Lihat ke Halaman Asli

Bijak Menyikapi Hoaks

Diperbarui: 10 November 2017   05:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"IKATAN DOKTER INDONESIA (IDI): Saat ini sdg ada wabah pengerasan otak & sumsum tulang blkg.Jangan minum produk:EXTRA JOSS, M-150, KOPI SUSU GELAS, KIRANTI,KRATINGDAENG,HEMAVITON, NEO HORMOVITON,MARIMAS, FRUTILLO,SEGAR SARI, POP ICE,SEGAR DINGIN VIT C, OKKY JELLY DRINK, INACO,GATORADE,NABATI, ADEM SARI, NATURADE GOLD, AQUA SPLASH FRUIT, krn mengandung ASPARTAME (lebih keras dari Biang Gula) racun yg menyebabkan diabetes, kanker otak dan bisa mematikan sumsum tulang. Diteruskan kpd orang2 yang kita cintai & kita sayangi dr.H.ISMUHADI, MPH
(0811-323601)."

Begitulah kalimat pesan berantai yang tersebar di berbagai media sosial, saya menerimanya di grup Whatsapp (WA) sekitar dua bulan yang lalu. Kita tentu pernah mendapatkan pesan tersebut atau pesan yang menyerupainya bukan?! Pesan yang akhirnya dibantah oleh pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai berita bohong (hoaks) itu terlanjur menyebar luas kepada masyarakat. Cepatnya penyebaran berita ini sebagai akibat mudahnya masyarakat mengakses berita atau informasi melalui media sosial.

Pesan hoaks seperti contoh diatas cepat sekali menyebar setidaknya ada dua alasan yaitu kepedulian dan hanya latah saja untuk membagikan berita kepada semua kontak yang ada. Jika alasan kepedulian, seharusnya melalui tahapan konfirmasi kebenaran atas informasi yang akan dibagikan. Namun yang terjadi di masyarakat kita yaitu membagikan informasi tanpa benar-benar mengecek kebenaan informasi terlebih dahulu. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat umum, bahkan mungkin juga dilakukan oleh oknum pendidik sekalipun. Hal ini memunculkan sebuah anekdot bahwa kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya adalah penyebaran hoaks oleh orang tolol.

Hoaks dan Upaya Kita sebagai Pendidik

Hal tersebut tentu mengundang keprihatinan kita sebagai pendidik. Pendidik memiliki peran sebagai agen perubahan dan perwujudan berpikir ilmiah. Dengan demikian, bukankah Pendidik seharusnya bisa menjadi contoh dalam menyikapi berita apalagi hoaks sebelum dibagikan kepada orang banyak? Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk mengidentifikasi dan mengedukasi masyarakat dalam menyikapi hoaks?

Hoaks menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai berita bohong. Berita bohong tentunya berita yang tidak memiliki keakuratan data dan manfaat untuk disebarluaskan. Apalagi berita tersebut menyangkut makanan dan atau minuman yang sering kita jumpai di sekeliling kita, sehingga akan menimbulkan kegaduhan dan kekhawatiran di masyarakat.

Pendidik harus bisa menjadi pelopor dalam penanggulangan peredaran hoaks. Penanggulangan bisa diawali dengan mengidentifikasi suatu berita yang diterima. Menurut Septiaji Eko Nugroho (Ketua Masyarakat Indonesia Anti Hoax) ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengidentifikasi hoaks, yaitu:

Pertama, Judul Sensasional dan Provokatif. Hoaks biasanya memiliki judul yang sensasional dan cenderung memprovokasi pembacanya. Masyarakat kita sebagian besar masih sering terjebak untuk memperkirakan isi suatu berita hanya dari judulnya saja. Hal inilah yang sering dimanfaatkan pembuat konten hoaks. Judul informasi seperti contoh diatas sepertinya sangat meyakinkan karena diawali dengan kalimat Ikatan Dokter Indonesia.

Kedua, Sumber berita (situs dan narasumber) tidak terverifikasi. Pada contoh hoaks diatas bahkan diberikan nama seseorang dan nomor HP untuk meyakinkan pembacanya. Perlu kita cek sumbernya, kalau kurang jelas maka bisa dipastikan itu hoaks. Ketiga, Keberagaman Sumber berita. Kalau hanya ada satu sumber berita, maka kita wajib menduga bahwa itu hoaks. Berita yang termasuk fakta tentunya akan dapat dijumpai dari berbagai sumber. Dan keempat, Foto yang direkayasa. Kemudahan membuat rekayasa foto perlu juga kita kenali agar kita tidak terjebak pada hoaks.

Penting bagi kita untuk bisa mengidentifikai hoaks. Apalagi tentang makanan/ minuman seperti contoh tersebut sejatinya memiliki banyak sekali dampak negatif. Dampak negatif penyebaran hoaks antara lain: menimbulkan keresahan di masyarakat, menimbulkan kegaduhan, menurunkan omzet penjualan produk, dan mencemarkan nama baik perusahaan. Jika hal ini dibiarkan maka akan berimbas dan merugikan banyak pihak. Produsen minuman-minuman yang tertera di atas tentunya sudah menyesuikan takaran bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan batas-batas aman untuk dikonsumsi dan memiliki izin serta pengawasan ketat oleh BPOM Indonesia.

Pendidik sebagai seorang yang digugu lan ditiru,dapat melakukan berbagai upaya penanggulangan agar penyebaran hoaks semakin terkikis keberadaannya atau minimal masyarakat dapat memahami dan mengidentifikasi hoaks. Berikut ini cara yang bisa dilakukan untuk memberikan pendidikan antihoaks kepada orang-orang disekitar kita;

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline