Baiklah tadinya tulisan ini mau saya simpan untuk esok hari, tapi kondisi sulit tidur akhirnya saya memutuskan untuk menyelesaikan disela menunggu kantuk.
Bicara tentang real food, seperti biasa akan saya kaitkan dengan kehidupan masa lalu saya di pedesaan dengan saat ini yang harus hidup ditengah kota besar karena tugas.
Sebelum bicara lebih jauh saya coba menyimpulkan apa itu real food?
Real food merujuk pada makanan yang alami, minim proses, dan tidak mengandung bahan tambahan kimia seperti pengawet, pemanis buatan, pewarna, atau bahan sintetis lainnya. Makanan ini umumnya tidak diproses secara berlebihan dan mendekati bentuk alaminya, sehingga lebih sehat dan bergizi.
Sebagaimana judul yang saya tulis bahwa pada prakteknya, real food tidak sesederhana teorinya terutama ketika saya ada di tengah kota besar seperti sekarang.
Masalahnya kadang sulit menentukan bahan makanan yang kita beli itu benar-benar alami atau tidak, sedangkan waktu di kampung semua bahan makanan saya ambil lansung dari sumbernya.
Ya kami punya kolam ikan, kebun, peternakan walaupun semua itu hanya dalam sekala kecil yang hanya diperuntukan sebatas konsumsi keluarga. Walaupun ada lebihnya, itu bukan mata pencaharian pokok kami.
Jadi masalah real food bukan masalah buat kami, semua makanan termasuk beras kami tidak beli dari pasar kecuali makanan tertentu yang memang sudah pasti dari mana sumber dan bahannya.
Di kota besar, kami dihantui perasaan waswas dengan bahan makanan yang kami beli. Jadi masalahnya bukan konsep real foodnya yang susah, melainkan memastikan makanan yang kita beli alami atau tidak.
Hati-hati dengan bahan makanan yang kelihatan bersih, padahal sudah melalui proses pengawetan yang tidak sehat. Berhati-hatilah dengan daging atau ikan yang saking bersihnya lalatpun tidak mau hinggap, atau seekor kucing tidak tertarik untuk memakannya.