tanpa harus prihatin lagi, ketika melihat sungai-sungai sudah bersih dan lancar mengalir, sesuatu yang tidak pernah dilihat saat dia menjabat. Ketika nanti blusukan ke daerah Jakarta Timur, tepatnya di Pedongkelan, Pulogadung, akan heran juga, karena melihat pemandangan waduk dengan airnya yang bersih tanpa tertupi enceng gondok. Membuat mata berseri, tidak pedih lagi seperti dulu. Blusukan kampanye, bisa sekalian berdarmawisata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline