Lihat ke Halaman Asli

agus hendrawan

TERVERIFIKASI

Tenaga Kependidikan

Sang Pewaris Angin dan Api Literasi Indonesia

Diperbarui: 3 Februari 2025   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendahuluan

Apa Jadinya Jika Pramoedya Ananta Toer Hidup di Era Media Sosial? Apakah suaranya tetap lantang, atau justru tenggelam dalam hiruk-pikuk algoritma? Pertanyaan saya ini mencoba menggambarkan seberapa relevannya pemikiran Pramoedya, terutama di zaman digital ini. 

Pada peringatan 100 tahun kelahirannya, mari kita mengenang sosok yang merupakan seorang penulis dan pejuang kebenaran dan keadilan ini.

Jejak Karya dan Perjuangan Pramoedya

Pramoedya Ananta Toer, lahir pada 6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah, adalah salah satu sastrawan terbesar Indonesia. Karya-karyanya, seperti Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca), menjadi mahakarya yang menggambarkan perjuangan rakyat Indonesia melawan penindasan.

Ia menulis dengan keberanian luar biasa. Ditangkap dan diasingkan tanpa peradilan karena dianggap terlibat pemberontakan, Pramoedya tetap bersuara. 

Tulisannya mengangkat tema ketidakadilan sosial, kolonialisme, dan perlawanan terhadap kekuasaan otoriter. Seperti yang pernah ia katakan, "Menulis adalah bekerja untuk keabadian." Dan memang, tulisannya tetap hidup, bahkan setelah ia tiada.

Pramoedya di Era Media Sosial

Pemikiran Pramoedya tentang nasionalisme, keadilan sosial, dan kebebasan berbicara masih sangat relevan. Namun, bagaimana jika ia hidup di era media sosial? Akankah ia menulis di blog? Menggunakan Twitter/X untuk menyuarakan gagasannya? Atau mungkin menghadapi sensor digital seperti yang ia alami di dunia nyata?

Di era ketika informasi menyebar cepat, tetapi kebenaran sering dikubur oleh kepentingan politik dan ekonomi, suara Pramoedya bisa menjadi cahaya di tengah kabut disinformasi. 

Dalam Bumi Manusia, Minke berjuang melawan ketidakadilan kolonial. Kini, banyak anak muda masih menghadapi ketimpangan sosial dan ekonomi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline