Lihat ke Halaman Asli

agus siswanto

tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Potensi Kegaduhan Baru

Diperbarui: 31 Maret 2022   20:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: tempo.co

Ada sesuatu yang selalu menarik di negeri kita ini. Apalagi kalau bukan rangkaian kegaduhan yang ada di sekitar kita. Mengenai sumbernya, macam-macam. Bisa dari pemerintah sendiri, ulah selebritis, perilaku sembrono warganya, dan lain-lain. Dan parahnya, zaman sekarang era sosmed berkuasa, maka dapat dipastikan satu kegaduhan kecil saja, gaungnya pasti akan jauh ke mana-mana.

Masih belum lepas dari benak kita akan geger emak-emak terkait kebutuhan primer mereka, apalagi kalau bukan minyak goreng. Kelangkaan, sekarang sudah tidak lagi. Tapi yang ada ganti harga, bukannya naik harga. Sebab kenaikkaannya hampir 100%.

Nah beberapa hari ke depan, tampak ada 2 potensi kegaduhan yang bakalan meramaikan ruang publik. Di mana kegahduhan tersebut sangat sensitif dan akan memancing reaksi dari kedua belah pihak.

Kegaduhan pertama dari sektor energi. Beberapa hari belakangan, beredar kabar akan naiknya harga pertamax, dari 9 ribu menjadi 16 ribu rupiah untuk setiap liternya. Alasan yang digunakan rasional, kenaikan harga minyak mentah sampai di atas 100 dollar per barel. Penyebab secara tidak langsung adalah berkecamuknya Perang Rusia -- Ukraina.

Meskipun pengguna pertamax tidak sebanyak pengguna pertalite, tapi tetap akan berdampak juga. Dampak yang paling mungkin adalah migrasi mereka kembali ke selera asal. Apalagi kalau tidak menggunakan pertalite lagi. Masalah enggak? Jelas bermasakah. Migrasi mereka akan membuat pasokan pertalite harus ditingkatkan. Sementar pertalite sendiri berada dalam posisi subsidi. So akan terjadi pembengkakan subsidi BBM.

Kegaduhan kedua, berasal dari lingkungan TNI. Dalam rapat penyusunan aturan seleksi penerimaan calon prajurit TNI, Jendral Andika Perkasa menghapus dan mengeluarkan sejumlah aturan baru. Paling tidak ada 3 poin penting yang disampaikan Jendral Andika Perkasa pada rapat tersebut.

Dari 3 poin penting tersebut penghapusan aturan nomor 4 yang rawan mengundang kegaduhan. Di mana pada aturan nomor 4 berupa larangan bagi keturunan PKI untuk mendaftar menjadi prajurit TNI. Dalam penyampaiannya, sang jendral juga menggunakan TAP MPRS nomor 25 tahun 1966. Namun penerjemahan yang dilakukan berbeda dengan yang sebelumnya.

Disadari atau tidak, keputusan ini jika benar-benar dilaksanakan akan mengundang kegaduhan baru di masyarakat. Harus diakui, hingga saat ini masih ada "trauma" mendalam dari sebagian kalangan dengan kejadian tanggal 30 September 1965. Sebagian besar orang masih menganggap PKI sebagai ideologi, tetap sebuah ancaman. Dan ini mungkin juga yang dirasakan oleh sebagian anggota TNI sendiri.

Di satu sisi keputusan ini mendapat apresiasi dari Komnas HAM dan Imparsial. Menurut mereka, ini adalah satu jalan menuju rekonsiliasi nasional. Sebuah keinginan yang selama ini hanya bermain di ranah wacana. Kekurangrelaan dari kedua belah pihak untuk mengaku salah, menjadi kendala utama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline