Bagi Kompasianer yang seusia dengan saya, 50 tahunan, pasti pernah akrab dengan majalah satu ini. Terutama para kompasianer yang hobi banget dengan membaca. Jujur, saat itu hobi membaca untuk anak seumuran kita saat itu, terlampiaskan lewat berbagai komik dan majalah yang ada. Untuk anak seusia itu, belum merambah ke novel.
Sebagai majalah pada saaat itu, Hai tampil luar biasa. Majalah yang digawangi oleh Arswendo Atmowiloto ini, mampu menempatkan diri secara khusus di hati anak-anak. Padahal pada saat itu ada beberapa majalah lain yang lebih dahulu eksis. Untuk majalah anak-anak, saat itu sudah ada si Kuncung, Bobo (saudara kandung Hai), Kawanku, Ananda, dan lain-lain.
Sedangkan untuk mereka yang sudah lewat masa anak, ada majalah Gadis. Nah Hai mampu tampil di antara dua generasi tersebut. Perlu diketahui saat pertama kali muncul, Hai tidak pernah menyentuh tentang artis atau music. Penampilannya masih pure alias murni. Sentuhan bidang itu muncul pada periode berikutnya.
Kemampuan Hai membaca pasar terlihat kentara. Dalam setiap edisinya, ada perpaduan menarik antara komik dan beberapa cerita pendek maupun serial dan juga bersambung. Dua hal ini menjembatani dua generasi yang ada pada masa transisi. Beda dengan Bobo. Bobo tampilannya sangat anak-anak sekali. Mulai dari keluarga Bobo, Paman Kikuk, Negeri Dongeng maupun Bona dan Rongrong.
Melalui Hai, anak-anak tanggung pada saat itu, seperti saya, dikenalkan dengan beberapa figur. Mulai dari Kekaisaran Trigan, Imung sang detektif cilik, Kiki dan komplotannya dan beberapa figur lain.
Kepandaian Hai meramu semuanya membuat saya dan teman-teman seakan terlempar pada suasana yang tergambarkan. Betapa kami dibuat tegang dengan konflik dalam Kekaisaran Trigan, turut mengerutkan dahi saat Imung dan Situmeang melakukan penyelidikan. Termasuk menikmati bengalnya si Kribo, Kiki dan komplotannya. Hari terbit Hai yang hanya seminggu sekali, membuat rindu ini menggunung. Tak heran jika kami harus berlangganan agar tidak kehabisan di pengecer.
Bagi saya sendiri, menikmati Hai selalu memberikan kesan tersendiri. Kalau saya anak orang kaya seperti beberapa teman, gampang tinggal langganan bulanan. Dijamin setiap minggu loper koran akan mengirim ke rumah. dan setiap bulan bon tagihan datang.
Bagi saya yang anak PNS golongan I, untuk mendapatkan Hai butuh perjuangan khusus. Saya dan adik biasanya harus menyisihkan uang jajan setiap hari. Dan pada saat Hai terbit, kami memburunya ke toko buku yang ada. Perburuan ini bukan hal yang mudah. Keberadaan kami di kota kecil, tak urung membuat saya harus adu cepat untuk mendapatkannya. Bias anya sepulang sekolah, saya mampir ke toko buku.