Lihat ke Halaman Asli

agus siswanto

tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Ketika Momen Pembagian Rapor Kehilangan "Kesakralannya"

Diperbarui: 25 Juni 2024   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrasi penerimaan rapor di sebuah sekolah (Sumber gambar: sieedo.com)

Tiga puluh dua tahun menggelut profesi guru baru tahun-tahun belakangan ini sering dibuat dongkol dengan orang tua murid. Perasaaan kerja banting tulang enggak dihargai sama sekali.

Momen itu adalah momen pembagian rapor. Momen yang seharusnya menjadi momen penting dan sangat berharga bagi orang tua. Masalahnya, menyangkut masa depan anak.

Nah, yang bikin saya dongkol apalagi kalau bukan respon orang tua saat menerima rapor tersebut.

Begitu nama anaknya dipanggil, si orang tua tersebut maju ke depan. Sebelum menerima rapor. Dia tanda tangan bukti penerimaan rapor tersebut. Setelah itu, tanpa membuka rapor menyalami saya dan ucapkan terima kasih.

Begitu saja.

Tidak tanya anaknya ranking berapa, di kelas bagaimana, ada masalah tidak, dan lain-lain.

Padahal penginnya saya sebagai guru, minimal ada dialog. Atau kalau enggak, ya pura-pura membuka rapor dan melihat deretan nilai yang diraih anaknya.

Tapi, ini tidak.

Rapor itu laporan prestasi anak selama satu semester

Jika kita melongok fungsi rapor sebenarnya, harusnya orang tua punya rasa kepo yang cukup tinggi. Pasalnya, rapor adalah laporan prestasi anak dalam satu semester.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline