Lihat ke Halaman Asli

agus siswanto

tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Akhirnya Remko Bicentini pun Bicara

Diperbarui: 28 September 2022   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Remko Bicentini menyindir kepemimpinan wasit dalam laga semalam yang menjadi salah satu penyebab kekalahan Curacao (sumber: okeone.com)

Raut muka Remko Bicentini, pelatih Curacao tadi malam tampak sangat kusut. Lebih kusut dibandingkan dengan saat harus menelan kekalahan 2-3 pada laga pertama. Sebab pada saat itu dia masih bisa berharap dapat menebus kekalahan itu di laga kedua. Namun apa mau dikata, gol cerdik sang supersub, Dendy Sulistyawan mengubur impian itu. Skor 1-2 pun harus ditelah oleh Curacao.

Pasca kekalahan tersebut, muncul komentar sang pelatih atas kekalahan itu. Setelah menyampaikan sanjungan, muncul nada minor dari bibirnya. Apalagi kalau tidak menyalahkan sang pengadil dalam laga tadi malam. Mudahnya Xaypaseth Phongsait, sang pengadil dari Laos meniup peluit, dianggap merusak irama permainan Curacao. Permainan cepat yang mereka terapkan menjadi ambyar karenanya.

Tudingan kedua yang muncul dari bibir sang pelatih kemudian menyasar pada level kompetisi. Dengan gestur yang tidak enak, dia menyindir level kompetisi yang dianggap tidak selevel dengan mereka. Entah dalam hal ini apa yang dia maksud. Apakah dalam level kompetisi mereka berbagai pelanggaran keras yang terjadi selama laga menunjukkan level kompetisi mereka lebih tinggi. Tampaknya hanya Remko Bicentini yang tahu.

Kembali pada masalah wasit, tampaknya ini seperti lagu klasik yang sering dinyanyikan seorang pelatih saat kesebelasan yang dilatih menghadapi kekalahan. Sebab cara ini mungkin cara paling aman untuk bersembunyi dari kekalahan yang diterima. 

Namun apabila melihat intensitas pelanggaran yang terjadi selama laga berlangsung, apa yang disampaikan oleh Remko Bicentini tidak pas. Lima kartu kuning, ditambah satu kartu merah selama laga berlangsung menunjukkan kerasnya pertandingan tadi malam.

Kerasnya pertandingan tadi malam sebenarnya satu hal yang wajar. Kengototan para pemain Curacao menekan para pemain Indonesia, bukanlah tanpa sebab. Rasa frustasi yang mereka alami, salah satunya menjadi pemicu pertandingan tadi malam. 

Harga diri mereka yang merasa terinjak karena kekalahan pada laga pertama, membuat mereka ingin membalasnya. Namun ironisnya justru mereka berada di bawah tekanan pemain Indonesia, meskipun mereka memenangi penguasaan bola.

Postur tinggi mereka, justru menjadi bulan-bulanan kecepatan dan kelincahan para pemain Indonesia. Sehingga beberapa kali pemain Indonesia harus mengerang kesakitan saat laga berlangsung seperti Pratama Arhan, Egy, Witan Sulaiman maupun Rahmat Irianto. 

Dari  nama-nama tersebut Pratama Arhan dan Rahmat Irianto yang paling banyak merasakan hantaman para pemain Curacao. Puncaknya adalah takel Juninho pada Marcelino yang berujung pada kartu merah terhadap Juninho.

Lepas dari apa yang diucapkan Remko Bicentini apresiasi tinggi patut diberikan pada Shin Tae-yong. Upayanya selama ini telah mampu membangun mental para pemain Indonesia. Sikap ngotot dan ngeyel khas pemain Korea Selatan telah merasuk dalam tubuh mereka. Selain itu faktor stamina yang selama ini menjadi penyakit turunan para pemain Indonesia, perlahan mulai lenyap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline