[caption caption="ilustrasi (okezone.com)"][/caption]
Dalam situasi perekonomian yang serba tidak menentu seperti sekarang ini, semua sektor terkena imbasnya, tidak terkecuali dunia usaha. Capaian target penjualan dan membengkaknya biaya operasional perusahaan menjadi persoalan yang mau atau tidak mau harus dihadapi.
Menurunnya daya beli masyarakat memiliki efek domino yang terdampak mulai dari hulu hingga hilir rantai dunia usaha. Dunia usaha dituntut untuk mampu bertahan terhadap goncangan ekonomi nasional. Dunia usaha harus mampu melakukan terobosan-terobosan untuk memanfaatkan peluang sekecil apapun, juga harus jeli menetapkan sebuah kebijakan pengelolaan biaya.
Langkah Strategis
Untuk dapat melalui situasi genting ketika krisis seperti saat ini, tidak jarang manajemen bertindak secara panik dan uncontrol. Kebanyakan dari mereka mengupayakan penyelamatan secara instan dengan melakukan pengorbanan pada sisi lain, seperti halnya PHK, Pemangkasan penjualan, dan pemangkasan biaya tanpa kontrol. Jika manajemen melihat secara jeli akan potensi yang ada, dan mampu memanfaatkan cela, hal-hal yang sebagaimana disebutkan diatas bisa dihindari. Dikutip dari inc.com, untuk mampu bertahan dalam menghadapi kondisi krisis beberapa langkah yang harus dilakukan. Pertama, Konsolidasi internal seluruh tim. Organisasi akan menjadi kuat jika didalamnya terdapat tim yang solid, yang tidak terpecah antara bagian satu dengan bagian yang lainnya. Seluruh tim harus memiliki presfektif yang sama dalam memandang persoalan yang sedang dihadapi Perusahaan. Diperlukan langkah efektif dan efisien dalam semua tindakan, baik itu berhubungan dengan upaya menghadapi kompetitor dalam penjualan, maupun bertindak efisien dalam mengelola biaya.
Kedua, Hindari pemotongan penjualan dan efisien mengelola biaya. Dalam kondisi krisis sudah bisa dipastikan akan terjadi penurunan pasar dan permintaan produk atau jasa secara signifikan. Namun demikian, dengan melakukan pemotongan tingkat penjualan akan berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja (PHK) yang akan berdampak jauh lebih buruk. Dalam melihat persoalan ini, manajemen harus bijaksana untuk bisa mengurangi biaya dan investasi yang masih bisa ditunda. Seperti halnya belanja IT, Akuntansi, Perjalanan Dinas, Transportasi, maupun komponen-komponen investasi lainnya yang bisa dilakukan penundaan. Angka penjualan harus tetap dipertahankan semaksimal mungkin dengan keterbatasan sumberdaya yang ada, karena hal itu akan menakar kemampuan eksistensi produk dan jasa di pasar.
Ketiga, Tekankan Komunikasi. Konsolidasi internal akan berhasil jika terbangun komunikasi yang efektif dan intens, baik pada tataran manajemen dengan manajemen, karyawan dengan karyawan, ataupun manajemen dengan karyawan. Seluruh komponen yang ada dalam lingkungan perusahaan harus memperoleh informasi yang jujur dan aktual terhadap kondisi kekinian yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Manajemen harus mengupayakan keterbukaan kepada komponen yang lain terhadap situasi yang sedang dihadapi oleh Perusahaan, berikut rencana strategis yang akan diambil oleh Perusahaan baik dalam skala penyelamatan, maupun dalam jangka menengah, maupun jangka panjang.
Keempat, Pertahankan Nilai Anda. Jamak dalam menghadapi krisis kebanyakan dari perusahaan melakukan efisiensi dalam bentuk biaya produk, sehingga menurunkan kualitas penjualan dan tingkat pelayanan terhadap produk yang dijual. Upaya penyelamatan dalam kondisi krisis, seharunya perusahaan tidak mengambil langkah-langkah tersebut. dengan menurunkan kualitas produk dan pelayanan terhadap produk itu sendiri akan merubah image pelanggan terhadap komitmen perusahaan. Dalam situasi krisis, sebenarnya menjadi hal yang lumrah jika terjadi koreksi/perubahan terhadap harga barang. Terpenting adalah pola komunikasi antara perusahaan dan pelanggan dapat dibangun dengan baik serta diberikan penjelasan secara komprehensif dan masuk akal, terhadap penyesuaian tersebut, sehingga kondisi itu dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.
Langkah kongrit yang harus dilakukan dalam menghadapi persoalan krisis ini adalah keberanian untuk menghadapi persoalan dengan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual dalam membangun strategi bertahan. Fungsi manajemen sebagai nahkoda harus pihak yang berdiri paling depan dalam mengatasi krisis. Keberadaan manajemen sebagai tauladan menjadi sangat penting untuk membangun trust semua komponen yang ada dalam perusahaan. Dalam posisi ini, manajemen tidak boleh bertindak secara berat sebelah dan memposisikan dibelakang meja saja, namun harus terjun kelapangan untuk memimpin penangulangan krisis.
Kebanyakan yang terjadi dalam korporasi kita, manajemen ketika menghadapi krisis justru sibuk mencari kambing hitang, tentang siapa penyebabnya. Selain itu, terkadang manajemen giat mencanangkan kebijakan efisiensi dan pemangkasan biaya, namun dipihak manajemen sendiri engan melakukan efisiensi dan tidak jarang justru sibuk melakukan penyelamatan diri sendiri.
Hal sedemikian itu, seharusnya tidak terjadi jika para manajemen dan seluruh komponen yang ada dalam perusahaan benar-benar menyadari bahwa situasi krisis merupakan tangung jawab bersama. Dengan demikian, kesatuan tindakan dan kekompakan dalam menjalankan program-program penyelamatan dilakukan secara bersama-sama. Meskipun dalam beberapa terdapat resiko yang harus ditangung bersama, seperti pemotongan gaji sementara atau perumahan karyawan sementara. Komunikasi yang intens, dan keterbukaan menjadi hal yang fundamental untuk dilaksanakan, sehingga semua fihak menyadari dan juga mengetahui apa yang harus dilakukan untuk bisa melalui krisis dengan baik.