Berawal dari sebuah gunyonan atau sindiran, berakhir dengan persekusi. Itulah yang dialami oleh seorang siswa SMA Glori Dua berinisial EN seusai dirinya disuruh sujud, minta maaf dan mengonggong seperti anjing dihadapan semua orang yang hadir disitu, termasuk dihadapan orangtua yang mempersekus dirinya.
Kejadian bermula dari pertandingan basket antara SMA Glori Dua versus SMA Cita Hati. Biasalah, yang paling heboh kan suporter, setelah pertandingan, terjadi percakapan di dunia maya lewat media sosial yang berujung saling mengejek.
IV disinyalir melakukan ejekan di media sosial usai pertandingan basket. Yah biasalah sehabis pertandingan, pemain atau suporter terkadang lupa tempat saat mengekspresikan kemenangan dan kekalahan dalam sebuah pertandingan.
Sayangnya di era kekinian, ekspresi kepuasan dan ketidakpuasan itu dilontarkan lewat media sosial, sehingga ada bukti ketika seseorang atau sekelompok orang merasa diejek atau dihina oleh seseorang atau sekelompok orang yang menjadi lawan tanding mereka.
Seperti dialami oleh EN yang katanya mengejek lawan tanding basket sekolah mereka, berinisial IV. Menurut keterangan ibu korban, awalnya terjadi guyonan dengan mengatakan rambut IV lucu kayak pudel.
Ejekan di media sosial itu, membuat IV mengadu ke orangtuanya dan dengan membabi buta orangtua IV langsung mendatangi sekolahnya EN dan marah-marah sambil menyuruh EN sujud minta maaf dan mengonggong seperti anjing yang videonya viral di media sosial.
Mana Peran Komite Sekolah?
Hal seperti ini sungguh memalukan dan kembali mencoreng dunia pendidikan. Ayah IV menjatuhkan harkat dan martabat sekolah, terlebih-lebih peran Pendidika dan Tenaga Kependidikan, hingga membuat komite sekolah tidak ada manfaatnya sebagai pihak yang menjembatani komunikasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Dalam kasus ini diceritakan bahwa orangtua IV yang emosi langsung mendatangi pihak sekolah dan menemui korban, serta mempersekusi korban yang masih duduk dibangku sekolah seperti video yang viral di media sosial itu.
Ternyata sikap bulying atau perundungan itu masih banyak terjadi di sekitar kita. Sikap atau bentuk penindasan yang dilakukan oleh pihak orangtua IV sepertinya memang ingin menunjukkan kekuasaan yang dia miliki untuk mempersekusi atau membuat orang lain tidak nyaman hidupnya.