Lihat ke Halaman Asli

Munas Partai Golkar: Demokrasi ala ARB

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417503932865118531

[caption id="attachment_379974" align="aligncenter" width="600" caption="sumber: vivanews.co.id"][/caption]

Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar ke IX, yang digelar di Nusa Dua Bali kini hanya menyisakan Abu Rizal Bakrie (ARB) sebagai satu-satunya calon kuat yang akan menduduki posisi ketua umum untuk yang kedua kalinya. Proses panjang yang terjadi dalam munas ini menyuguhkan adegan-adegan dramatisasi politik khas Golkar yang sepertinya telah menjadi bagian tradisi dalam setiap pemilihan kepemimpinan Golkar dari masa ke masa.

Sebagai partai yang telah benar-benar matang dalam berpolitik, partai Golkar dihuni oleh politisi-politisi kawakan yang kemampuannya cukup diperhitungkan dalam kancah politik nasional. Dalam setiap ajang pertarungan perebutan tahta di partai golkar selalu menyuguhkan sebuah dinamika politik yang kita bisa bilang menyegarkan dan patut untuk dijadikan tolok ukur maju dan mundurnya kualitas demokrasi politik di tanah air. Partai Golkar dalam setiap permainan pangungnya, selalu ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan, akan seperti apa raw model yang akan dibangun oleh partai Golkar kedepan dalam memberikan pendidikan politik di tanah air.

Ada pemandangan yang unik dalam Munas ke IX partai Golkar ini. Dalam setiap pertarungan perebutan posisi orang nomor satu, partai Golkar sebelumnya selalu diramaikan oleh bursa calon lebih dari dua orang dan diusung oleh eksponen dan faksinya masing-masing, namun dalam pemilihan kali ini cenderung dikuasai oleh satu nama yakni ARB. Munculnya nama ARB yang mendominasi dalam arena Munas ini bukan terjadi begitu saja, namun sebelumnya telah terjadi dinamika keras sebelum diselenggarakan Munas di Bali ini.

Dalam tubuh partai pohon beringin ini, sejatinya telah terkoyak-koyak, dimana sebelumnya terjadi pertarungan oleh kubu Ical dengan kubu calon ketum lainnya yang kemudian merapatkan barisan lewat presidium penyelamat partai yang dikomandoi oleh Agung Laksono. Pertentangan ini terjadi dikarenakan berbagai persoalan dan manuver oleh kelompok incumbent yang mencoba membuat barikade untuk menghalau calon-calon yang akan maju dalam bursa caketum partai Golkar, yang salah satunya adalah menetapkan persyaratan calon harus diusung 30% dari total DPD I dan DPD II, dengan meyertakan surat dukungan resmi. Barikade ini benar-benar disadari oleh rival politik ARB sebagai upaya pendegradasian kesempatan lawan untuk maju menjadi caketum.

Rival ARB menilai bahwa cara-cara yang digunakan oleh tim ARB ini tidaklah demokratis, karena telah memberangus kesempatan, alih-alih mereka tidak memiliki kesempatan untuk mengalang dukungan secara tertulis, karena mepetnya waktu pelaksanaan Munas. Barisan sakit hati yang sejatinya juga rival politik ARB membentuk presidium penyelamat partai ini bertujuan untuk menganulir aksi barikade kelompok ARB dengan mengeluarkan rekomendasi untuk memecat ARB dan mengundur pelaksanaan Munas pada bulan januari 2015. Bukan ARB jika tidak mengadakan perlawanan sengit, sejurus kemudian, kelompok ARB memandang bahwa keberadaan presidium penyelamat partai tidak memiliki landasan konstitusi yang jelas, dan mengada-ada saja. Dengan demikian Munas di Bali masih dalam amanat konstitusi partai dan tidak beralasan untuk dibatalkan.

Dinamika partai tetap berjalan, yang mencapai puncaknya pada minggu yang lalu terjadi bentrok di DPP, dan keadaan menjadi semakin keruh. Situasi perpecahan dalam tubuh partai kemudian menuntut adanya islah antara dua kubu. Dan sebagai senior sekaligus Ketua Dewan Penasehat partai Golkar, Akbar Tandjung kemudian turun tangan dan memfasilitasi kedua belah pihak untuk mengadakan islah. Proses Islah ini pun berjalan sangat alot, kedua belah pihak saling bersikukuh dengan pendapat dan argumentasi masing-masing, sehingga sampai munas digelarpun belum ada titik temu.

