(Sumber : dokumentasi pribadi)
Salam.
Tulisan ini sebenarnya akan diunggah kemarin (Minggu, 27/11/2011). Tapi berhubung satu dan lain hal, penulis baru bisa menaruhnya di Kompasiana hari ini. Tentu saja hal ini sedikit mengurangi keaktualitasan tulisan. Namun secara pribadi penulis anggap tulisan semi liputan ini sedikit banyak masih cukup relevan untuk saat sekarang.
Sebelumnya, penulis menyatakan turut berduka cita sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban seiring robohnya Jembatan Mahakam 2 atau Jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara sabtu lusa (26 November 2011). Masyarakat, khususnya di Kalimantan Timur, memang amat dikejutkan oleh robohnya jembatan yang membentangi sungai Mahakam dan menghubungkan antara Tenggarong dan Tenggarong Seberang itu. Selain karena jembatan ini adalah salah satu icon terkenal Kalimantan Timur, umur jembatan ini juga baru menginjak 11 tahun. Lebih luas, jembatan yang dikerjakan dari tahun 1995 sampai tahun 2001 ini sebenarnya juga sangat vital karena menghubungkan Kota Tenggarong dan kawasan Hulu Mahakam dengan Kota Samarinda serta kawasan utara Kalimantan Timur (Kaltim). Dengan adanya jembatan yang panjang totalnya 705 meter dan menggunakan struktur suspension cable ini, perjalanan dari Samarinda (ibukota Kaltim) menuju ke Tenggarong (ibukota Kukar) dari sebelah utara dapat dilakukan dalam waktu hanya 30-45 menit, jika dibandingkan dengan melewati Kecamatan Loa Janan dari sebelah selatan yang biasanya memakan waktu 1,5 sampai 2 jam perjalanan.
Dengan tiadanya Jembatan Kukar ini, otomatis sebagian besar beban lalu lintas penyeberangan yang menghubungkan sisi utara dan sisi selatan Sungai Mahakam akan teralihkan ke 2 jembatan yang ada di kota Samarinda, yaitu Jembatan Mahakam 1 dan Jembatan Mahakam Hulu (Mahulu). Karena itu, penulis minggu pagi kemarin (27/11/2011) berinisiatif dengan kendaraan roda dua untuk melihat situasi lalu lintas di kedua jembatan ini. Pertama-tama penulis menuju Jembatan Mahakam 1 yang letaknya sekitar 5 kilometer dari pusat kota. Untuk diketahui, jembatan ini adalah jembatan paling tua yang melintasi Sungai Mahakam. Selesai dibangun tahun 1987, jembatan yang memiliki panjang 400 meter ini diresmikan langsung oleh Presiden Suharto. Jembatan ini menghubungkan Kecamatan Samarinda Ulu dan Kecamatan Samarinda Seberang. Banyak kalangan yang mengkhawatirkan kekuatan jembatan ini mengingat usianya yang sudah memasuki 25 tahun. Selain karena beban lalu lintas yang semakin padat, jembatan ini kabarnya sudah 6 kali ditabrak oleh kapal ponton pengangkut batubara di tiang penyangganya. Namun sampai sekarang keberadaan jembatan ini masih sangat vital karena menghubungkan Kota Samarinda dan kawasan selatan Kaltim, khususnya Kota Balikpapan. Jembatan ini juga terhubung ke Kota Tenggarong , walaupun seperti yang telah dibahas diatas, jarak tempuhnya lebih jauh dibandingkan melalui jalur utara ke Jembatan Kukar yang sudah almarhum. Berikut adalah foto Jembatan Mahakam 1 dan keadaan lalu lintas hingga minggu siang kemarin.
Jembatan Mahakam 1 terlihat dari sisi pusat kota
(Sumber : id.wikipedia.org, penulis lupa memotret soalnya, he he he)
Situasi persimpangan Jembatan Mahakam 1 (belok kiri) dari arah pusat kota. Arah terus ke depan menuju Jembatan Mahakam Hulu (Minggu siang, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Situasi lalu lintas di atas Jembatan Mahakam 1 (Minggu siang, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Dari pengamatan penulis, lalu lintas yang menuju Jembatan Mahakam 1 masih cukup lengang. Ada beberapa titik kemacetan namun masih dapat diuraikan kembali. Kepadatan lalu lintas di atas jembatan pun masih seperti hari-hari biasa. Tidak ada macet yang padat merayap.
Karena itu, penulis pun berjalan menuju Jembatan Mahulu yang berjarak sekitar 14 kilometer dari pusat kota atau sekitar 9 kilometer ke arah hulu sungai dari Jembatan Mahakam 1 tadi. Jembatan ini baru diresmikan pada Juli 2009 lalu oleh Presiden SBY dan menghubungkan antara Kecamatan Sungai Kunjang dan Kecamatan Loa Janan Ilir, yang juga menuju arah Tenggarong. Jembatan yang memiliki panjang total 789 meter ini dalam sebenarnya diharapkan untuk memecah konsentrasi lalu lintas yang menumpuk di Jembatan Mahakam 1. Namun pada kenyataannya, Jembatan Mahulu masih relatif lebih sepi dari saudara tuanya itu. Menurut penulis, penyebabnya adalah jarak antara Jembatan Mahulu dan pusat kota Samarinda yang cukup jauh, berbeda dengan Jembatan Mahakam 1 yang masih di dalam akses utama kota. Sehingga tampaknya masyarakat masih banyak yang memilih melewati jembatan yang lama. Selain itu, akses jalan raya menuju Jembatan Mahulu dari pusat kota, terutama setelah memasuki kelurahan Loa Buah di Kecamatan Sungai Kunjang sangatlah sempit dan kurang memadai, khususnya bagi kendaraan besar. Sepanjang pengamatan, ruas jalan belum dilengkapi oleh marka. Padahal eksisting jalan banyak tanjakan dan turunan serta beberapa tikungan tajam. Bahkan di beberapa titik terdapat tikungan 90 derajat yang sempit. Keadaan aspal di beberapa bagian juga kurang bagus karena banyak kerusakan dan lubang.
Situasi jalan menuju Jembatan Mahakam Hulu (Mahulu), terlihat ketiadaan marka dan lebar jalan yang sempit (Minggu, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Titik jalan menuju Jembatan Mahulu yang menikung 90 derajat (Minggu, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Salah satu titik jalan menuju Jembatan Mahulu yang mengalami kerusakan (Minggu, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Jembatan Mahulu dilihat dari sisi Kecamatan Sungai Kunjang (Minggu, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Situasi lalu lintas di atas Jembatan Mahulu (Minggu, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Situasi lalu lintas di bawah Jembatan Mahulu dari sisi Kecamatan Loa Janan Ilir (Minggu, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Jembatan Mahulu dilihat dari sisi Kecamatan Loa Janan Ilir (Minggu, 27/11/2011)
(Sumber : dokumentasi pribadi)
Dari keseluruhan pengamatan, secara umum memang keadaan lalu lintas di kedua jembatan di ibukota provinsi ini masih relatif lancar. Namun tidak tertutup kemungkinan kedepannya kedua jembatan ini akan menanggung beban lalu lintas yang seharusnya menjadi tanggungan Jembatan Kukar. Karena itu saran penulis sebaiknya dalam jangka pendek aparat terkait menata kembali eksisting jalan menuju Jembatan Mahulu agar layak dilewati kendaraan besar dan mampu meng-handle beban lalu lintas yang padat. Selain itu, Pemerintah Samarinda dan Kaltim juga sebaiknya mempercepat pembangunan Jembatan Mahakam Kota 2 (Mahkota 2) yang berada di Kecamatan Samarinda Ilir. Kabar terakhir, ada rencana dari pihak-pihat terkait seperti Menteri Pekerjaan Umum, Gubernur Kaltim, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membuat pelabuhan feri darurat untuk menyambung kembali urat transportasi dan ekonomi di Tenggarong yang sangat terganggu akibat robohnya jembatan ini.
Gambar reka perspektif rancangan Jembatan Mahakam Kota 2 (Mahkota 2) yang masih dalam pembangunan
(Sumber : id.wikipedia.org)
Tentu saja hal-hal di atas tadi sudah selayaknya dilakukan, salah satunya agar Jembatan Mahakam 1 yang sudah tua tidak kelebihan beban. Kita semua pastinya berharap apa yang terjadi di Tenggarong kemarin adalah kejadian yang terakhir.
Salam
NB : bagi yang mungkin masih bingung dengan lokasi-lokasi geografis ataupun beberapa penamaan dari artikel di atas, berikut peta sederhana yang mencakup posisi Kota Samarinda dan Tenggarong serta Sungai Mahakam dan letak beberapa jembatan tadi.
(Sumber : Berdasarkan citra Google Earth dengan modifikasi pribadi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H