Anto adalah Ketua sebuah organisasi kemahasiswaan. Dia terpilih karena mendapatkan dukungan dan bantuan dari teman temannya satu kelas. Sebagai kompensasi atas dukungan tersebut maka dia memasukkan teman temannya satu kelas dalam struktur kepengurusan organisasi yang dia pimpin.
Awal dia menjabat semua nampak luar biasa , banyak program yang berhasil di kerjakan. Organisasi kampus yang dulu identik hidup dari uang kampus mampu dia ubah menjadi lebih mandiri. Salah satu kegiatan yang melibatkan masyarakat umum seperti pelatihan internet untuk anak SMA Se Jateng berhasil dilaksanakan dan menghasilkan banyak uang. Berbagai pujian dan sanjungan mulai dari rektorat sampai dengan mahasiswa dia terima.
Justru itulah menjadi titik awal kesalahan yang dia lakukan dan menjadi penyesalannya seumur hidup. Anto menjadi semakin sombong dan arogan dia menganggap kesuksesan organisasi yang dia pimpin mutlak karena kerja kerasnya saja. Dia melupakan sumbangsih ide dan kerja sama tim yang solid dari bawahannya. Satu persatu pengurus organisasi yang mendukung dia diawal masa kerjanya mengundurkan diri. Sampai akhirnya dia sadar akan kesalahannya, yaitu kurang mampu menghargai jasa orang lain. Tapi apalah gunanya "nasi sudah menjadi bubur" karena sebenarnya kesadaran itu sudah terlambat.
Kejadian di masa lalu masih berpengaruh dalam kehidupannya sampai sekarang. Dia selalu takut kalau mengecewakan orang lain, dia takut kalau di setiap tindakannya menyakiti teman - temannya, dia juga takut tidak mampu bersikap adil. Ketakutan itulah yang membuat dia selalu lambat dalam mengambil keputusan atau terlihat tidak konsisten dan mudah dipengaruhi. Dia hanya bisa tegas dan cepat mengambil keputusan jika terkait dengan urusan pribadi dan keluarganya.
Penyesalan memang sering datang terlambat, tapi kejadian di masa lalu bisa menjadi pelajaran berharga. Meskipun kadang meninggalkan trauma yang mendalam. Anto mengakiri masa baktinya lebih awal sebelum genap satu tahun. Di dalam pidato sambutannya yang terakhir dia masih sempat mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf kepada teman - teman seperjuangannya yang sempat tersakiti olehnya.
Bersama dengan teman barunya kini, Anto mulai belajar untuk menghargai sebuah hubungan yang tidak hanya terfokus pada sebuah tujuan semata atau sekedar target yang harus diraih, tapi lebih dari itu menjaga hubungan pertemanan tetap utuh dan menempatkan empati diatas materi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H