Lihat ke Halaman Asli

Caesar Naibaho

TERVERIFIKASI

Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Perlunya Kurikulum Mitigasi Bencana, Solusi Mendidik Generasi Muda Siap Siaga Hadapi Bencana

Diperbarui: 15 Januari 2022   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurikulum Mitigasi Bencana. Sumber: kompas.com

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang optimis serta bangsa yang tangguh dalam menghadapi bahaya yang mengancam. Bukti nyatanya adalah kemerdekaan yang kita raih dengan mengusir penjajah dari bumi pertiwi ini hanya dengan bermodalkan bambu runcing dan semangat pantang menyerah, serta tekad yang kuat.

Ketangguhan dan optimis itu juga dibuktikan dengan tidak gentar untuk mendiami dan hidup serta mencintai tanah kelahirannya walau ancaman bencana setiap waktu mengancam kehidupan rakyat Indonesia yang hidup di daerah-daerah rawan gempa. Kearifan dan pengetahuan lokal, serta pengalaman dalam membaca situasi, kondisi alam, serta memprediksi, terutama dalam melakukan mitigasi bencana di daerahnya setidaknya telah mampu menyelamatkan nyawa dari bencana yang datangnya kapan saja.

Pengetahuan lokal tersebut diperoleh dari pengalaman akibat berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh, masyarakat yang bermukim di lereng Gunung Merapi, di Jawa Tengah, telah mempunyai kemampuan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya letusan. Selain masih kuatnya keyakinan spiritual, masyarakat di sana biasanya membaca tanda-tanda alam melalui perilaku hewan, seperti turunnya hewan-hewan dari puncak atau keluar dari rimbun hutan, burung-burung atau hewan lainnya mengeluarkan bunyi suara yang tidak biasa, atau adanya pohon-pohon di sekeliling kawah yang kering dan layu.

Namun, seiring perkembangan waktu pun dengan percepatan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, kearifan lokal dalam menghadapi bencana juga harus diperkuat dengan kemampuan memanfaatkan perkembangan teknologi, terutama pengetahuan akan teknik geodesi dan perangkat teknologi pendeteksi, hingga pencegahan bencana alam.

Kurikulum Mitigasi Bencana

Sudah banyak contoh akibat kelalaian dan ketidakmampuan membaca gejala-gejala alam, mengakibatkan bencana bencana alam. Belum lagi akibat dari kurangnya kesadaran dalam menjaga alam sekitar, mengakibatkan alam marah dan menimbulkan bencana yang super cepat tanpa kita sadari.

Masih segar dalam ingatan, ketika band kenamaan Indonesia, Seventeen konser di Pantai Tanjung Lesung, 22 Desember 2018, tiba-tiba tsunami Banten melanda yang mengakibatkan korban jiwa tidak sedikit. Tidak ada yang mengira bahwa malam naas itu, tiba-tiba air laut naik dan langsung menghantam sekitaran panggung, pun rumah-rumah sekitar lokasi porak-poranda akibat bencana tsunami tersebut.

Kini kejadian serupa terulang lagi. Tiba-tiba saja kita semua dikejutkan di awal tahun 2022 ini dengan guncangan gempa bumi melanda Banten dan sekitarnya. Gempa berkekuatan 6,7 skala richter (SR) mengguncang 52 kilometer barat daya Sumur, Banten sekitar pukul 16:05:41. Guncangan ini setidaknya mengakibatkan 1.100 rumah dan 14 Faskes rusak parah. Getaran gempa bumi dilaporkan terasa sampai ke Depok, Jakarta, Bogor, Bandung, Tasikmalaya, hingga Bandarlampung.

Awal-awal tahun memang sudah menjadi kebiasaan akan terjadinya gempa, untuk itu kita diharapkan untuk lebih waspada, terutama di daerah-daerah rawan gempa. Selain di Banten, dilaporkan juga awal tahun ini Gempa Magnitudo 4,1 guncang Madura hingga terasa sampai ke Surabaya.

Kepala Stasiun Geofisika BMKG Tretes, Kabupaten Pasuruan, Djati Cipto Kuncoro, melaporkan gempa terjadi pukul 15.18 WIB. Lokasi gempa tercatat 7.25 Lintang Selatan, 112.9 Bujur Timur. Atau 23 kilometer sisi Tenggara Bangkalan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline