Lihat ke Halaman Asli

Golkar Berdamailah dan Lakukan Transformasi dengan Baik

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14176613841559985494

[caption id="attachment_380509" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: riaupos.co"][/caption]

Perpecahan dalam tubuh partai bak penyakit menular yang susah dihalau, pasca perpecahan di tubuh partai persatuan pembangunan (PPP), kini perpecahan pun mendera dalam tubuh partai golkar. Kasus terbelahnya kedua partai ini embrionya sama yakni koalisi KMP dan KIH.

Partai golkar yang sejatinya memiliki pengalaman yang mumpuni dalam berpolitik, ketika pasca gelaran pemilu dan pilpres biasanya selalu solid dan merapatkan barisan kembali, namun kini berbeda keadaan. Proses pilpres telah usai namun perpecahan di partai ini justru baru dimulai. Golkar yang memang piawai dalam bermain politik dua kaki alias pecah pangung, nampaknya kini serasa tak berdaya untuk dipersatukan kembali dalam sebuah tujuan bersama membangun bangsa. Ambisi kekuasaan masing-masing kubu menarik katub bersebrangan dan semakin menjauh. Ya memang katub ini sangat berpengaruh, karena ada banyak kepentingan berada didalamnya. Selain kepentingan kekuasaan apa lagi?

Golkar yang sedari awal spesialis berada pada barisan pemerintahan, kini nampaknya telah memilih jalannya sendiri. Golkar lebih nyaman menjadi partai oposisi merapatkan barisan bersama koalisi merah putih (KMP) yang dihuni oleh Gerindra, PKS, PAN. Pilihan pahit bagi golkar ini tidak serta merta membuat politisi golkar menjadi solid, namun sebaliknya justru menjadi terbelah, karena kubu satunya lagi melangengkan tradisi berada didalam pemerintah.

Pada titik ini, saya sebetulnya bangga terhadap partai golkar yang telah berani berada diluar pemerintahan untuk menjadi penyeimbang. Sebagai partai yang besar, memang seharusnya sekali-kali merasakan situasi diluar kekuasaan, dan dalam lima tahun kedepan berada dalam garda terdepan melakukan control terhadap kinerja pemerintah. Pilihan untuk berada diluar kekuasaan ini sejatinya jika kita pahami sebagai dinamika politik sebetulnya baik bagi masa depan golkar. Setidaknya golkar tidak kembali di cap sebagai pragmatisme politik semata. Dan bahkan, jika golkar mampu konsisten berada diluar kekuasaan, dan bermain sebagai oposisi secara baik, bukan tidak mungkin tingkat elektabilitas partai ini akan semakin membaik pada masa yang akan datang.

Cap orde baru yang selalu melekat dalam tubuh partai golkar akan menjadi semakin pudar, dan golkar harusnya mampu melakukan transformasi politik demi sebuah masa depan bangsa yang baik, dan maju. Pilihan untuk berada diluar kekuasaan dan menjadi partai penyeimbang, harusnya menjadi jalan untuk melakukan transformasi keorganisasian sekaligus re-branding partai untuk mendapatkan kepercayaan publik kembali.

Jika saya amati, ada dua trobosan yang menarik yang dilakukan oleh partai golkar semenjak reformasi. Pertama, ketika tahun 2004 pilpres dilaksanakan, partai golkar mengagas adanya konvensi secara terbuka, yang digagas oleh akbar tanjung untuk menjaring calon presiden, dan kedua, adalah tahun ini yang telah memastikan jalannya untuk memastikan diri untuk berada diluar kekuasaan atau menjadi oposisi.

Dibalik sebuah konflik yang terjadi, saya berkeyakinan akan muncul sebuah pembaharuan yang pastinya akan membuat sebuah organisasi menjadi lebih baik kedepan. Sebut saja PDIP dan Demokrat, yang notabene adalah sebuah partai yang mengutamakan simbolisme. PDIP telah mampu melakukan perubahan secara budaya kepartaian, dimana sebagai simbol politik PDIP, bersedia untuk tidak maju lagi dalam pertarungan Pilpres 2014 dan dengan sukarela mempercayakan kepada Jokowi, tak pelak dukungan kepada Jokowi dan PDIP pun semakin membaik, dan kepercayaan public terhadap partai ini menjadi semakin baik. Inilah yang saya sebut sebagai keberanian bertransformasi untuk menuju pembaharuan partai.

Setiap partai memiliki siklusnya masing-masing, adakalanya berada dibawah dan mengalami puncak kejayaannya. Untuk menjaga ritme dan grafik prestasi, sudah seharusnya partai melakukan trobosan-trobosan yang baik dan terstruktur untuk menyesuaikan dengan kepentingan dan perubahan zaman. System kepartaian di Indonesia menuntut adanya sebuah perubahan yang lebih modern jika tidak ingin ditinggalkan oleh konstituennya. Sudah bukan jamannya lagi bermain aman dan pragmatis, untuk sekedar mencari hidup saja dalam pemerintahan. Namun partai harus mampu mengambil peran penting dalam keterlibatannya dalam pembangunan bangsa, baik itu berada dalam lingkaran kekuasaan maupun diluar ring kekuasaan.

Dengan demikian, kita semua berharap, tidak hanya bagi partai golkar, namun juga PPP yang kini sedang didera perpecahan. Jadikan perpecahan ini sebagai sarana untuk pengambilan sikap terbaik, dan dalam rangka membela kepentingan bangsa dan negara. Bukan berada pada posisi berebut kekuasaan untuk kepentingan sesaat saja serta pragmatisme politik sesaat.

Tulisan Terkait:

1. Munas Partai Golkar: Demokrasi Ala ARB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline