Lihat ke Halaman Asli

Caesar Naibaho

TERVERIFIKASI

Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Imlek, Warisan Gus Dur Dapat Kita Rayakan Setiap Tahun Dengan Meriah

Diperbarui: 27 Januari 2022   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imlek Di Tengah Keberagaman.sumber:kompas.com

'Xin Nian Kuai Li, Gong Xi Fat Choi, Angpao Na Lai', ucapan khas yang selalu menggema dan menghiasi ketika momen Hari Raya Imlek akan tiba. Beruntung sekali di era kekinian merayakan Imlek, tidak hanya perayaan tahun baru untuk para penganut Konghucu, tapi juga sudah menjadi budaya bagi kita semua bukan?

Imlek sekarang sudah bisa dirayakan dengan penuh suka cita dan kegembiraan, namun masihkah kita mengingat bagaimana agar Imlek ini diakui di Indonesia? Adalah perjalanan panjang dan bisa dibilang 'berdarah-darah' untuk mendapatkan sebuah pengakuan.

Ya, Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia mendapatkan tempat dan diakui setelah Gus Dur menjadi Presiden Repulbik Indonesia ke-4 menggantikan Habibie. Beliau dengan berani mencabut Inpres alias Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang pelarangan perayaan Imlek yang dibuat oleh penguasa Orde Baru.

Jadi selama 31 tahun, mulai dari tahun 1968 hingga 1999 Imlek dilarang dirayakan secara terbuka dan meriah. Selama itu, warga keturunan Tionghoa atau umat beragama Konghucu merayakan imlek secara diam-diam, tidak bisa bebas dan tidak boleh ketahuan, kalau tidak mau berurusan dengan peraturan ketat dari penguasa Orba. Tidak jelas alasannya namun itulah kenyataan pahit, tidak bisa merayakan Tahun Baru Imlek selama lebih kurang 32 tahun.

Baru di tahun 2000, Gus Dur membolehkan kembali perayaan Imlek lewat Keppres Nomor 6/2000, sampai sekarang Imlek dapat dirayakan dengan penuh kebahagiaan dan kegembiraan. Sesuai dengan ucapan yang muncul, 'Selamat Tahun Baru, Semoga Mendapatkan Kekayaan Lebih Banyak Lagi'. Sesuai dengan tradisi yang dimunculkan, Imlek tidak lekang dari warna merah, melambangkan keberuntungan, kegembiraan, dan kebahagiaan.

Tidak hanya didominasi warna merah, tradisi Barongsai dan Angpao serta beribadah, mengunjungi serta sembahyang di klenteng adalah tradisi lain yang tak bisa dirayakan ketika Orde Baru masih berkuasa.

Sejarah Panjang Imlek

Lantas mengapa di era Soeharto Imlek dilarang? Kala itu, pemerintah secara sepihak menilai manifestasi agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina yang berpusat dari negeri leluhurnya dapat menimbulkan pengaruh psikologis, mental, dan moril yang kurang wajar terhadap warga negara Indonesia. Sehingga benarlah warga tionghoa di Republik ini selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru tidak dapat merayakan Imlek atau Tahun Baru Cina secara terbuka dan di muka umum. Cukup dilaksanakan di rumah-rumah saja.

Namun, Presiden Abdurrahman Wahid. Pada 17 Januari 2000, mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000, isinya mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Artinya, warga keturunan Tionghoa tak lagi memerlukan izin khusus untuk mengekspresikan secara publik berbagai aspek dari kepercayaan, kebudayaan, dan tradisi asli mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline