Lihat ke Halaman Asli

Caesar Naibaho

TERVERIFIKASI

Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pagar Kawat Berduri, Film Sarat Sejarah Murni Hasil Restorasi Anak Bangsa

Diperbarui: 4 Juni 2018   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selesai Nonton Film Pagar Kawat Berduri, Lanjut Diskusi Tentang Restorasi Film Sejarah. sumber: dokpri

"Nenek, Kakek saya aja belum tentu pernah menonton film ini, jadi saya sangat bersyukur bisa menonton film sarat sejarah di eranya!", begitulah pembuka dari MC yang membuat saya tercengang setelah selesai menonton film layar hitam putih di Bioskop kelas atas kota Medan, tepatnya di CGV Focal Point Medan, Kamis (31 Mei 2018) dari pukul 08.00 Wib sampai selesainya pukul 12.00 Wib juga.

Diawali dengan pemutaran film yang konon katanya di eranya hanya tayang tiga hari, bayangkan tiga hari saja! Setelah tayang, film ini langsung ditarik kembali dari peredaran karena penolakan luar biasa.

Alasan bernuansa politik menjadi penyebab film ini ditarik. Lebih tepatnya, karena salah satu partai besar waktu itu PKI (Partai Komunis Indonesia) menuntut agar film "Pagar Kawat Berduri" tidak boleh diputar di bioskop, karena dianggap bisa membuat rakyat Indonesia bersimpati kepada Belanda.

Sejarah Film Pagar Kawat Berduri

Film ini diangkat ke layar lebar oleh Sutradara kawakan, Asrul Sani di tahun 1961 lewat produksi Kedjora. Pagar Kawat Berduri diangkat dari hasil karya Trisnojuwono, pengarang kenamaan masa itu, adalah mantan anggota RPKAD (Resimen Para Komando AD -- kini biasa disebut Kopassus), sehingga mengetahui betul bagaimana situasi dan kondisi saat itu.

Film ini bertemakan revolusi yang terjadi masa itu dan dianggap sebagai karya film bertemakan revolusi terbaik dibandingkan dengan film-film lainnya.

Gambaran oleh Pemateri bagaimana susahnya merestorasi sebuah film yang sudah lama. sumbergambar: dokpri

Para pemainnya, penata kamera, lampu, maupun artistik, tampil dengan baik untuk menciptakan suasana yang mendukung cerita. Mungkin terlalu berlebihan memuji, tetapi faktanya, inilah film terbaik yang pernah dibuat oleh Asrul Sani. Sehingga, ketika film ini mengalami perdebatan sengit dan berujung pada penolakan dan pemusnahan, maka Presiden Soekarno setelah menonton film ini, menyelamatkan film tersebut, sehingga bisa di restorasi seperti sekarang.

Film ini mengisahkan tentang perjuangan para pejuang-pejuang Republik Indonesia yang berada di kamp Belanda sebelum masa kemerdekaan, karena nekat menyuarakan revolusi. Awalnya para pejuang yang ditawan ingin melarikan diri dari kamp, namun penjagaan yang ketat, bahkan dipagari dengan kawat berduri membuat peluang untuk lari sangat tipis sekali.

Film ini bercerita bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan oleh para pejuang kita agar mendapat simpati dari penjaga-penjaga Belanda. Adalah Parman (diperankan Sukarno M Noor), memilih strategi untuk berkawan karib (berpura-pura menjilat dan tunduk) kepada pimpinan Kamp Belanda, Kampinan Koenen (diperankan Bernard Ijzerdraat/Suryabrata), sehingga dianggap teman-temannya adalah penghianat. 

Tetapi Parman tidak peduli, terus menjalin komunikasi, menarik simpati Belanda dengan melarang setiap teman-temannya akan melakukan perlawanan kepada Belanda.

Singkat cerita, terjadi dilema pada diri Kampinen Koenen, antara membantu Indonesia memperjuangkan hak kemerdekaannya? Atau meneruskan tujuan Belanda ke Indonesia? Yaitu: menguasai rempah-rempah, cengkeh, kopi, dan seluruh kekayaan Republik yang kesohor itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline