Lihat ke Halaman Asli

Jangan Bebani Tokoh Ceritamu dengan Terlalu Banyak Penderitaan!

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membuat tulisan fiksi (cerpen) memang ada kebebasan dalam hal imajinasi, bahkan terkadang sebebas-bebasnya. Namun demikian jika tokoh utama dalam cerita yang dibuat terlalu banyak penderitaan, boleh jadi tokoh itu-jika mempunyai kuasa- akan protes pada penulisnya jika diberi hak untuk melakukannya. Bagi pembaca, semakin banyak penderitaan yang dialami tokoh cerita, belum tentu ceritanya akan semakin menarik.

Sebagai ilustrasi misalkan ada sebuah cerpen dengan cerita sebagai berikut :

Tokoh utama kita ini seorang lelaki umur 50-an tahun, di-PHK dari sebuah perusahaan. Kemudian pulang kampung bersama istri da keempat anaknya. Setahun tinggal di kampung, ia menjadi pengangguran. Istrinya yang berjualan nasi rames di kampung kemudian sakit berat dan meninggal dunia. Keempat anaknya semua bernasib naas, ada yang meninggal karena kecelakaan, ada yang mati karena ditembak polisi karena terbukti merampok, ada yang menjadi korban perkosaan, dan ada yang meninggal tenggelam bersama penumpang kapal lainnya. Akhir cerita, lelaki naas tersebut mati tertimbun tanah longsor yang menenggelamkan rumahnya.

Wah lengkap sudah penderitaan tokoh cerita tadi. Pembaca pun boleh jadi berkesan alur cerita tersebut terlalu lebay.

Sebuah cerita dengan hanya satu atau dua masalah saja, jika penyajiannya menarik sudah mampu menarik perhatian pembaca.

Misalnya cerita di atas, masalahnya hanya sebatas di-PHK dan istrinya meninggal, kemudian lelaki dalam cerita itu berjuang mendidik dan menghidupi keempat anaknya. Jika ditambah masalah-masalah yang beruntun boleh jadi ceritanya menjadi kurang menarik.

Sebuah cerpen akan terlihat indah jika ada kepaduan dalam cerita. Jika terlalu banyak masalah dalam cerita, cerpen itu bisa menjadi bias dan hambar.

Ini sekedar pendapat pribadi saya, bagaimana menurut Anda?

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline