Dalam dua hari belakangan ini, teka-teki tuntutan hukuman atas Ferdy Sambo dan kawaan-kawan terbuka. Masing-masing pihak telah menerima tuntutan hukuman yang dibacakan JPU sesuai dengan peran masing, mulai dari 8 tahun penjara, hingga hukuman seumur hidup.
Seperti yang ditakutkan berbagai pihak, tuntutan yang muncul dari mulut JPU, ternyata dipandang jauh dari harapan. Hukuman yang harus mereka terima, dirasa tidak sepadan dengan apa yang telah mereka lakukan. Sehingga tidak heran berbagai pihak, apalagi keluarga Brigadir J sangat tidak puas.
Dampak dari tuntutan yang dianggap terlalu ringan itu, melahirkan berbagai bentuk ketidakpuasan. Kecuriaan akan adanya 'settingan' dalam proses peradilan pun bermunculan. Mulai dari obrolan ringan, hingga forum-forum diskusi dengan menghadirkan berbagai pakar. Sesuatu yang tidak dapat dihindari, sebab kasus ini memang memenuhi ruang publik dalam 3 bulan belakangan ini.
Salah satu sorotan ketidakpuasan sebagian besar masyarakat adalah tuntutan hukuman atas Putri Candrawati yang hanya 8 tahun penjara, potong masa tahnan. Tuntutan ini dianggap terlalu ringan, sebab justru Putri Candrawatilah awal dari peristiwa pembunuhan ini. Tindakan Ferdy Sambo menghilangkan nyawa Brigadir J secara nalar berawal dari laporan Putri Candrawati.
Selain itu, berdasarkan beberapa keterangan dari Bharada E, Putri Candrawati pun diduga turut serta dalam perencanaan tersebut, dan terlibat dalam skenario Ferdy Sambo. Sehingga jika Putri Candrawati harus mendapat hukuman, tidak terlalu jauh dari tuntutan atas Ferdy Sambo.
Hal lain yang tak kalah menarik adalah 'kejutan' yang didapat oleh Bharada E. Tidak dapat dimungkiri, tuntutan hukuman 12 tahun potong masa tahanan jelas sangat jauh dari bayangan Bharada E dan tim pembelanya. Posisi justice collaborator ditambah rekomendasi dari LPSK selama ini dianggap sebagai faktor yang akan meringankan hukukan bagi dirinya. Bahkan bisa saja terbebas dari jerat hukuman. Namun kenyataanya, justru tuntutan 12 tahun penjara yang diterima, lebih berat dari tuntutan terhadap Putri Candrawati.
Hal-hal inilah yang mengemuka dalam beberapa perbincangan yang ada. Demikian pula tuntutan hukuman atas Ferdy Sambo. Meskipun JPU telah menyatakan tuntutan hukuman seumur hidup, tetap juga dianggap tidak setimpal dengan tindakannya. Menurut sebagian orang, tuntutan hukuman mati adalah tuntutan yang pas.
Hal lain yang tak kalah menarik adalah 'kejutan' yang didapat oleh Bharada E. Tidak dapat dimungkiri, tuntutan hukuman 12 tahun potong masa tahanan jelas sangat jauh dari bayangan Bharada E dan tim pembelanya. Posisi justice collaborator ditambah rekomendasi dari LPSK selama ini dianggap sebagai faktor yang akan meringankan hukukan bagi dirinya. Bahkan bisa saja terbebas dari jerat hukuman. Namun kenyataanya, justru tuntutan 12 tahun penjara yang diterima, lebih berat dari tuntutan terhadap Putri Candrawati.
Namun mau dibilang apa, ibarat nasi sudah menjadi bubur. Tuntutan JPU sudah dibacakan, tentu saja setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan apa yang mereka yakini. Kini kita hanya tinggal menunggu proses hukum selanjutnya yang masih panjang dan akan menguras emosi dan energi. Satu-satunya yang dapat ditunggu adalah vonis yang akan diketuk oleh hakim. Bisa saja vonis itu akan lebih ringan, mungkin juga lebih berat, seandainya hakim mempunyai pertimbangan lain. Posisi ini ibarat bola panas yang harus dipegang hakim, berapa pun vonis yang diketuk nanti, pasti akan menimbulkan ketidakpuasan dari salah satu pihak. Maka kita tunggu saja.
Lembah Tidar, 19 Januari 2023