Lihat ke Halaman Asli

Renaissance dan Dad-nya

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesasar Ikut DAD 2003

Darul Arqom Dasar (DAD) adalah awal pengkaderan formal di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan dilaksanakan oleh pimpinan komisariat (Fakultas atau setingkat).

Saya masuk Universitas Muhammadiyah Malang (kampus putih UMM) tahun 2003, DAD juga 2003. Ketika itu komisariat Renaissance FISIP masih di jetis, dekat embong anyar. Letak yang cukup jauh untuk tahun itu, karena tidak banyak kendaraan pribadi seperti motor yang seramai sekarang ini.

Pernah lewat disitu, karena kos pertama saya di jetis juga, dekat masjid tapi lupa nama masjidnya (samping gapura Margoutomo). Melihat sebuah plang bertuliskan IMM FISIP. Saya sempat menduga, itu orang salah menuliskan nama. Mungkin hendak menulis UMM tapi menjadi IMM (beda tipis sih).

Mendaftar di jurusan Ilmu Komunikasi, saya mencoba peruntungan. Setelah pengumuman kelulusan, saya diterima di jurusan Ilmu Komunikasi. Rangkaian Pengenalan Studi Mahasiswa Baru (Pesmaba) saya ikuti juga. Waktu itu Ketua BEM FISIP mas Gama, kader Renaissance. Orangnya tinggi, ganteng dan tentu banyak disukai perempuan.

Singkat cerita, kos saya pindah ke bawah, dekat perempatan masuk terminal Landungsari atau di sebelah Minimarket Revolusi Soekarno. Kepindahan itu beberapa minggu jelang Pesmaba. Saat 2003, Pesmaba FISIP dilaksanakan di Sengkaling.

Aturannya ketika itu agak ribet. Setelah pembukaan Pesmaba di Hallypad dan dilanjutkan Kuliah Umum pak Amien Rais (Bagi-bagi kaos Amien Rais for Presiden, jelang pemilu 2004). Siangnya, kita harus langsung ke Sengkaling, membawa bekal yang sudah diatur panitia Pesmaba.

Oseng-oseng, tempe ukuran tertentu, susu, air mineral dan beberapa lagi, harus disiapkan. Setelah itu, kita bergegas naik angkutan umum yang ke arah mBatu dan turun depan Sengkaling. Hari pertama, perkenalan dan seterusnya, hingga jelang malam, ada tugas untuk besok. Tugas essay, membawa sejumlah makanan, dan datang harus sebelum jam 5 pagi. Lewat dari itu, kita dianggap terlambat, termasuk panitianya.

Empat hari Pesmaba yang melelahkan. Dengan berbagai kepenatan, capek dan lelah, lumayan beberapa hiburan di Sengkaling seperti bertemu dengan pemain-pemain Arema Malang seperti Kurnia Sandi, Putu Gede, Sonny Kurniawan dan yang lainnya. Tapi, ada juga saat-saat menengangkan. Saat itu, seorang Maba dianggap melecehkan panitia perempuan. Sontak, sikap Maba ini membuat panitia marah. Bahkan, seorang panitia ketika itu hendak memukul Maba itu. Untung dilerai.

Setelah masa-masa Pesmaba dilalui, masuklah masa perkuliahan. Awal perkuliahan, sepanjang pintu masuk UMM ramai oleh berbagai stand. Mulai dari organisasi ekstra kemahasiswaan sampai UKM dan LSO seperti Jufoc. Selebaran-selebaran organisasi seperti FMN, HMI, LMND menumpuk di tangan. Temanku, namanya Indra, orang Kupang tapi ortunya orang Bima.

“Nggak usah prend, jalan aja,” kata dia saat seseorang hendak menjelaskan maksud dari organisasinya itu. Aku ikuti saran dia. Hingga kami naik ke lantai 6 GKB 1. Dulu belum ada lift, karena lift GKB 1 baru dibangun 2005 jelang Muktamar Muhammadiyah.

Setelah jam kuliah berakhir dan menunggu jam kedua, kami hendak menuju ke tengah lantai 6 GKB 1 itu. Disitu banyak tempat duduk dan sering dijadikan tempat istrahat menunggu mata kuliah berikutnya. Mulai dari ngobrol biasa hingga sekedar merokok. Udaranya cukup sejuk, view mBatu dan Malang kota juga terlihat sempurna. Keindahan Malang yang membuat aku jatuh cinta sampai sekarang. Sampai saat ini, aku masih menganggap Malang adalah ‘kampung halamanku’. Karena di Malanglah aku dapat berbagai pengalaman, ilmu dan teman-teman, sahabat yang mematangkan aku dalam menggapai cita-cita.

Saat keluar kelas, seorang senior memanggil-manggil dan menarik tangan saya, Indra dan seorang teman kami lagi bernama Husni. Nah, Husni ini orangnya pendiam. Dia orang Gresik. Indra juga sebenarnya begitu, agak kalem. Namanya Widya, kecil orangnya tapi agak cerewet, hehehe... Kita diminta ikut IMM yang standnya ada di lantai 6. Aku juga heran, kenapa hanya stand IMM yang di atas? Tidak bersama-sama yang lain panas-panasan di bawah?

Formulir telah diisi, dikembalikan dengan membayar Rp20.000 untuk 3 hari agenda. Surat izin untuk tidak masuk kuliah juga sudah diberikan. Kami bertiga hendak ikut DAD. Acaranya di Peternakan Tlekung Batu.

Setelah malam H-1 ditelepon, akhirnya disiapkan sejumlah peralatan. Dari almamater, Alquran beserta terjemahannya, baju hangat, perlengkapan sholat, kita siapkan. Berangkat dan berkumpul di Majid AR Fachruddin. Masjid yang luar biasa megah, indah dan sejuk saat berada di dalamnya.

Sekitar 30-40 orang kader ikut DAD. Berangkat menggunakan angkot ke Tlekung. Belum ada sapa diantara kami, kecuali aku, Indra dan Husni yang memang sudah saling kenal. Seorang lagi yang agak supel, namanya Huda, anak jurusan Ilmu Pemerintahan.

Tiba di lokasi, kelompok laki-laki sudah disiapkan dua kamar. Kami, dibagi dua tim. Sekitar 8 orang untuk 1 kamar. Aku, Husni dan Indra satu kamar. Diantara yang lainnya ada juga beberapa lagi, seperti Hutri, Hudi, Melky, Supriono alias Bobby alias Sueb.

Beda kamar kami dengan kamar sebelah. Kamar kami orangnya sholeh-sholeh. Setelah materi di tuntaskan di ruangan dan kembali ke kamar, mereka seperti Hutri melanjutkan dengan mengaji. Sementara di sebelah begitu hebohnya. Mulai dari nyanyi-nyanyi hingga membaca doa dengan keras, aktivitas mereka. Heboh dan super asyik. Tapi, di kamar aku, orang-orangnya pendiam dan alim-alim.

Beberapa materi kita lalui. Hingga suatu pagi, saat materi pertama, tiba-tiba panitia DAD sibuk dan berlarian. Apa gerangan terjadi? Ada apa?

Usut punya usut, ternyata ada kejadian seorang peserta DAD, perempuan, namanya Hesi, terkunci dalam kamar mandi. Hingga setelah keluar, menjadi bahan tertawaan untuk mencairkan suasana.

Berbagai kejadian unik terjadi. Saat materi berlangsung, memang agak capek karena sudah malam. Beberapa peserta asyik mendengarkan materi yang disampaikan. Tapi, ada juga yang tak kuasa menahan kantuk dan tertidur. Salah satunya adalah Sukron.

Sukron asyik tertidur saat materi berlangsung. Pria asli Malang alias Aremania ini, tidak sadar dan asyik dengan lelapnya. Bahkan, dia tidak sadar ngilernya sudah mengalir deras hingga dagu. Sontak, tidak cuma peserta dan panitia yang ketawa, termasuk pematerinya.

DAD 2003 cukup sejuk. Pagi-pagi disajikan susu asli, dengan harga 1 sasetnya Rp500.

Peserta harus sudah bangun jam 3 dini hari, untuk sholat malam. Petugas yang membangunkan ada dua orang, mas Mujib (orang Madura) dan satu lagi perempuan, lupa namanya tapi orang Ternate. Setiap jam 3 pagi, kedua orang ini datang menggedor-gedor pintu dan berteriak membangunkan. Setelah masuk, mas Mujib dengan sekencang-kencangnya meniupkan pluitnya seperti wasit. Jengkel dan marah, karena kita baru selesai materi sekitar jam 12 malam.

Dengan mata sayup dan menahan dingin luar biasa, akhirnya kita berwudhu, sholat malam hingga subuh. Setelah subuh itulah, ada jeda, kita manfaatkan untuk tidur sejenak.

Pernah pada hari kedua, selesai materi hampir jam 1 malam. Diantaranya sudah terlelap sejak jam 12 karena keluar duluan dari ruangan menuju kamar. Saya keluar jam 1 dan langsung terlelap. Begitu pintu digedor-gedor lagi dan peluit dibunyikan, saya bilang saja enggak enak badan. Apalagi panitia tahu saya sampai jam 1. Amanlah saya hari itu, bisa tidur pulas sampai pagi.

Saat simulasi sidang cukup menarik. Ada tiga pimpinan sidang, simulasi oleh senior, salah satunya mas Salam, Ketua Renaissance saat itu. Sekjennya adalah mas Rusdi. Keduanya adalah perpaduan Madura-Sambas, yang beberapa tahun sebelumnya sempat terjadi kerusuhan.

Sidang semakin memanas. Ada yang teriak ‘order’, ada yang teriak ‘klarifikasi’, ada yang teriak ‘justifikasi’, ada yang teriak ‘informasi’, suasana ramai, dan kebanyakan peserta hanya pelongo melihat simulasi itu. Bahkan, suasan tegang memuncak saat seorang senior bernama mas Yan, teriak-teriak dan berdebat hebat dengan mas Jaki. Mas Jaki ini adalah Ketua Himakom saat itu. Kita hanya bisa melihat situasi ini. Yang akhirnya kita jumpai saat benar-benar terjadi di persidangan komisariat, korkom hingga cabang.

Malam terakhir, satu persatu digiring mengililingi jalur yang ditentukan di belakang. Pos pertama, saya ditanya oleh mas Yudi alias pak Pujon. Senior jurusan Kesos, orang Bengkulu tapi pintar bahasa Jawa, tidak pernah emosional, dan sekarang menikah dengan mantan Ketum IMM Ekonomi.

“Kamu tahu IMM lahir kapan?,” tanya mas Yudi.

Aku tidak menjawab, tidak tahu kapan dilahirkan. Jangankan tanya lahir, bilang Billahi fii sabilil haq fastabiqul khairot saja itu tidak hafal. Yang saya ingat dari sekian banyak pertanyaan saat itu adalah pendiri IMM. Saya hanya ingat Djasman Al Kindi dan Amien Rais.

Beberapa pos dilewati dengan berbagia pertanyaan yang berbeda-beda. Sampai di pos terakhir, pos peristirahatan sebelum masuk kembali ke ruangan. Saat itu, jam menunjukkan pukul 1 dini hari.

Kita dikumpulkan di sebuah tempat, tapi tidak di dalam ruangan. Seorang peserta bertanya apakah bisa merokok. Saya juga tidak tahu. Memang, situasinya enak untuk merokok. Rokok saya juga masih ada. Saya sarankan teman itu bertanya ke panitia yang menjaga.

Ada senior, angkatan 2002, namanya Lalu Yan. Dia orang Lombok, ada ‘Lalu’ nya. Kalau cewek pasti ada tambahan ‘Baiq’ dan itu adalah keturunan bangsawan. Mas Yan ini rambutnya gondrong, pake kalung gede, berdiri di depan kita.

Teman itu menghampiri mas Yan.

“Mas, kita boleh merokok nggak?,” tanya nya

“Kamu lihat aku sedang merokok apa?,” jawabnya tegas, sinis.

Teman tadi hanya cengar-cengir, sedikit marah dan jengkel.

Setelah tuntas semuanya, kami digiring lagi ke ruangan aula, tempat materi berlangsung. Duduk di bawah lantai beralaskan karpet dan saling berhimpitan. Ruangannya gelap gulita, sehingga kita tidak tahu siapa di sebelah kita.

Keheningan terpecah ketika ada lantunan lagu ‘Seusai Tahajud’ diiringi puisi dan terdengar sedih menangis tersedu-sedu. Apakah aku menangis mendengar itu? Oh tidakkkkkk!!!! Justru saat itu saya rebah dan tidur-tiduran. Enggak tahu kalau yang lainnya.

Setelah malam renungan itu, kita diperkenankan kembali masuk kamar. Tak kuat menahan kantuk, kami tertidur hingga pagi. Bangun, siap-siap berkemas untuk kembali ke Malang.

Beberapa teman terekam jelas diingatan. Ada Ajeng Galih, orang Malang asli. Ada Elly Julianti, orang Balikpapan, jilbaban dan cantik, bahkan sempat banyak yang naksir. Ada Evi, mbak Hijra (angkatan 2001 tapi ikut DAD 2003), Hesi (jilbaber). Ada yang paling cerewet namanya Bella (cowok, preman, tukang balap liar, tapi nama kecewek-cewekan. Punya pacar namanya Indra, kebalik ya sebenarnya. Harusnya Bella itu cewek dan Indra itu cowok, tapi ini kebalik). Mereka di kamar sebelah menamakan kelompoknya dengan nama ‘Lontong Racing’. Jadi setiap masuk ruangan pasti teriak ‘Lontong Racing’. Selain Bella ada Joko Pitoyo, Sukron alias Zukrow, Fitra, Hudi dan banyak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline