[caption id="attachment_314098" align="aligncenter" width="300" caption="Tetap Gembira biar Inflasi melanda, Ilustrasi (Dokumentasi Pribadi)"][/caption]
Lebaran sebentar lagi, Idul Fitri telah didepan mata, Bulan Puasa, Bulan Penuh Berkah sedang kita jalani. Walau bukan warga Muslim, namun saya dalam kesempatan ini ingin mengucapkan bagi rekan-rekanku semua, sebangsa, setanah air, Tanah Air Indonesia Jaya “Selamat Melaksanakan Ibadah Puasa”, khususnya para teman Kompasiana. Tulisanku kali ini untuk membahas masalah kenaikan harga pasca atau saat berlangsungnya Bulan Puasa sampai dengan Hari Lebaran nanti. Saya lebih suka membahas ini daripada membahas Pilpres yang bakal ditarungkan tanggal 9 Juli 2014 nanti, walau sangat ramai dibicarakan tetapi persoalan harga dan Inflasi ini lebih menantang untuk dibahas.
Setiap mendengar kata Inflasi, maka sebagai kaum awam saya yang tidak berbackground Sarjana Ekonomi-pun akan mengerti, karena pernah belajar SD, SMP dan SMA tentang Ekonomi, bahwasannya Inflasi itu adalah suatu keadaan yang buruk. Bagaikan momok yang sangat menakutkan, ibarat seorang Striker sekelas Ronaldo ‘walau tidak bertaring di Piala Dunia 2014’ namun di Klubnya Real Madrid adalah predator yang selalu menebarkan ancaman didepan gawang lawan, pun dengan James Rodriquez, Messi, Neymar bahkan Thomas Muller yang selalu dengan dingin menghantam dan membobol gawang lawan tanpa ampun, demikian juga dengan Inflasi ini, momok yang membuat nilai uang tidak berharga, momok yang membuat harga-harga jual barang ataupun komoditas kebutuhan sehari-hari, bahan pokok hidup meningkat tajam, sementara barang yang dimintapun tergolong ‘langka’ dan ini sering terjadi dihari-hari besar, khususnya saat menyambut Bulan Suci Ramadhan dan sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di Indonesia, fenomena Inflasi menjelang Ramadhan.
Untuk memantapkan penjabaran saya akan fenomena Inflasi ini, maka sayapun bertanya kepada teman saya guru mata pelajaran Ekonomi, sang guru SMA yang merupakan lulusan Sarjana Ekonomi ini pun dengan sigap menjelaskan bahwa Inflasi itu adalah: “suatu kondisi dimana terjadinya kemerosotan nilai uang, karena banyaknya uang yang beredar sehingga menyebabkan naiknya harga-harga barang.” Sementara faktor yang menyebabkan terjadinya Inflasi adalah: (1) Timbulnya Kenaikan akan Permintaan oleh Konsumen. (2) Kenaikan Biaya Produksi. (3) Penambahan jumlah uang yang beredar. Masih dari file teman saya guru Ekonomi ini, menyatakan bahwa Laju Inflasi adalah: Persentase kenaikan harga dalam beberapa indeks harga dari suatu periode ke periode lainnya. Dengan kata lain, harga mengalami fluktuatif, tidak menentu dalam beberapa hari, hari ini harga turun sedikit, namun besok, harga akan suatu barang bisa naik dalam beberapa persen, bahkan dalam hitungan menit dan jam harga suatu barang bisa naik dan turun.
Pemerintah Tidak Bisa Kendalikan Harga Saat Ramadhan
Adalah suatu kenyataan yang harus diterima oleh masyarakat luas, jika Pemerintah memang tidak bisa mengendalikan harga terutama dan khususnya saat Bulan Ramadhan ini, terbukti terhitung tanggal 1 Juli 2014, di Kota Medan saja harga daging sapi bisa mencapai Rp 120 Ribu per Kilogram (berita Tribun Bisnis tanggal 02 Juli 2014), ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan akan daging ini, sementara stok yang tersedia kurang sehingga menimbulkan Indeks Harga yang tinggi, dimana Indeks Harga itu sendiri adalah: perbandingan antara harga rata-rata pada tahun yang dihitung dan harga rata-rata pada tahun dasar, yang artinya laju tekanan inflasi di bulan Juni yang mencapai 0,52 persen di kota Medan, lebih besar dibandingkan dengan besaran Inflasi tingkat Nasional dengan rata-rata 0,43 persen, ini mengindikasikan bahwa Pemerintah Kota Medan disinyalir kurang mampu menguasai pasar, walau operasi pasar telah dilakukan namun tidak banyak membantu dalam proses pergerakan tekanan inflasi yang sudah mulai menaik sejalan dengan meningkatnya permintaan dari konsumen. Khusus untuk permintaan akan daging yang mengakibatkan harga daging melonjak naik, dari Rp. 85 ribu harga daging sapi yang direferensikan, ternyata melonjak tajam, demikian juga dengan harga daging ayam, telur ayam ras hingga sejumlah bahan pangan khususnya holtikultura.
Kenaikan harga ini tentunya menjadi ancaman yang serius terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, khususnya tingkat ekonomi menengah kebawah karena pendapatan mereka akan berkurang, namun bagi pengusaha yang nakal, suka menimbun barang, ini adalah hal yang sangat menguntungkan dan terjadi kesenjangan sosial. Disamping itu, laju Inflasi ini juga mengakibatkan daya saing ekspor kita berkurang sehingga penerimaan devisa turun. Minat masyarakat untuk menabung jadi turun sehingga bunga bank yang akan diterima menjadi turun, yang utama adalah penetapan harga jual dan harga pokok bahan tidak tepat, sehingga adalah kerja keras Pemerintah pusat dan daerah yang bekerjasama dengan Bank Indonesia untuk mengendalikan laju Inflasi, disamping kesadaran masyarakat khususnya pedagang untuk tidak menimbun barang dagangan atau kebutuhan pokok.
Peranan Bank Indonesia Dalam Mengendalikan Inflasi
Salah satu cara yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang turut serta menjaga laju Inflasi di negeri ini adalah dengan menerapkan Kebijakan Moneter, kebijakan yang dari jaman saya kenal Inflasi, tahun 1998 hingga sekarang, dimana Bank Indonesia turut serta mempengaruhi perkembangan moneter (uang yang beredar dan suku bunga) untuk mencapai sasaran Inflasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah yaitu sebesar: 4,5 persen di tahun ini. Disamping itu, dengan memperkuat kantor perwakilan di daerah merupakan langkah aktif Bank Indonesia untuk mengendalikan Inflasi, sebab dengan pemberian data, informasi dan saran yang tepat kepada Pemerintah Daerah diakui oleh Gubernur BI Agus Martowardojo mampu menekan angka inflasi.
Gubernur BI juga menginstruksikan agar TPID, ops, apaan neh TPID? Itu, ituloh. Lanjut dulu, Tim ini mampu melaksanakan perannya seperti harapan Jokowi, mampu memantau dan menyiapkan langkah-langkah untuk mengatasi persoalan inflasi atau melonjaknya harga barang kebutuhan masyarakat. Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo yang secara kebetulan pandangannya sama dengan Capres Nomor Urut 2, Joko Widodo yang notabene semenjak jadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga mencalonkan diri menjadi Capres karena desakan Masyarakat Indonesia, bukan desakan partai politik ini selalu blusukan tanpa pamirh ke pasar-pasar tradisional menganalisa dan mengungkapkan bahwa ada 4 (empat) langkah konkrit yang perlu dilakukan oleh Pemerintah terhadap Daerah-Daerah agar Pengendalian Laju Inflasi sukses dilaksanakan, yaitu: (1) Tersediannya pasokan bahan terhadap masyarakat. (2) Terjangkaunya harga bahan di pasar. (3) Kelancaran distribusi diberbagai daerah. (4) Komunikasi ekspektasi. Cara lain agar Inflasi turun adalah meningkatkan produksi dan menambah jumlah barang di pasar serta menetapkan harga maksimum untuk beberapa jenis barang. Import barang? Bukan solusi cerdas karena sangat merugikan, nilai Rupiah melemah, mendekati angka Rp. 12 ribu per dolar AS.
Butuh Pemimpin Mampu Redam Inflasi Bersama BI
Untuk mengatasi laju Inflasi dibulan Ramadhan ditahun-tahun yang akan datang, kita butuh pemimpin yang berkualitas, yang mampu menaikkan pertumbuhan Ekonomi dengan baik dan mampu mengelola Pasar, punya Visi dan Misi yang sama, seirama dengan Bank Indonesia. Ternyata gaya blusukan dipasar-pasar tradisional yang sudah bertahun-tahun dilakoni oleh Joko Widodo telah membawa pemahaman yang sangat berarti akan apa kebutuhan pasar untuk mengatasi Inflasi. Cukup sederhana, pasar sebagai tempat perdagangan kebutuhan pokok manusia harus menyediakan barang/dagangan yang dibutuhkan oleh konsumen. Pasar harus mampu berhias diri, tidak kalah dengan mall, supermarket dan minimarket demi menarik minat tidak hanya kalangan menengah kebawah, namun konsumen dari kalangan ningrat, berdarah biru, kaum borjuis juga mau berkunjung ke pasar tradisional untuk membeli kebutuhan hidup. Banyaknya uang yang beredar harus diimbangi dengan jumlah kebutuhan pokok yang sangat banyak, jumlah produksi yang melimpah, dengan begitu bukan tidak mungkin Inflasi bisa ditekan sekecil mungkin.
Joko Widodo tau betul akan hal itu, sehingga ketika Debat Capres, kala suatu waktu pak Jokowi bertanya begini: “Bagaimana cara Pak Prabowo meningkatkan peran TPID?”, capres nomor urut 1 ini mengerutkan kening dan berkata: “Apa itu TPID? Terus terang saya tidak paham semua singkatan,” ujar Prabowo, lah..kok? jadi tugas Prabowo kalau berkunjung selama kampanye bertahun-tahun kepasar-pasar tradisional untuk apa? Bukannya berkomunikasi dengan warga pasar? Baik itu pedagang maupun pembeli? Bukannya pengen tau harga bahan pokok berapa? Apa sesuai harga jual dengan harga beli? Bagaimana stok barang dipasar?, terus fungsinya sebagai Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) apa? Apa pak Prabowo nga pernah mengecek bahwa Inflasi juga disebabkan karena produk-produk Holtikultura yang dihasilkan para petani nga tepat sasaran? Dan bla..bla, nah loh?. Cerita ini membuktikan bahwa Jokowi lebih siap menjadi partner Bank Indonesia untuk mensejahterakan banga Indonesia.
Tidak ada alasan untuk tidak tau kepanjangan TPID, karena Tim ini sudah dibentuk semenjak tahun 2008, Prabowo pernah mencalonkan diri sebagai Wapresnya Megawati di Pemilu 2009 jadi satu tahun lebih tua umur TPID dibandingkan umur Prabowo Nyawapres. Tim TPID ini beranggotakan stakeholder Pemerintah (Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri) dan Bank Indonesia sendiri. Jadi, bukan Kepala Daerahnya yang meningkatkan peranan TPID, justru Tim TPID-lah yang harus meningkatkan kinerja Pemerintah Daerah dalam hal menekan laju Inflasi dan mengawasi Pasar-Pasar agar Inflasi tidak terlalu tinggi. Disamping itu, Jokowi sudah paham betul persoalan Inflasi, karena di Solo, beliau diberikan penghargaan oleh Cawapres Nomor urut 1 ketika masih menjadi Menko Perekonomian atas prestasi Jokowi menekan tingkat Inflasi di Kota Solo. Prestasi pak Bowo? Nah loh..?? maaf, tulisan ini bukan untuk memojokkan siapa-siapa, bukan black campaign, namun hanya coretan tangan, ungkapan hati akibat Inflasi, akibat harga yang naik, akibat sulitnya mendapatkan bahan makanan pokok yang hargannya murah, tulisan ini hanya mendukung Bank BI, TPID, Pemko Medan yang sudah menggelar Pasar Murah selama Ramadhan dan khususnya mendukung Calon Presiden yang mengerti akan Pasar, Kebijakan Fiskal dan Moneter, yang telah teruji mengatasi tekanan Inflasi di Kota Solo, membandingkan sosok yang mengerti akan permasalahan negeri ini dengan sosok yang sok mengerti, berbicara banyak bertindak sedikit.
Salam Peace, Medan 05 Juli 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H