Lihat ke Halaman Asli

Dr. Agus Hermanto

Dosen Hukum Keluarga Islam

Menyoal tentang Kehalalan Air Daur Ulang

Diperbarui: 27 Agustus 2022   06:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MENYOAL TENTANG KEHALALAN AIR DAUR ULANG

Air adalah sumber kehidupan, dimana manusia senantiasa membutuhkan air dalam hidupnya. Air pada awalnya adalah suci, yaitu air dari sumber air, air embun, air hujan, air sungai, air sumur, air laut, air embun, dan air salju. Air ini adalah suci dan mensucikan, artinya dzatnya suci dapat dikonsumsi (diminum) dan dapan dapat digunakan untuk alat bersuci, yaitu berwudhu dan mandi besar. Selain air suci dan mensucikan juga terdapat air mustakmal dan air mutanajis. Artinya terdapat juga air yang suci tapi tidak dapat digunakan untuk bersuci dan ada air yang memang tidak suci, yaitu air najis secara mutlak.

Dengan pertumbuhan dan perkembangan industri yang sekian meningkat, maka banyak ditemukan bentuk-bentuk pemanfaatan air limbah menjadi air bersih, dengan cara melakukan daur ulang.

Dalam konsep fikih, apabila terdapat benda cair yang jumlahnya sedikit kemudian kemasukan najis, maka ada dua cara pensuciannya, pertama adalah air tersebut dibuang sama sekali dan kedua air yang jumlahnya sedikit tersebut ditambah dengan jumlah air yang lebih banyak yaitu melebihi dua kuliah, maka akan menetralkan air yang ada.

Dalam telaah Fatwa MUI Nomor 11 tahun 2010 tentang Air Daur Ulang. Dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan air daur ulang adalah air hasil olahan (rekayasa teknologi) dari air yang telah digunakan (musta'mal), terkena najis (mutanajis) atau yang telah berubah sifatnya yakni rasa, warna dan bau (mutaghayyir) sehingga dapat digunakan kembali, dalam konsep fikih bahwa air dua kulah adalah air yang mencapai paling kurang 270 liter.

Ketentuan hukum bahwa air daur ulang adalah suci mensucikan (thahir muthahir) sepanjang diproses sesuai dengan ketentuan fikih.

Adapun ketentuan fikih, ada tiga cara untuk melakukan pensucian air, pertama thariqu al-nazh, yaitu dengan cara menguras air secara keseluruhan dan hanya memilah air yang suci, sehingga tidak berubah dari salah satu sifatnya.

Kedua adalah thariq al-mukatsarah, yaitu dengan cara menambahkan air yang thahir muthahir pada air yang mutanajis, minimal dua kulah dalam ketentuan fikih, sehingga air tersebut menjadi netral akibat air sucinya mampu merubah air yang mutaghayirat tersebut berubah menjadi hilang.

Ketiga adalah thariq taghyir, yaitu merubah air yang mutaghayirat tersebut dengan menggunakan tulang yang mampu untuk merubah sifat air, dengan ketentuan bahwa volume air lebih dari dua kulah dan tulang yang digunakan haruslah suci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline