Lihat ke Halaman Asli

Agus Saeful Anwar

Dosen Universitas Muhammadiyah Kuningan

Pendidikan Digital Antara Kemudahan Teknologi dan Tantangan Karakter

Diperbarui: 10 Desember 2024   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dokumentasi pribadi saat observasi di SDN 2 Kuningan, kepada siswa kelas 6, tanggal 3 September 2024.

Pernahkah Anda mengenang masa-masa sekolah dulu? Kala guru berdiri gagah di depan kelas dengan papan tulis kapur, menorehkan huruf demi huruf yang kadang sulit terbaca karena debu kapur beterbangan? Atau ketika tugas dikumpulkan dalam bentuk tulisan tangan, rapi di atas kertas bergaris? Saat itu, belajar terasa begitu fisik, begitu nyata. Kini, kita melangkah ke era yang serba digital, di mana pendidikan tak lagi bergantung pada kapur, melainkan pada sinyal internet.

Pendidikan digital adalah istilah keren yang sering kita dengar belakangan ini. Dalam teori, semuanya terdengar menakjubkan: akses belajar tak terbatas, materi bisa diunduh kapan saja, guru-guru dari seluruh dunia ada di genggaman melalui video online. Namun, di balik kecanggihan ini, ada pergeseran besar yang harus kita renungkan bersama.

Pendidikan di masa lalu berjalan dalam keterbatasan, tetapi justru itulah yang melatih ketekunan. Jika siswa tidak memahami pelajaran, mereka akan bertanya langsung kepada guru, bahkan rela lembur di perpustakaan demi menemukan jawaban. Buku menjadi harta karun pengetahuan, dan belajar berarti berjuang melawan rasa kantuk demi memahami isi buku pelajaran.

Sekarang? Dunia pendidikan sudah berada di ujung jari. Anak-anak mencari jawaban melalui mesin pencari, materi belajar hadir dalam bentuk video animasi yang menarik, dan tugas sekolah bisa dikumpulkan lewat email atau aplikasi pembelajaran. Semuanya cepat, praktis, dan instan. Namun, apakah semuanya menjadi lebih baik?

Kemudahan teknologi juga membawa tantangan baru. Anak-anak cenderung tergoda oleh notifikasi media sosial ketimbang fokus belajar. Proses memahami ilmu sering digantikan dengan aktivitas menyalin jawaban dari internet. Mereka pintar mencari informasi, tetapi belum tentu terlatih memilah mana yang benar atau salah.

Jika siswa menghadapi godaan teknologi, para guru menghadapi tantangan yang lebih besar. Dulu, menjadi guru berarti berdiri di depan kelas, menyalurkan pengetahuan kepada siswa. Kini, guru dituntut menjadi fasilitator, pemandu di tengah derasnya arus informasi digital.

Kurikulum digital yang diterapkan melalui Kurikulum Merdeka memang menawarkan kebebasan belajar, tetapi tanpa kemampuan literasi digital yang kuat, guru dan siswa bisa tersesat. Guru harus belajar teknologi baru, mulai dari aplikasi pembelajaran hingga metode mengajar berbasis daring. Tidak jarang, ini menjadi beban tambahan yang cukup berat, terutama bagi guru yang lahir di generasi sebelum teknologi berkembang pesat.

Sementara itu, Kurikulum Merdeka menginginkan siswa menjadi lebih kreatif, inovatif, dan mandiri. Namun, bagaimana siswa bisa kreatif jika terlalu bergantung pada teknologi? Bagaimana membentuk karakter anak bangsa yang kritis jika mereka lebih sering menonton video hiburan ketimbang membaca artikel berkualitas?

Pendidikan digital adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia membuka pintu ke dunia pengetahuan tanpa batas. Di sisi lain, ia bisa menjadi candu yang membuat siswa malas berpikir dan guru kehilangan kendali atas pembelajaran.

Kunci dari semua ini adalah keseimbangan. Teknologi harus menjadi alat bantu, bukan pengganti. Guru tetap memegang peran sentral dalam membimbing siswa. Penggunaan teknologi harus disertai dengan pendidikan karakter dan literasi digital yang kuat.

Maka, para guru dan orang tua, jangan takut dengan era digital. Jadikan teknologi sebagai mitra dalam mendidik anak-anak kita. Dan kepada para siswa, belajarlah tidak hanya dari layar, tetapi juga dari dunia nyata. Jangan pernah lupa bahwa pendidikan sejati adalah perjalanan untuk menemukan jati diri, bukan sekadar mendapatkan jawaban cepat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline