Lihat ke Halaman Asli

Intrik atau gosip politik di pedesaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kejadian ini terjadi hampir dua tahun lewat berkaitan dengan tugas pengendalian flu burung di Kampung Sarimukti, Desa Tanjung, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang.  Diawali dengan mengadakan sosialisasi pada hari yang telah dipersiapkan.  Surat undangan telah disebarkan tiga hari sebelum hari pelaksanaan, kepada semua tokoh ataupun pemimpin masyarakat yang dianggap berpengaruh, dari warga biasa sampai camat.

Apa lacur.  Jumlah undangan yang datang tidak seperti yang diharapkan. Lebih mengejutkan lagi sebagian yang hadir adalah kaum wanita setengah baya.  Tokoh LSM yang dianggap sebagai penentang program kerja pemerintah tidak  menampakkan diri, dihubungi berkali-kali melaui sms dan telepon genggam tidak memberikan balasan.  Untuk lebih memanjakan dan menyenangkan partisipan yang belum hadir, termasuk ketua LSM, dijemput  berkali-kali dari kediamannya baik dengan kendaraan roda empat maupun roda dua.

Setelah tertib protokoler pertemuan dilewati.  Acara beranjak pada diskusi.  Pada gilirannya, saya bertanya kepada partisipan. "Siapa diantara para ibu dan bapak yang memelihara unggas?".  Hanya sedikit yang mengangkat tangan dan sebagian besar adalah ibu-ibu setengah baya serta rata-tata menyebutkan jumlah tidak lebih dari sepuluh ekor unggas.  Dengan menjelaskan lebih dalam dari tujuan pertemuan tersebut dan dengan transparan pula disebutkan besaran jumlah dana yang akan dikelola secara swadaya oleh warga setempat.  Saya mengulangi pertanyaan yang sama.  Ternyata hampir semua partisipan mengangkat tangan dan menyebutkan jumlah lebih dari sepuluh ekor,

Sore hari pertemuan dihentikan dan akan dilanjutkan pada sore hari berikutnya.  Keputusan diambil karena tidak ada kesepakatan terutama  dalam menentukan kepengurusan kelompok.  Kendala utama terutama datang dari LSM yang tidak menyetujui program tersebut dengan alasan bahwa kegiatan ini dianggap akan mematikan unggas di kampung tersebut.  Disamping itu ada beberapa aparat pemerintahan setempat menginginkan dana yang akan dikelola dialihkan dalam bentuk kegiatan lain.

Pertemuan berikutnya tetap menemui jalan buntu dan dilanjutkan sehari kemudian.  Dengan lobi-lobi yang alot akhirnya pertemuan ketiga memberikan hasil cukup melegakan semua pihak.

Selidik punya selidik dan informasi yang dapat dikumpulkan sebelumnya bahwasanya di kampung tersebut telah terjadi ketidak harmonisan hubungan sosial-ekonomi-politik.  Pertama, perusahaan peternakan dengan dukungan aparat pemerintahan setempat memaksakan penduduk untuk tidak memelihara unggas tetapi diganti domba atau kambing,  Kedua, penduduk menganggap bahwa segala kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan unggas merupakan strategi perusahaan untuk melenyapkan unggas lokal milik masyarakat.  Ketiga, penduduk kampung tersebut tidak mempercayai kepemimpinan formal pemerintahan desa setempat yang dianggap telah menyelewengkan pemanfaatan dana-dana terdahulu.  Kelima, LSM menginginkan keterlibatan lebih jauh dalam mengelola dana bantuan di masyarakat.  Keenam, LSM menginginkan bantuan finansial dari perusahaan di kampung tersebut.

Namun demikian setelah sering mengadakan pertemuan yang terbuka akhirnya kegiatan tersebut dapat dijalankan oleh masyarakat setempat.  Pihak-pihak yang berkepentingan mulai memahami posisi masing-masing dan keharmonisan komunikasi bisa meredam intrik dan gosip.  Semoga masyarakat pedesaan bisa dibimbing menjadi lebih cerdas.  Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline