Malam ini Maroko kembali mengadu nasibnya di Piala Dunia 2022. Kekalahan yang diderita dari Perancis, membuat mereka hanya berkesempatan memperbutkan tempat ketiga dengan sang kuda hitam, Kroasia. Kalah atau menang, Maroko sudah membuat sejarah, itu pasti.
Perjalanan panjang Maroko hingga menembus babak semi final Piala Dunia 2022, beberapa hari ini menjadi topik pembicaraan di seluruh penjuru bumi ini. Bahkan di tempat saya, para emak yang biasanya tidak bersentuhan dengan sepak bola, turut serta membahasnya. Dan terkadang lebih heboh dibandingkan para bapak. Inilah pesona yang ditampilkan Maroko.
Namun bagi saya sendiri mohon maaf, biasa-biasa saja menanggapainya. Termasuk saat Maroko mampu membuat Cristiano Ronaldo gegara harus mengubut impiannya untuk menutup karir dengan happy ending, minimal mancapai babak final. Menurut saya, apa yang dicapai Maroko biasa saja, dan sudah wajar jika Maroko mampu mencapai tahapan itu.
Pendapat ini sebenarnya sudah mau saya sampaikan kemarin-kemarin, terutama pada teman-teman yang maaf kurang paham sepak bola. Akan tetapi dalam rangka menjaga perasaan mereka, maka saya simpan pendapat ini.
Mengapa saya mengatakan wajar? Sebab para pemain Maroko adalah para pemain yang sudah banyak mencicipi atmosfer sepak bola Eropa. Tengok saja Hakim Ziyech (Chelsea),
Yassine Bounou (Sevila), Achraf Hakimi (PSG), Noussair Mazraoui (Bayern Munchen), Nayed Aguerd (West Ham), Jawad al Yamiq (Real Valladolid), Sofyan Amrabat (Fiorentina), Azedine Ounahi (Angers), Ilias Chair (QPR), dan beberapa pemain lagi. Dari 21 pemain Maroko hampir tiga perempatnya merumput di liga-liga top Eropa.
Alasan inilah yang membuat saya tidak bergitu heran. Artinya untuk bertarung dengan para pemain top Eropa, Amerika, Afrika dan Asia, nyali mereka jelas tidak perlu diragukan.
Saya akan lebih kagum jika yang berada di babak semi final adalah wakil dari Asia. Entah Jepang, Korea Selatan, Australia atau negara-negara Teluk. Jika mereka yang maju saya akan angkat jempol dua dengan setinggin-tingginya.
Pendapat ini pun bukannya tanpa dasar. Jika dibandingkan dengan negara-negara Afrika, Asia tampak tertinggal jauh, apalagi dengan Maroko. Sebab jika di tim Maroko hanya segelintir pemain yang tidak merumput di Eropa, maka di Asia justru sebaliknya. Hanya segelintir pemain Asia yang merumput di Eropa dalam sebuah tim dari Asia.
Perbedaan inilah yang membuat pencapaian kedua benua berbeda. Diakui atau tidak keberadaan para pemain yang merumput di Eropa, akan menjadi pembeda yang luar biasa. Sehingga ketika Maroko bisa hebat, dapat dikatakan karena adanya "campur tangan" Eropa, berupa kesempatan menikmati aroma persaingan sepak bola Eropa.