Dinamika politik pasca gagalnya islah terus berlanjut, dan munas pun tetap digelar. Agung Laksono yang berada di Bali pun sampai detik terakhir pembukaan Munas tidak hadir, bahkan Priyo Budi Santoso yang sedianya akan memasuki arena Munas dihadang oleh petugas dan tidak diperkenankan masuk dalam arena munas. Diluar arena Munas kubu yang berseberangan dengan ARB nampaknya sudah bulat tekat untuk tidak menghadiri munas tersebut, dan seperti halnya Agung Laksono pun bergegas meninggalkan Bali.

Sementara dalam arena sidang munas, dilaporkan bahwa situasi berlangsung sangat solid, bahkan sedianya ada 2 calon yang akan bertarung dalam perebutan calon ketua umum yakni ARB dan Airlangga Hartarto, namun belakangan Airlangga pun mengundurkan diri dari pencalonan dengan dalih banyak tatib sidang yang telah disetting untuk mengoalkan ARB dan menghambat pencalonannya.

Pencalonan kembali ARB pun tidak terbendung lagi, ketika dilakukan pemandangan umum dan laporan pertangung jawaban oleh kepengurusan ARB, gegap gempita ARB disambut tepuk tangan dari hadirin, dan semakin meyakinkan bahwa ARB adalah calon tunggal yang akan kembali memimpin partai golkar untuk lima tahun kedepan.

Pelajaran Politik Dari Partai Golkar

Gelaran Munas Partai Golkar kali ini banyak hal-hal baru yang ditampilkan dalam pertarungan untuk memperebutkan kursi ketum. Partai Golkar yang dinamis menyajikan drama politik yang menarik untuk kita kaji bersama. Pertarungan sengit kubu ARB dan kubu Presidium Penyelamat Partai, memberikan sebuah contoh pertarungan terbuka dan sistematis, serta strategi-strategi politik yang mereka susun untuk merencanakan kemenangan.

Pada titik ini, ARB sebagai incumbent memiliki power yang lebih besar untuk mengendalikan kemenangan. Dari mulai perangkat penyelenggara, materi munas, hingga tata tertib persidangan dengan mudah mereka kuasai. Penguasaan ini penting untuk memastikan kemenangan ARB dalam pencalonannya kembali, dan sekaligus mendegradasi kesempatan lawan politiknya. Terbukti, dengan ketetapan baru yang mengharuskan adanya dukungan minimal 30% dari DPD I dan DPD II, serta mempercepat pelaksanaan Munas pada bulan desember ini, membuat lawan politiknya kelabakan, dan susah untuk melaksanakan konsolidasi. Kendati masing-masing calon ketum yang akan maju memiliki basis masa di tingkat bawah, namun dengan power politik serta iming-iming kesempatan untuk menduduki posisi penting di tingkat DPD I dan DPD II, ARB mampu mengunakan situasi itu untuk mendulang dukungan, baik yang bersifat sukarela maupun dengan paksaan akan intimidasi posisi mereka dalam tubuh partai. soliditas tim pemenangan menjadi sangat penting ketika harus meraih dukungan politik dari seluruh DPD.

Adalah Idrus Marham, Nurdin Chalid, serta tim pemenangan ARB yang lain bergerak lincah mengkonsolidasi dukungan politik, bahkan dalam arena munas beredar rekaman pengarahan dukungan kepada ARB dari nurdin halid kepada pengurus DPD untuk kembali memilih ARB. Dalam sebuah strategi politik dan upaya pemenangan hal ini tentu saja sah-sah saja dilakukan oleh masing-masing tim pemenangan, namun dari titik ini siapa yang mampu menguasai dialektika, serta wilayah dukungan sudah dipastikan dialah yang akan menjadi pemenang nya.

Disisi lain ada kelompok Presidium Penyelamat Partai yang muncul sebagai gagasan untuk membendung dominasi kelompok ARB untuk mengangkangi partai golkar. Anggota yang terdiri dari beberapa kandidat ketum ini bersuara keras menentang cara-cara ARB yang dinilai tidak demokratis dan kotor dalam upaya pemenangannya. Sampai-sampai kelompok ini pun mengeluarkan semacam rekomendasi yang berujung pada pemecatan ARB sebagai ketum, karena dinilai tidak layak lagi memegang jabatan Ketum menginggat sesuai amanah AD/ART masa kepemimpinan ARB melebihi periode 5 tahun, juga sekaligus mengangkat Muladi sebagai Dewan Penasehat Presidium Penyelamat Partai. alih-alih tidak ingin memperkeruh suasana, Muladi pun menolak penunjukan tersebut dan justru merapat pada kelompok ARB.

Dalam pertarungan sengit kelompok ini, menimbulkan keresahan pada tingkat elit dan akar rumput, dan kemudian Akbar Tandjung tampil sebagai negosiator yang berkepentingan untuk mengislahkan kedua kubu. Wal hasil kerasnya pertarungan, membuat kedua kubu saling memasang bargaining power yang tidak bisa ditawar-tawar, sehingga tidak terjadi titik temu islah sampai munas diselenggarakan. Kedua kubu berkeras dan terjadi tarik menarik tentang sah dan tidaknya munas dibali yang diselenggarakan kubu ARB. Seakan tidak mengindahkan kelompok lawan, munas tetap diselenggarakan, dan kelompok ARB berdalih dan mempertanyakan status Presidium Penyelemat Partai ini tentang legalitasnya dalam partai.

Dalam konteks sampai dengan penyelenggaraan munas dan ARB menjadi satu-satunya calon yang maju dalam bursa ketum ini, kelompok ARB menang 1-0 atas kelompok Presidium penyelamat partai. Analisa saya, kubu presidium penyelamat partai, dalam waktu dekat akan melakukan manuver politik yang tidak kalah menarik untuk kita tunggu gerakannya. Bukan politikus golkar jika mereka tidak melakukan aksi serupa nantinya. Tentunya dinamika akan lebih agresif dan permainan akan lebih menarik, jika kaukus ini memainkan drama yang mungkin tidak pernah kita pikirkan. Keberadaan pihak luar juga turut menjadi bagian permainan politik di tubuh golkar nantinya. Kelompok Presidium Penyelamat Partai yang memang sedari awal mencoba membawa gerbong golkar merapat pada pemerintah berkuasa, tentunya akan mencoba menarik pihak luar (pemerintah) untuk memberikan tekanan-tekanan politik yang bisa dibilang menjadi menarik.

Pemerintahan Jokowi-JK pun sebenarnya memiliki kepentingan untuk mendegradasi keterpilihan ARB, karena jika ARB terpilih menjadi Ketum Golkar akan sulit untuk bisa mengendalikan Golkar, dari sisi kepentingan pemerintah. Apalagi JK sebagai mantan ketum Golkar sangat berkepentingan untuk mendapatkan dukungan dari golkar, karena sampai saat ini, Golkar belumlah memiliki pijakan yang kuat yang dapat dijadikan sandaran politik dari sisi pemerintah maupun pribadi, meski secara situasi dilapangan keberadaannya didukung oleh koalisi KIH.

Inilah yang saya sebut sebagai sebuah pembelajaran politik sekaligus tontonan demokrasi di negeri ini. Setiap partai memiliki patron dan ciri khas masing-masing dalam memainkan seni dalam berpolitik. Harapan kita, dalam setiap dinamika yang terjadi dalam politik kita, tidak menjadikan pembodohan politik, dan mempertontonkan etika yang tercela, namun sebaliknya akan menjadi sebuah wacana dalam perpolitikan tanah air, dan setiap hari kedepan akan semakin matang dan memiliki kewibawaannya sendiri. Partai politik sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan sekaligus membangun memiliki agenda pembangunan bangsa, selayaknya menjadi kendaraan yang bermartabat, dan di isi oleh orang-orang yang memiliki semangat kebangsaan diatas kepentingan pribadi maupun golongan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline