Kini bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada persoalan memilih salah satu dari dua kandidat presiden. ada yang sudah haqul-yaqin memilih Jokowi-JK, ada yang haqul-yaqin memilih Prabowo -Hatta, namun ada pula yang masih menimbang-nimbang apakah akan condong memilih Jokowi-JK atau akan condong memilih Prabowo-Hatta.
Pada kelompok yang masih menimbang-nimbang atau katakanlah dengan sebutan kelompok ketiga, mereka ini benar-benar sedang diuji kecerdasannya. Mereka selalu memantau perkembangan dari semua lini seperti mengikuti berita di televisi, koran, internet bahkan tidak segan-segan bertanya kepada kawan sejawat, kawan pergaulan, atau melakukan rapid survey dengan menanyakan orang sepanjang jalan yang mereka lalui.
Bahkan lebih ekstrim lagi, mereka tidak segan-segan bertanya pada kuburan orang pinter untuk meyakinkan bahwa mereka tidak salah pilih. Lebih ekstrim lagi yaitu dengan menanyakan pada orang gila yang lewat depan rumah supaya lebih mantap dalam memilih atau memprediksi kemenangan salah satu kandidat. Harus diakui orang yang berperilaku demikian biasanya memiliki mental judi sehingga selalu memanfaatkan momentum apapun yang sekiranya bisa menjadi ajang judi.
Demam judi yang merupakan side effect demokrasi umumnya melanda masyarakat pedesaan, mengapa demikian ? hal ini sangatlah beralasan mengingat masyarakat pedesaan terbiasa dengan Pilkades . Dalam Pilkades diberbagai belahan Indonesia (tidak semuanya) sering menjadi ajang judi. Biasanya para petaruh adalah orang-orang yang fanatik terhadap salah satu kandidat serta sebagai unjuk pengaruh dan kekayaan.
Untuk itulah perlu adanya upaya mengajak masyarakat untuk lebih rasional dalam memilih Pemimpin Bangsa, jadi jangan disamakan dengan Pilkades yang memiliki ranah politik sebatas desa. Dengan apakah mendidik masyarakat berpolitik yang cerdas ?. Salah satunya adalah dengan memperkenalkan indikator-indikator yang terukur dan jelas. Misalkan saja janganlah memilih Pemimpin yang munafiq, adapun ciri-ciri orang munafiq itu menurut Kanjeng Nabi Muhammad, ada 3 yaitu jika berkata dusta, jika diberi amanah akan berkhianat, jika berjanji akan ingkar.
Sebagai insan yang memiliki kepedulian terhadap masa depan bangsa ini, marilah kita bersama-sama menggali potensi kemunafikan dari kedua kandidat, sehingga penghuni dunia maya ini bisa memilih secara cerdas salah satu kandidat Presiden Republik Indonesia tercinta. Di sini tidak dituntut obyektifitas, silakan siapa saja yang pro ataupun kontra serta adu kecerdasan dalam menyajikan dan menganalisa data, " jika anda cerdas pasti anda akan bersuara" .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H