Lihat ke Halaman Asli

agus hendrawan

TERVERIFIKASI

Tenaga Kependidikan

Memoir Seorang Guru: Sebuah Potret Seorang Guru

Diperbarui: 12 Oktober 2024   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Screenshot akun Netflix (dokpri)

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang film ini, saya ingin mengingatkan bahwa ulasan ini akan mengungkap beberapa detail penting dari alur cerita. Jika Anda belum menonton film ini dan ingin menikmatinya tanpa bocoran, saya sarankan untuk menonton terlebih dahulu sebelum melanjutkan ulasan ini.

Tertarik potret dunia pendidikan di negara Malaysia, saya tonton film ini yang berjudul Memoir Seorang Guru tahun 2024. Film ini menceritakan kisah seorang guru bernama Sunan (diperankan Rosyam Nor) yang kurang bisa mengontrol emosinya dalam menghadapi anak-anak didiknya.

Sampai akhirnya dia sadar bahwa muridnyalah yang mampu merubah kepribadiannya, dan begitu pula sebaliknya. Diadaptasi dari sebuah buku film ini berlatar tahun 2004, dengan alur campuran (alur maju dan alur mundur) hingga dimasa kini tahun 2024 atau dua puluh tahun kemudian.

Terus terang dengan posisi saya sebagai seorang guru saya pun meneteskan air mata, menyaksikan penghargaan yang sangat tinggi dari murid-muridnya dan masyarakat pada seorang guru. Meski dalam tanda kutif kadang guru ini kurang mampu mengelola emosinya, tapi bagaimana cara mereka memuliakan posisinya sebagai guru sungguh sangat menyentuh hati yang paling dalam.

Dua puluh tahun mereka berpisah, sang guru mengalami trauma yang mendalam karena harus kehilangan salah satu dari muridnya pada sebuah tragedi yang melibatkan dirinya. Sejujurnya menonton film ini saya seperti menonton kisah pribadi karena secara pengkarakteran semua mirip saat saya sekolah dahulu tahun 80an.

Kami dulu dilempar penghapus, tangan disabet lidi bambu karena berkuku panjang, bahkan lebih dari itupun kami terima. Sebagaimana dalam film ini mereka semua tidak dendam, bahkan saat dua puluh tahun berlalu dan mereka sudah jauh lebih sukses dari gurunya justru sikap mereka lebih merunduk dan lebih hormat bahkan mereka semua rela berkumpul dan mengobati sakit yang diderita gurunya. 

Film ini berhasil menunjukkan apresiasi dan penghargaan yang sangat mendalam dari murid-murid dan masyarakat terhadap guru, bahkan ketika Sang Guru tidak sempurna. Ini terasa lebih menyentuh, ketika dua puluh tahun kemudian dengan tetap diiringi penuh rasa hormat dan tanpa dendam murid-muridnya kembali berkumpul demi kesembuhan Sang Guru, karena mereka sadar guru Sunan melakukan semua itu karena dia peduli pada masa depan mereka yang lebih baik.

Bagaimana Sang Guru (Sunan) menghadapi trauma akibat hilangnya salah satu murid, menyoroti dilema emosional yang sering kali diabaikan. Dilema bahwa meskipun guru berada dalam posisi mendidik dan memimpin, adalah manusia biasa yang rentan terhadap tekanan emosional.

Film ini juga menunjukan perbedaan mana guru yang hanya bisa mengajar, dan mana guru yang bisa mengajar dan mendidik. Karena peran guru dalam kehidupan murid lebih dari sekedar mengajar di ruang kelas melainkan itu adalah hubungan yang saling membentuk dalam kebaikan, penghormatan, dan memori akan saling menguatkan seiring waktu.

Menurut saya, film ini menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya apresiasi terhadap guru, dan juga tentang bagaimana seorang guru dapat belajar dari murid-muridnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline