Lihat ke Halaman Asli

Mengatasi Krisis Tidak Cukup “Hanya” Revolusi Mental

Diperbarui: 25 Agustus 2015   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Revolusi mental (alfiananditya.blogspot.com)"][/caption]

Kita tengah memperingati 70 Tahun kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan yang telah kita capai hingga kini memang patut disyukuri. Dinamika perjalanan bangsa yang mengalami pasang surut menjadikan kita bangsa yang kian hari kian dewasa. Proses pendewasaan yang terjadi memang tidak selalu melewati jalan yang mulus, namun juga tidak jarang kita menemui aral yang tak mudah.

Ditengah peringatan kemerdekaan, kita dihadapkan situasi keprihatinan. Masyarakat yang tengah berbenah diri menuju perubahan harus menelan pil pahit situasi ekonomi yang sulit, daya beli masyarakat turun, Harga bahan bakar naik, PHK terjadi dimana-mana, belum lagi biaya produksi yang semakin mahal.

Pemerintah dibawah kendali Presiden Jokowi sebenarnya memiliki visi perubahan yang baik, dengan jargon “Kerja”.  Pemerintah ngebut dalam pembenahan infrastruktur pendukung untuk mengerakkan ekonomi masyarakat. siang malam pemerintah terus mengagas perubahan yang tentunya secara jangka pendek belum memiliki dampak signifikan.

Krisis yang terjadi kali ini memang memiliki nuansa yang berbeda. Pengaruh krisis global yang terjadi di Eropa, Amerika, dan kebijakan Tiongkong yang melakukan penyelamatan ekonomi menjadi faktor pendorong terjadinya krisis ekonomi dalam negeri. Turunnya nilai tukar rupiah, dan anjloknya indeks pasar saham menciptakan kepanikan tersendiri. Sehingga secara otomatis berpengaruh terhadap pola prilaku ekonomi secara mikro masyarakat. Kendati Pemerintah tengah memikirkan kebijakan penanggulangan krisis, namun nampaknya akan sulit, karena pasar terlanjur panik, dan menarik dananya.

Jika situasi krisis ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin dunia usaha akan mulai ketar-ketir dan terancam gulung tikar, serta ancaman PHK akan menjadi taruhan yang serius untuk kita hadapi selanjutnya.

Revolusi Mental

Revolusi mental yang dicanangkan pemerintah, sejatinya adalah sebuah metode perubahan budaya masyarakat. yang kita tahu, untuk merubah budaya tidak cukup waktu 5 tahun untuk merasakan hasilnya. Namun secara pelan-pelan dengan didukung itikad masyarakat terhadap perubahan, juga sistem perubahan yang dibangun oleh pemerintah dan semua elemen masyarakat. dalam rangka Perubahan buaya masyarakat diperlukan sinergi dari sisi kultur pendidikan, ekonomi, politik, sosial, dan pola perilaku masyarakat.

Revolusi mental bukanlah sebuah program yang dengan didanai APBN lantas bisa dilaksakan, namun revolusi mental adalah sebuah metode “hijrah” dari ketergantungan menuju kemandirian, dari sikap korup menjadi integritas, dari malas menjadi giat, dan lain sebagainya. Pada intinya semua itu mengarah kepada sebuah perubahan masa depan yang mampu memposisikan bangsa Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya dalam semua hal aspek kehidupan.

Bangsa yang mandiri dan berdiri dikaki sendiri (berdikari), adalah sebuah tujuan penting untuk menciptakan bangsa Indonesia yang sejahtera, masyarakat yang makmur, dan hidup dalam suasana damai.  Sesungguhnya, sejak pada masa kerajaan lampau, bangsa Indonesia telah memiliki peradaban yang tinggi. Bukti itu semua adalah kegemilangan yang dicapai oleh kerajaan Sriwijaya dan Majapahit kala itu, sehingga mampu menyatukan Nusantara yang luas dan memiliki posisi maritim yang disegani oleh bangsa lain.

Nusantara yang bergelimang kekayaan telah menjadi sorotan bangsa-bangsa dunia, hingga situasi pahit kita alami selama kurang lebih 300 tahun ketika masa penjajahan kolonial asing. Akibat dari infiltrasi asing selama itu, perubahan budaya bangsa Indonesia yang awalnya tangguh menjadi bangsa yang lemah. Kolonialisme juga menjanjikan hidup yang mapan pada sebagian orang, namun ketersiksaan pada kebanyakan orang. Pelemahan mental bangsa inilah yang kemudian menjadikan bangsa kita menjadi tidak memiliki daya tawar yang baik dimata dunia. Politik pecah belah dan peng-kotak-kotakan elemen masyarakat telah mampu menciptakan keterpisahan masyarakat menjadi beberapa strata sosial. Politik pecah belah menciptakan gesekan antara strata satu dengan strata yang lain, dan tidak jarang saling menginjak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline