Lihat ke Halaman Asli

agus siswanto

tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Fenomena Travel Gelap di Masa Pandemi

Diperbarui: 15 Mei 2020   14:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: suara.com

Penyampaian Direktur Lantas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo tentang penangkapan 228 travel gelap selama penerapan larangan mudik sebenarnya bukan hal yang aneh. Dalam artian modus seperti itu pasti akan terjadi. Apalagi masyarakat kita sejak dahulu terkenal paling pandai dalam mencari celah terhadap sebuah aturan.

Demikian pula jika ditinjau dari ilmu ekonomi. Keberadaan travel gelap sangat erat kaitannya dengan hukum penawaran dan permintaan.

Aturan larangan mudik, pasti menjadi sebuah masalah besar bagi sekelompok anggota masyarakat. Berbagai alasan yang mereka gunakan, semua bermuara pada keharusan untuk mudik. Apalagi jika dikaitkan dengan pertimbangan ekonomi, maka mudik bukanlah sebuah tradisi yang harus dipertahankan. Namun menjadi sebuh langkah yang harus dilakukan, tidak ada tawar menawar.

Niat bulat ini yang kemudian bersambut dengan pihak penyedia jasa. Ibarat berjodoh, mereka dipertemukan dalam sebuah transaksi. Harga yang melambung bukan masalah bagi pemudik. Satu tekad yang mereka miliki, pulang ke kampung halaman. Lebih baik mati di negeri sendiri, daripada mereka harus mati kelaparan di negeri orang.

Masih dalam kaca mata ekonomi, bagi penyedia jasa hal ini menjadi sebuah peluang. Di saat mereka kesulitan untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Kesempatan ini tentu saja tidak boleh disia-siakan. Akhirnya klop lah kemauan kedua belah pihak, si pemudik dapat menikmati libur di kampung, sedang si penyedia jasa menikmati rupiah dari jasa yang mereka berikan.

Upaya penyekatan yang dilakukan oleh petugas pada akhirnya tetap saja masih dapat ditembus. Jalur-jalur tikus yang ada di hampir setiap lintasan, menjadi jalur favorit bagi para travel gelap. Pengetahuan mereka tentang keberadaan jalur-jalur tikus, tentu saja tidak perlu kita sangsikan. Para pengemudi travel gelap telah terbiasa melalui jalur ini. Keseharian mereka membawa rombongan baik wisata atau ziarah, membuat mereka sering melintasi jalur-jalur yang aneh.

Bekal pengetahuan tersebut yang membuat mereka berani terjun ke dalam bisnis ini. Di sisi lain, para pengguna jasa merasa lebih aman dan yakin menggunakan jasa mereka. Pertimbangan utama jalur yang akan ditempuh oleh travel dapat dipastikan di luar jangkauan para petugas.

Pertanyaan yang muncul, apakah mereka tidak pernah berfikir akan menularkan virus ketika tiba di kampung halaman. Saya yakin, hal itu tidak pernah ada dalam benak mereka. Satu tekad yang mereka pegang, yang penting sampai di rumah dulu. Bagi penyedia jasa pun tak jauh berbeda, yang penting dapat duit di situasi yang sulit ini. Klop.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline