Lihat ke Halaman Asli

Meningkatkan Peran Perempuan di Tengah Kelesuan Ekonomi

Diperbarui: 30 September 2015   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Gelombang melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sepertinya belum juga sudah. Hari ini (jumat 11-9-2015) dollar berada diatas Rp.14.300 per USD. Kondisi ini berdampak langsung pada melunglainya ekonomi masyarakat, terutama pada kelas menengah kebawah yang semakin terseok-seok mengejar mahalnya semua harga kebutuhan pokok. Meski begitu kita juga tahu, tetap saja ada yang masih menghamburkan uang untuk berjingkrak-jingkrak bareng bon jovi di jakarta.

Pada titik ini, ada satu yang menjadi sorotan saya yaitu mahalnya harga susu sebagai kebutuhan akan gizi tambahan, sebagian besar untuk anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Mengacu pada data yang di rilis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian pada tahun 2014, kebutuhan susu di Indonesia mencapai 3 juta ton per tahun dan sekitar 1,8 juta-2 juta ton (sekitar70%) diantaranya berasal dari import. Jadi wajar jika ditengah nilai rupiah yang terus terpuruk, harga susu semakin melambung tinggi. Akibatnya bertambah banyak anak indonesia yang terpaksa mengurangi minum susu atau bahkan berhenti minum susu sama sekali.

Well, saya mencoba membuka wacana untuk menyiasati kebutuhan akan susu ini dengan cara lain. Misalnya, pemerintah bisa memberdayakan potensi yang dimiliki perempuan-perempuan indonesia usia produktif untuk membantu ketersediaan susu di tanah air sekaligus menekan harga susu. Tinggal saja pemerintah melibatkan semua pihak untuk membuat payung hukum berikut ketentuan-ketentuan yang mengaturnya.

Maksud saya begini:

Data statistik tahun 2014 menyebutkan jumlah perempuan Indonesia mencapai 118.010.413 jiwa. Dengan asumsi 50% diantaranya berada di usia produktif (17 - 55 tahun) maka akan didapat hampir 60 juta perempuan. Dari 60 juta itu taruhlah ada 50% (sekitar 30 juta) perempuan yang payudaranya belum atau tidak dimanfaatkan. Misalnya karena belum punya anak atau anak-anaknya sudah dewasa sehingga tak membutuhkan susu lagi. Nah..payudara-payudara milik perempuan ini kan nganggur. Mengapa tidak, misalnya kementrian pemberdayaan perempuan bekerjasama dengan kementrian kesehatan mencoba merekayasa sedemikian rupa sehingga payudara yang menganggur ini bisa menghasilkan susu berkualitas sekaligus bisa dimanfaatkan untuk membantu kebutuhan banyak anak?

Kalau saja 1 orang perempuan dengan payudara nganggur tadi menyumbangkan rata-rata 1/4 liter susu per hari maka akan di dapat sekitar 7,5 juta liter susu perhari.!! Bayangkan berapa banyak anak indonesia dari orangtua yang tidak mampu akan tercukupi kebutuhan susu hariannya.? Hmm....rasa-rasaya ke depan kita tidak perlu import susu lagi.

Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline