Lihat ke Halaman Asli

Elegi Penyesalan

Diperbarui: 24 Juni 2015   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rindu akhirnya mengering di daun bambu

mengemas kesia-siaan, merobek mimpi

meremas harapan pada tangan yang gemetaran

sudahlah sayangku

gerhana merubah iklim menjadi perasaan tak bertuan

cinta yang pernah kupuja--menjadi berhala jiwa-- bukan alasan

tetapi air mata lelaki ini

terlanjur telah kau tumpahkan.

Akan kubawa ibu hati menyusuri puing-puing kenangan

lalu berdiri di atas bukit: menjerit dan membentangkan kedua tangan

dan kupanggil seluruh hari-hari indah bersamamu jelita

kusambat dengan seribu mantra pendaran bulan purnama

:berdatanganlah,o, wahai

arwah-arwah penasaran daridunia kepedihan

roh-roh kepiluan dari gulita penyesalan

berkumpullah di sini

melolonglah bersama sunyi

bersama laki-laki yang darahnya dicucurkan

untuk sepotong penghianatan yang dengan tulus kau persembahkan

maka berikanlah aku belati telanjang paling kelimis

dan hujamkan dengan seribu kali tusukan terus menerus tanpa jeda

ke tubuh jahanam ini

biar rasa!

Biar tak bersisa!

Tapi ternyata itu tak sebandingdengan rasa apapun

bahkan bila bumi ini meledak menjadi tepung terigu yang berhamburan

selain galau yang mengembara

berlayarsecara abadisepanjang usia.

Dan rindupun akhirnya mengering di daun bambu

bersama ceritapamungkas yang tak mungkin terkisahkan

bahkan pada riak telaga yang airnya telah kehilangan warna.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline