Lihat ke Halaman Asli

Potret Layanan PT. ASKES dan Upaya Mendukung Reformasi Birokasi di Indonesia

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Agus Maulana

Abstraksi

Salah satu unsur perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik adalah terselenggaranya sistem birokrasi pemerintahan yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, program reformasi birokrasi yang sedang digalakkan pemerintah menjadi hal terpenting dalam mewujudkan kondisi tersebut. Beberapa instansi pelayanan publik telah melakukan perubahan untuk dapat melakukan reformasi birokrasi di internal organisasi mereka sendiri. Meski demikian, banyak juga yang masih mengalami kendala dan tantangan. PT Askes sebagai perusahaan asuransi kesehatan bagi kalangan pegawai di tanah air telah menjadi bagian organisasi yang berhasil merubah dirinya guna mendukung reformasi birokrasi tersebut. Model layanan yang sebelumnya terkesan lambat dan sulit, kini menjadi cepat dan mudah. Bukan tidak mungkin, potret layanan prima di PT Askes tersebut akan menjadi model layanan publik bagi BUMN-BUMN lainnya di Indonesia.

Kata Kunci: tata pemerintahan yang baik, reformasi birokrasi, pelayanan publik

1.Pendahuluan

Reformasi birokrasi merupakan salahsatu program utama pemerintahan saat ini dalam mendukung tata pemerintahan yang baik (good governance). Melalui dukungan regulasi dan anggaran yang ada, pemerintah mendorong seluruh instansi pemerintah untuk melakukan pelayanan publik lebih baik. Instansi-instansi pemerintah, baik Kementerian/Lembaga, Lembaga Non-Kementerian, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) pada dasarnya merupakan organisasi yang dibentuk dan dibangun untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat luas sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di pemerintahan tersebut, ada beberapa unsur yang menjadi objek perubahan antara lain kelembagaan, sistem/tata laksana, dan sumber daya manusia aparatur. Ketiga elemen unsur harus dilakukan perubahan secara berkesinambungan dan merupakan unsur yang saling terkait. Oleh karena itu, program reformasi birokrasi harus didukung oleh segenap anggota organisasi sehingga dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Program reformasi birokrasi yang berhasil tentu akan meningkatkan produktifitas kerja organisasi secara umum.

2.Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi di Indonesia

2.1.Pelayanan Publik

Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk untuk kegiatan pelayanan publik. Beberapa institusi penyelenggara pelayanan publik adalah Kementerian/Lembaga Negara (K/L), Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), BUMN/BUMD, Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan badan swasta, seperti rumah sakit swasta, Perguruan Tinggi Swasta (PTS), dan lainnya.

Setiap penyelenggaraan pelayanan tersebut harus dilakukan sesuai dengan pedoman penyelenggaraan pelayanan, yang menjadi tolok ukur atau acuan dalam penialaian kualitas pelayanan, yang disebut dengan standar pelayanan. Standar pelayanan tersebut disusun dan ditetapkan dengan memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Untuk mendapatkan standar pelayanan yang baik, penyelenggara harus menyertakan masyarakat dan pihak terkait lainnya dalam penyusunan standar pelayanan tersebut.

Hal penting lainnya, bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi 12 (dua belas) asas, yaitu kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, dan kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Sesuai dengan Grand Desain Reformasi Birokrasi 2010-2025, pelayanan publik merupakan salahsatu area perubahan tujuan reformasi birokrasi. Hasil yang diharapkan adalah terwujudnya pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.

2.2.Reformasi Birokrasi di Indonesia

Reformasi Birokrasi

Istilah reformasi, berasal dari kata “reform”, yangmenurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1978) adalah make or become better by removing or putting right what is bad or wrong. Dengan kata lain, reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Sedangkan istilah birokrasi, berdasarkan sejarahnya, berasal dari kata “buereau” yang berarti meja atau kantor dan “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah, dimana pada abad ke-18 atau 1760-an, para pejabat pemerintah di Perancis mempunyai kinerja sangat buruk, mengeksploitasi rakyat secara berlebihan sehingga pejabat tersebut sering disebut dengan istilah “bureaumania” yang kemudian muncul varian kata “bureaucratie” (bahasa Perancis), “burocratie” (Jerman), “burocrazia” (Italia), dan “bureaucracy” (Inggris).

Pada mulanya, istilah birokrasi digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public sector, public service atau public administration (Setiyono, 2004).

Berdasarkan teori Max Weber, reformasi birokrasi merupakan upaya-upaya strategis dalam menata kembali birokrasi yang sedang berjalan sesuai prinsip-prinsip span of control, division of labor, line and staff, rule and regulation, dan professional staff (Setiyono, 2004). Reformasi birokrasi dalam sektor publik menurut Mark Schacter (2000) dalam papernya Public Sector Reform In Developing Countries, mengatakan: “public sector reform is about strengthening the way that the public sector is managed.  The pubic sector  may over extended-attempting to do too much with few resources. It may be poorly organized; it decision making process may be irrational; staff may be mismanaged; accountability may be weak; public program may be poorly design  and public services poorly delivered. Public sector reform is the attampt to fix these problems.” Dari pedapat tersebut Schacter tersebut jelas bahwa tujuan reformasi birokrasi antara lain adalah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan khususnya sektor publik.

Menurut sosiolog Jerman, Max Weber (1922), birokrasi adalah birokrasi yang muncul atas dasar kaidah-kaidah otoritas hukum yang meliputi (1) tugas-tugas birokrasi diorganisir atas dasar pengetahuan dan berkelanjutan, (2) tugas dibagi dalam tahap-tahap yang berbeda dari segi fungsional yang dilengkapi otoritas dan sanksi, (3) jabatan diatur secara hierarkis, (4) aturan pekerjaan bersifat teknis dan legal, (5) sumber institusi dibedakan dengan sumber individu, (6) pemegang jabatan tidak dapat mengambil jabatannya sebagai milik pribadi, (7) tatanan administrasi didasarkan atas dokumen tertulis, (8) sistem kekuasaan legal memiliki banyak bentuk, tetapi bentuk paling murni adalah staf administrasi birokratis dengan sejumlah batasan spesifik.

Menurut Taufiq Effendi, pada saat Orasi Ilmiah Wisuda STIA LAN (2 Desember 2006), inti dari good governance adalah pemerintah yang berorientasi kepada pelayanan. Bagi Indonesia di masa reformasi, usaha untuk mewujudkan good governance menuntut adanya suatu proses transformasi birokrasi. Transformasi birokrasi merupakan proses perubahan mendasar dari suatu filosofi, konsep dan tataran praktis suatu birokrasi. Transformasi bersifat mendasar karena menyangkut perubahan budaya dan asumsi nilai-nilai yang mendasari bekerjanya sebuah birokrasi.

Jika kita melihat model reformasi birokrasi di Korea Selatan, maka akan kita melihat bahwa pelayanan sipil di Korea yang pada mulanya tertutup, direformasi menjadi lebih terbuka, kompetitif, dan berbasis kinerja. Tokoh reformasi Korea yang terkenal adalah Roh Moo-hyun (2003-2007). Pada masa pemerintahannya, reformasi birokrasi dibangun oleh 3 (tiga) unit pelaksana, yaitu PCGID (Presidental Committee for Government Innovation and Decentralization), CSC (Civil Service Commission) serta MOGAHA (The Korean Ministry of Government Administration and Home Affairs).

PCGID merupakan inisiator utama dari perumusan 20 (dua puluh) usulan reformasi administratif di bidang aparatur pada masa itu yang kemudian dilaksanakan oleh satu atau lebih institusi pemerintahan (MOGAHA dan CSC). Keduapuluh usulan reformasi administratif tersebut adalah (1) Integrasi Kebijakan dan Desentralisasi Aparatur; (2) Penguatan Kapasitas Kebijakan Aparatur di Level Institusi; (3) Administrasi Aparatur yang Berimbang; (4) Diversifikasi Rekruitmen Pegawai Negeri; (5) Sosialisasi Pertukaran Aparatur antar-Institusi dan Sektor; (6) Peningkatan Program Pengembangan Karir; (7) Model Pelayanan Sipil Utama; (8) Program Pendidikan dan Pelatihan untuk Profesionalisme; (9) Pembentukan Sistem Manajemen Ketenagakerjaan; (10) Sistem Seleksi Pelaku Politik; (11) Sistem Penggajian Menyeluruh; (12) Lingkungan Kerja yang Bersifat Kekeluargaan dan Kesejahteraan; (13) Peningkatan Sistem Pensiun; (14) BPR dan Perencanaan Ketenagakerjaan; (15) Peningkatan Klasifikasi Pelayanan Publik; (16) Pembentukan Administrasi Aparatur yang Transparan dan Jujur; (17) Sistem Evaluasi Kinerja; (18) Manajemen Hubungan antar Pekerja yang Konstruktif; (19) Analisis Pekerjaan; (20) Sistem Jabatan Terbuka.

Birokrasi Indonesia dan Permasalahannya

Birokrasi di Indonesia memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Besarnya peran birokrasi tersebut akan turut menentukan keberhasilan pemerintah dalam menjalankan program dan kebijakan pembangunan. Jika birokrasi buruk, upaya pembangunan akan dipastikan mengalami banyak hambatan.  Sebaliknya, jika birokrasi bekerja secara baik, maka program-program pembangunan akan berjalan lebih lancar. Pada tataran ini, birokrasi menjadi salah satu prasyarat penting keberhasilan pembangunan.

Dalam pelaksanaan birokrasi yang ada, banyak sekali permasalahan yang muncul. Beberapa kritik yang timbul dari model birokrasi pemerintahan Indonesia sebelumnya antara lain buruknya pelayanan publik, besarnya angka kebocoran anggaran negara, rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS, sulitnya  pelaksanaan koordinasi antar instansi, masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual, birokrasi yang enggan terhadap perubahan, eksklusif, kaku dan terlalu dominan serta tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama, banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berperspektif pelanggan serta masalah-masalah lainnya.

R Nugroho Dwijowiyoto (2001) menyatakan kondisi riil birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :


  • Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil.  Karenanya, yang selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir tahun buku.
  • Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.

Mengingat besarnya peran birokrasi dalam terwujudnya tata pemerintahan dan pembangunandan kompleksitasnya berbagai permasalahan yang ada, maka lahir program reformasi birokrasi.

Reformasi Birokrasi di Indonesia

Reformasi birokrasi di Indonesia merupakan reformasi administrasi yang berlaku secara umum dalam penyelenggaraan pemerintahan. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.

Dalam pelaksanaan reformasi birokrasi tersebut, secara teknis diatur oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN & RB) dengan berpijak pada Peraturan Presiden RI No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014.

Berdasarkan sejarahnya setelah era reformasi, reformasi birokrasi di Indonesia dimulai pada tahun 2004-2009 yang disebut dengan Reformasi Birokrasi Gelombang I. Pada masa itu, reformasi birokrasi bersifat instansional, dengan sasaran mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Area perubahan reformasi di kelembagaan (organisasi), budaya organisasi, ketatalaksanaan, regulasi – deregulasi dan SDM. Sedangkan Reformasi Birokrasi Gelombang II pada tahun 2010 – 2014 bersifat nasional dan instansional, dengan 3 (tiga) sasaran, yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Adapun area perubahan yang dilaksanakan meliputi 8 (delapan) area seperti pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Area perubahan tujuan reformasi birokrasi dan hasil yang diharapkan.

No.

Area

Hasil yang diharapkan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Organisasi

Tatalaksana

Peraturan Perundang-undangan

Sumber Daya Manusia Aparatur

Pengawasan

Akuntabilitas

Pelayanan Publik

Pola Pikir (mind set) dan Budaya Kerja (culture set) Aparatur

Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing).

Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance.

Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif.

SDM aparatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera.

Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.

Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

Pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat.

Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tingggi.

Sumber: Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

Reformasi birokrasi yang menyeluruh tersebut diharapkan dapat mendukung tercapainya tata pemerintahan yang baik (good governance). Beberapa indikator yang merupakan standar penilaian keberhasilan penerapan good governance, yaitu peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan pelayanan publik, peningkatan Human Development Index (HDI), penurunan Human Poverty Index (HPI), peningkatan partisipasi masyarakat, peningkatan transparansi, peningkatan akuntabilitas, serta penurunan angka korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

3.PT. Askes (Persero) dan Program Asuransi Kesehatan

3.1.Tentang PT. Askes (Persero)

Menurut UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. PT Askes (Persero) merupakan BUMN yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya. Dengan demikian, secara jelas dapat dikatakan bahwa PT. Askes menyediakan jasa pelayanan publik di bidang asuransi atau jaminan kesehatan publik.

3.2.Program Asuransi Kesehatan

Sejarah singkat penyelenggaraan program asuransi kesehatan sebagai berikut:

·Pada tahun 1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai embrio Asuransi Kesehatan Nasional.

·Pada tahun 1984, untuk lebih meningkatkan program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

·Pada tahun 1991, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

·Pada tahun 1992, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

·Pada tahun 2005, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/Menkes/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, PT Askes (Persero) ditunjuk sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).

Dasar Penyelenggaraannya adalah UUD 1945, UU No. 23/1992 tentang Kesehatan, UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005.

Prinsip Penyelenggaraan mengacu pada :

üDiselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.

üMengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.

üPelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

üProgram diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.

üMenjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.

üAdanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.

·Pada tahun 2008, pemerintah mengubah nama Program Jaminan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (PJKMM) menjadi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). PT Askes (Persero) berdasarkan Surat Menteri Kesehatan RI Nomor 112/Menkes/II/2008 mendapat penugasan untuk melaksanakan Manajemen Kepesertaan Program Jamkesmas yang meliputi tatalaksana kepesertaan, tatalakasana pelayanan dan tatalaksana organisasi dan manajemen.

Sebagai tindak lanjut atas diberlakukannya Undang-undang Nomor 40/2004 tentang SJSN PT Askes (Persero) pada 6 Oktober 2008 PT Askes (Persero) mendirikan anak perusahan yang akan mengelola Kepesertaan Askes Komersial. Berdasarkan Akta Notaris Nomor 2 Tahun 2008 berdiri anak perusahaan PT Askes (Persero) dengan nama PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dikenal juga dengan sebutan PT AJII

·Pada tahun 2009, tepatnya pada tanggal 20 Maret 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-38/KM.10/2009 PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia selaku anak perusahaan dari PT Askes (Persero) telah memperoleh ijin operasionalnya. Dengan dikeluarkannya ijin operasional ini maka PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia dapat mulai menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi masyarakat.

4.Best Practices PT. Askes

Ada beberapa perwujudan program nyata yang telah diimplementasikan oleh PT. Askes kepada masyarakat luas dalam hal pelayanan di bidang asuransi kesehatan. Contoh bentuk pelayanan tersebut adalah registrasi dan pembuatan kartu Askes baru dan pengajuan klaim biaya persalinan peserta Askes. Pada regional tertentu, PT Askes menerima penghargaan dari pihak lain atas kinerja pelayanan terbaiknya tersebut. Seperti contoh, PT. ASKES (Persero) Makassar meraih penghargaan Master Service Award 2012 dari Majalah Makassar Terkini dan Makassar Research untuk kategori asuransi kesehatan.Penghargaan tersebut berdasarkan dari hasil penelitian lembaga riset sosial Makassar Research. Survey dilakukan di Kota Makassar dengan melibatkan 1000 responden yang tersebar di 14 kecamatan.

4.1.Pembuatan/Penggantian Kartu Askes

Dalam praktek pelayanannya kepada masyarakat luas, PT. Askes sangat memperhatikan bentuk layanan kemudahan bagi masyarakat yang ingin melakukan pendaftaran atau registrasi menjadi peserta baru beserta pembuatan kartu Askesnya. Begitu pula, jika ada penambahan anggota Askes yang baru terkait dengan penambahan anggota keluarga pada peserta Askes.

Sistem registrasi dan pencataan yang berwujud e-database sangat memudahkan PT Askes dalam melakukan identifikasi, perubahan dan lain-lain terhadap peserta Askes. Ketika administrasi persyaratan yang ditentukan lengkap, PT. Askes secara cepat melakukan updating dan pencetakan kartu Askes yang baru. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pelayanan administrasi sampai pada pencetakan kurang dari 1 (satu) jam, bahkan puluhan menit saja.

4.2.Pengajuan Klaim Biaya Persalinan

Selain pelayanan anggota dan kartu Askes baru, contoh pelayanan lainnya yang menurut penulis layak mendapatkan apresiasi adalah layanan pengajuan klaim atas persalinan. Sepanjang berkas-berkas persyaratan yang ditentukan sudah lengkap, PT. Askes segera merespon dan melakukan proses tindak lanjut klaim pengajuan persalinan tersebut secara cepat.

Beberapa proses yang dilakukan sebelum klaim itu terpenuhi antara lain konfirmasi kepada pihak persalinan, pengecekan atas biaya persalinan dan lainnya dilakukan dalam waktu yang cepat pula. Dalam waktu yang singkat, tanda terima biaya klaim persalinan pun diserahkan kepada peserta Askes untuk disetujui dan ditandatangani. Meski biaya klaim tersebut relatif kecil (sebesar Rp500.000,-) namun biaya tersebut sudah cukup membantu dan meringankan beban peserta Askes dalam persalinan anaknya.

Pada perkembangannya, untuk meningkatkan kualitas pelayanan tersebut, PT Askes telah membangun Askes Corner. Direktur Utama PT Askes I Gde Subawa, Selasa (18/9) mengatakan, Askes Corner merupakan wujud komitmen PT Askes dalam melayani pelanggan melampaui harapan. Dalam meningkatkan kepuasan peserta dimulai dari kecepatan dan kemudahan peserta dalam mendapatkan kartu peserta, sampai kepastian diperolehnya pelayanan yang baik.

Menurut Gde Subawa, kepemilikan kartu bagi peserta Askes Sosial 100 persen dan keakurasian data peserta pada master file adalah penentu suksesnya manajemen kepesertaan. Selain hal tersebut, PT. Askes juga terus melakukan pendekatan dan upaya peningkatan kepuasan peserta, mengurangi keluhan peserta dengan memberikan informasi mengenai hak, kewajiban dan prosedur pelayanan, serta peningkatan hubungan kemitraan dengan instansi/kementerian.

5.Kesimpulan

PT. Askes secara nyata telah melakukan perbaikan dan peningkatan pelayanan publik di bidang jaminan kesehatan. Pelayanan prima yang dilakukan antara lain pelayanan pendaftaran anggota dan pencetakan kartu Askes baru serta pelayanan pengajuan klaim persalinan. Pelayanan PT Askes tersebut dalam upaya peningkatan pelayanan publik dan mendukung reformasi birokrasi di tanah air. Namun demikian, PT Askes terus melakukan pembenahan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Wakil Menteri PAN dan RB Prof. Eko Prasojo, ketika membuka Askes Corner di ruang Serbaguna Kementerian PAN dan RB, bahwa PT Askes diharapkan terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, termasuk bagi aparatur negara. Masalah kesehatan aparatur Negara sebagai penggerak reformasi birokrasi perlu mendapat perhatian khusus (Selasa, 18/9).

Referensi

Prasojo, Eko, danTeguh Kurniawan, 2008, Reformasi Birokrasi dan Good Governance: Kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia, Depok: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.

Effendi, Taufiq, 2006, Orasi Ilmiah Wisuda STIA LAN : Transformasi Birokrasi dalam Mewujudkan Good Governance, Jakarta.

Aturan Hukum:

Undang-undang Dasar 1945;

Undang-undang Nomor 25 TahunTahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

Peraturan Presiden RI Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014.

Referensi Lainnya/internet:

Laporan Kajian REFORMASI BIROKRASI.

http://makassarterkiniaward.blogspot.com/2012/07/askes-makassar-raih-master-service.html.

http://www.ptaskes.com/detail/2/402/Wamen-PAN-RB-:-Askes-Corner-Upaya-Positif-Reformasi-Birokrasi.

OECD/KOREA Policy Center, Transforming Korean Public Governance, Cases and Lessons, 2008.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline