Lihat ke Halaman Asli

Rela Ngak Rela Deparpolisasi

Diperbarui: 29 Maret 2016   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="nasional.rimanews.com"][/caption]Dalam satu bulan terakhir ini, suhu politik DKI sudah mulai memanas. berbagai isu terkait kandidat Cagub dalam pilkada 2017 sudah ramai diperbincangkkan. Yang tidak kalah gaduh adalah keputusan Ahok untuk maju lewat jalur independent. tingginya tingkat popularitas dan elektabilitas Ahok dibanding kandidat-kandidat yang lainnya yang berencana bertarung dalam perebutan kursi DKI 1 mendatang, cukup menghawatirkan banyak pihak terutama Partai Politik (Parpol) karena disinyalir adanya gerakan deparpolisasi.

Deparpolisasi akan menjadi ancaman nyata, jika parpol tidak segera berbenah diri. kenyataan yang ada, saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja parpol memang terus mengalami penurunan. setidaknya sejak survei yang telah ada, mulai 2007, 2011, hingga 20014 lalu trennya terus mengalami penurunan.

Ketika Ahok memastikan diri maju di jalur independen banyak dari kalangan parpol mengalami kepanikan, sehingga menuduh Ahok berupaya melakukan deparpolisasi. Tuduhan itu memang sulit untuk dijelaskan, apakah Ahok memang berencana melakukan gerakan deparpolisasi atau tidak, karena kenyataan politik dilapangan sulit terbaca secara hitam putih. Yang menjadi catatan adalah, ditenggah menurunnya kepercayaan terhadap kader parpol, muncul solusi kongrit masyarakat, yakni Gerakan Relawan. Gerakan relawan dalam memunculkan tokoh memang sulit di tolak, karena terkesan gerakan relawan ini justru menjadi solusi untuk menghadirkan calon pemimpin dengan penilaian yang lebih obyektif dan transparan dibanding penunjukkan kader parpol yang penuh dengan intrik politik dan transaksional politik dagang sapi.

Upaya merapatnya partai Nasdem, PSI, dan Hanura, justru dapat dibaca sebagai kepanikan parpol dalam membendung gerakan ini. Sebagai sebuah entitas politik, parpol memang memiliki tangung jawab politik dan moral untuk tetap berada dalam suksesi kepemimpinan nasional, jika tidak maka parpol akan berada pada situasi yang tidak menguntungkan dalam proses suksesi. Setidaknya, jika kelak ternyata Ahok menang dalam pilkada, maka muka parpol akan sedikit diselamatkan meskipun keberadaan Parpol itu sendiri hanya mendompleng. klaim politik bisa dilakukan, dan pada akhirnya kemunculan gerakan deparpolisasi ini akan dibendung untuk menanggulangi bencana deparpolisasi.

Perubahan memang sulit dibendung, ketiadaan sekat, batas, dalam berkomunikasi menjadikan segala nya terbuka. Hal ini adalah tantangan bagi Parpol untuk dapat mengikuti perkembangan jaman. Masyarakat dalam kekinian sudah pandai dalam memilah dan memilih, dan sudah melek politik. Pada akhirnya, kedepan masyarakat lah yang akan melakukan seleksi secara langsung terhadap figur-figur yang dianggap memiliki kopetensi untuk memimpin bangsa. Menyikapi hal yang demikian, parpol harus segera berbenah diri dan merubah strategi politik mereka konvensional. Diperlukan modernisasi sistem rekruitmen dan kaderisasi guna memberikan pilihan yang variatif dan kader-kader yang memiliki bobot sesuai kepentingan dan keperluan rakyat.

Dengan demikian, keberadaan arus perubahan ini tidak perlu dikhawatirkan oleh parpol, setidaknya fenomena ini adalah early warning bagi pembenahan parpol untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bagi mereka yang mampu menghadirkan perubahan dan mengikuti perkembangan jaman maka akan selamat, namun jika tidak lambat laun akan digilas jaman. Demikianlah jaman dan alam ini berproses.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline