Hikmah Memegang Tongkat Pada Saat Khutbah Jum'at
Shalat jum'at adalah kewajiban bagi kaum muslimin pada siang hari jumat. Kewajiban itu dilakukan pada waktu dhuhur sebagai pengganti shalat duhur dengan terhitung dua kali khutbah dan dua rakaat shalat jumat, hingga terhitung empat rakaat shalat dhuhur. Pada saat khutbah jumat biasanya khatib memegang tongkat, yang perlu diketahui bersama adalah apa hikmah memegang tongkat saat khutbah?
Tongkat yang digunakan pada saat khutbah adalah berbahan dari kayu yang dipegang oleh khatib pada saat khutbah jumat berlangsung, kayu atau tongkat tersebut biasanya diberikan oleh bilal pada saat awal sebelum khatib naik ke mimbar, setelah tongkat diterima dari bilal lalu berdoa minimal membaca basmalah atau doa yang biasa dibaca oleh bilal sebelum khatib mengucapkan salam. Bilal menyerahkan tongkat tersebut lalu diterima oleh sang khatib kemudian dipegang dengan kedua tangan khatab, dan pada khutbah dipegang dengan tangan kanan, lalu khatib mengucapkan salam dengan tangan tetap memegang tongkat tersebut.
Tongkat tersebut biasanya dibuat dengan kayu yang sama bahannya dengan mimbar, tongkat tersebut berbentuk seperti tombak, namun tanpa mata tombak aseli dari besi, melainkan hanya dibuat menyerupai mata tombak saja. Hal itu bukan hanya sekedar kayu atau tongkat biasa yang tanpa makna, melainkan bernilai filosofi dan hikmah yang mulia bagi sang khatib.
Secara historis, bahwa tongkat atau tombak pada masa Rasulullah sebagai sunah yang dianjurkan Rasulullah SAW, hingga rasul selalu memegang tongkat yang biasanya ukurannya pendek atau terkadang panjang. Sebagian berpendapat bahwa tongkat (tombak) adalah sebagai senjata untuk melindungi diri, karena ketika sedang khutbah dan diserang musuh akan mudah dapat melakukan pembelaan diri, karena senjata telah ada ditangan, hal ini juga logis ketika ada anjuran juga menggunakan pedang.
Namun pada saat ini, bahwa tongkat atau tombak hanya sebagai simbol dan isyarat, karena perang atau jihad pada saat sekarang bukan menggunakan dengan menggunakan alat perang, melainkan menggunakan akal pikiran yang sehat.
Hikmah memegang tongkat pada saat khutbah adalah untuk mengikat hati bagi khatib, agar dapat fokus saat khutbah, ketika khatib telah naik mimbar maka tidak lagi dapat tengok kanan dan kiri, melainkan langsung menyampaikan khutbah, agar tangan tidak bergerak-gerak maka disunahkan memegang tongkat atau setidaknya berpegangan antara dua tangan tersebut. (Subulussalam, Juz II, hal. 59).
Imam Al Syafi'i ra, berkata, telah sampai kepada kami berita bahwa ketika Rasulullah SAW, ber khutbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau ber khutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua bentuk itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). ar Rabi' menggambarkan dari Imam Al Syafi'i dari Ibrahim dari Laits dari Atha', bahwa Rasulullah SAW, saat khutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan, (al Umm, Juz 1 hal. 272).
Hal tersebut juga diriwayatkan dari Syuaib, bin Juraidj ia berkata, Kami menghadiri shalat jumat pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW, maka beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur, (Sunan Abi Daud, 824).
Dari keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa memegang tongkat pada saat khutbah adalah sunnah rasul.
Dalam keterangan lain, bahwa apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri mengahadap jamaah dengan wajahnya dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek, serta tangan satunya memegang mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan tangannya. Kalau tidak begitu, atau dia menyentuh tangannya yang lain. (Ihya Ulumuddin, Juz 1, hal. 180).
Dari keterangan tersebut adalah bahwa memegang tongkat pada saat khutbah hukumnya sunah, hal itu bahkan dianjurkan oleh baginda Rasulullah SAW.