Lihat ke Halaman Asli

agus riyan oktori

Hidroponiker Magang

Bercerita dengan Karya

Diperbarui: 24 Januari 2019   13:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Krisis ide dan gagasan dalam merencanakan bagaimana seorang pendidik mampu membangun nuansa pembelajaran yang menyenangkan menjadi kegelisahan tiada habis. 

Menggali potensi tersembunyi dari peserta didik seakan tak menjadi prioritas utama yang seharusnya menjadi tugas utama pendidik. Fenomena ini sebenarnya bukan sesuatu yang asing lagi di kalangan akademisi mulai dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi.

Kurikulum dan perangkat pembelajaran yang tidak pernah luput dari perhatian proses evaluasi dan pengembangan inovasi setiap beberapa tahun sekali hanya menjadi tumpukan naskah tersurat yang tersusun rapi di dalam almari buku tanpa tersentuh tangan-tangan suci sang pendidik. 

Capaian peserta didik pada tahapan "Tahu Apa" sejatinya masih jadi fondasi terkokoh yang belum mampu dirobohkan untuk di ganti dengan ujaran "Bisa Apa" di masa sekarang ini.

Pada kenyataannya, peran pendidik sebagai fasilitator tak berjalan dengan semestinya. Menuntut peserta didik untuk mampu bepikir kritis, mampu unjuk kreasi, serta berinovasi hanya menjadi buah bibir manis. 

Mengapa demikian? Begitulah ketika pusat pembelajaran berfokus kepada pendidik yang melakukan transfer pengetahuan mendominasi seluruh, tetapi mengabaikan peserta didik yang banyak melibatkan diri secara individu ataupun kelompok.

sudah seharusnya paradigma tersebut bergeser dan di gerus dengan pembaharuan berkemajuan dalam rangka mencapai esensi dari yang sebenarnya menjadi harapan bersama. 

Membangun kesadaran untuk bergerak menggali informasi baik dari media cetak maupun media online yang begitu mudah di akses untuk seluruh kalangan masyarakat tanpa pengecualian sudah jadi suatu keharusan tanpa harus ada bantahan. 

Berkilah mencari alasan dengan keterbatasan sarana prasarana yang belum memadai hanya akan jadi penunda dan penabung derita pada akhirnya.

Dalam konsep tataran "Memanusiakan Manusia" tidak hanya berbatas pada ruang sempit yang hanya berkutat pada definisi teoritis tanpa berkelanjutan pada tahapan praktis. 

Menganggap setiap individu memiliki potensi berbeda satu dengan lainnya, memiliki kelebihan yang tidak bisa di sama ratakan, serta sudut pandang lain setiap karakternya menjadi keistimewaan tersendiri. Meminjam istilah Munif Chatib dalam bukunya "Sekolahnya manusia" dan "Gurunya Manusia"  tertulis bahwasanya tidak ada siswa yang "Bodoh" melainkan guru yang gagal memicu potensi diri peserta didik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline