Baiklah untuk menjawab tantangan menulis tentang program apa yang paling relevan dengan kondisi Gen Z saat ini, saya mencoba melihat realita yang terjadi dimasa lalu dengan kekhawatiran saya akan masa depan anak-anak saya (Gen Z pada umumnya).
Masalah terakhir yang saya hadapi adalah memiliki sebuah rumah, untuk mewujudkannya saya baru bisa merealisasikannya pada usia 47 tahun. Usia yang tidak muda lagi bukan? Kondisinya sebagaimana pernah yang saya gambarkan dalam tulisan saya yang berjudul Membeli Rumah Tinggal Itu Seperti Mencari Jodoh beberapa waktu lalu, dan tulisan itu berhasil menjadi sebuah Artikel Utama.
Selain lapangan pekerjaan dan lain-lain, memiliki sebuah rumah adalah kebutuhan yang paling sulit saya lakukan. Ini disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhinya, oleh karena itu sudah sepantasnyalah para calon pemimpin di pilkada saatnya mengedepankan program pengadaan rumah yang ideal bagi masyarakat dan generasi Z pada khususnya.
Kalau boleh saya gambarkan pada kenyataannya kita lebih mudah membeli sebuah mobil baru dari pada membeli rumah, pengertian rumah dalam hal ini adalah rumah yang sesuai dengan situasi dan kondisi kita dengan berbagai pertimbangan. Kalau asal memiliki rumah ya bisa saja, tapi memiliki rumah yang cocok adalah sebuah tantangan terbesar dalam hidup saya.
Memiliki rumah seakan menjadi mimpi yang semakin jauh dari jangkauan bagi generasi Z. Kenaikan harga properti yang tak terkendali, beban utang yang menumpuk, dan ketidakpastian ekonomi membuat generasi muda merasa terjebak dalam lingkaran setan. Jika dulu saya bisa membeli rumah dengan menabung selama bertahun-tahun, generasi Z harus berhadapan dengan kenyataan yang jauh lebih kompleks.
Faktor-faktor Penyebab seperti kenaikan harga properti yang tak terkendali menjadi kendala utama generasi Z dalam mewujudkan mimpi memiliki rumah. Tingginya permintaan, terbatasnya lahan, dan inflasi yang terus meningkat turut mendorong harga properti melambung tinggi.
Selain itu, suku bunga KPR yang fluktuatif dan persyaratan yang ketat membuat generasi muda kesulitan mendapatkan akses pembiayaan. Beban utang pendidikan yang tinggi juga menjadi faktor penghambat, karena sebagian besar pendapatan mereka tersedot untuk melunasi utang.
Dampak terhadap Generasi Z dalam memiliki rumah berdampak signifikan terhadap kualitas hidup generasi Z. Banyak di antara mereka yang memilih untuk menunda pernikahan atau menunda memiliki anak karena terkendala masalah perumahan. Stres finansial yang berkepanjangan dapat berdampak pada kesehatan mental dan produktivitas kerja. Selain itu, generasi Z juga merasa kurang memiliki stabilitas dan kepastian akan masa depan.
Perbandingan dengan generasi saya dibandingkan dengan generasi mendatang, generasi Z menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dalam memiliki rumah. Generasi sebelumnya cenderung memiliki pendapatan yang lebih stabil dan akses terhadap perumahan yang lebih terjangkau. Selain itu, nilai properti pada masa itu cenderung lebih stabil dan tidak sevolatile saat ini.
Solusi yang Ditawarkan