Lihat ke Halaman Asli

agus hendrawan

TERVERIFIKASI

Tenaga Kependidikan

Film Budi Pekerti di Mataku

Diperbarui: 12 Oktober 2024   01:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

screenshot akun Netflix (dokpri)

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang film ini, saya ingin mengingatkan bahwa ulasan ini akan mengungkap beberapa detail penting dari alur cerita. Jika Anda belum menonton film ini dan ingin menikmatinya tanpa bocoran, saya sarankan untuk menonton terlebih dahulu sebelum melanjutkan ulasan ini.

Pendahuluan

Kekacauan persepsi publik yang digiring secara membabi buta menghakimi seseorang tanpa memverifikasi kebenarannya secara berimbang, mungkin itulah kesimpulan dari akhir cerita film ini.

Hal di atas mengambarkan kehidupan dunia sosial saat ini yang dipengaruhi media sosial digital (medsos), lalu dimana peran dunia nyata yang sesungguhnya saat ini berada. Apa bisa kehidupan nyata merubah image seseorang yang terlanjur terpuruk oleh pemberitaan negatif di dunia maya yang kebenarannya masih memerlukan pembuktian lebih lanjut.

Fenomena yang digambarkan mencerminkan kondisi nyata di mana persepsi publik dapat dengan cepat dibentuk oleh narasi yang beredar di media sosial. Ini adalah cerminan dari dunia digital saat ini, di mana informasi, opini, dan bahkan fitnah dapat menyebar dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Situasi ini semakin diperburuk oleh adanya filter bubble dan echo chamber di media sosial, yang memperkuat pandangan tertentu dan membatasi pandangan yang berlawanan. Akibatnya, banyak orang cenderung mengikuti opini mayoritas tanpa memverifikasi kebenaran informasi tersebut.

Filter bubble dan echo chamber adalah dua fenomena di media sosial yang mempengaruhi cara kita menerima dan memproses informasi.

1. Filter Bubble (Gelembung Penyaring)

Filter bubble adalah kondisi di mana seseorang hanya terpapar informasi dan konten yang sesuai dengan preferensi, pandangan, atau minatnya, tanpa disadari. Hal ini disebabkan oleh algoritma di platform digital (seperti Google, Facebook, Twitter, dan lainnya) yang menyaring konten berdasarkan perilaku online pengguna, seperti apa yang mereka sukai, cari, atau klik. Algoritma ini dirancang untuk menunjukkan konten yang dianggap relevan bagi setiap pengguna berdasarkan data yang dikumpulkan tentang mereka.

Efeknya:

  • Pengguna hanya melihat informasi yang sejalan dengan pandangan mereka, sementara informasi yang berlawanan atau berbeda jarang muncul.
  • Ini dapat mempersempit perspektif pengguna karena mereka tidak lagi mendapatkan pandangan yang beragam atau informasi yang mungkin lebih objektif.
  • Pengguna mungkin merasa yakin bahwa pendapat mereka adalah mayoritas atau satu-satunya yang benar, karena mereka tidak terpapar pada pandangan yang berbeda.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline